Muslim-Fobia’ Atau Munafiqun?

Selimut putih membalut badan
nisan jingga terbalut kapan
rasanya seperti sembilan delapan
manakala baunya enam limaan

Merpati terbang ke tengah laman
hendak berkubur di tapak tangan
inikah pertanda penghujung zaman
kaum munafiqun banyak gentayangan

Orang kaya hidupnya mapan
orang malas dalam tekanan
tersebab sistem barat dihambapujakan
halal haram susah membedakan

PEMBACA yang arif, budiman nan bijaksana: Apa khabar? Semoga selalu senantiasa dikaruniai kesehatan, keselamatan dan keberkahan. Amin.
Jengah Jenguk Cendekia (J2C) hari ini berupaya mengulas-kilas ihwal istilah Muslim-Fobia (Muslimofobia) dengan istilah ‘Munafiqun’. Agak jarang atau boleh dikatakan belum terdengar, tercatat apalagi terdokumentasi dalam jejajk digital istilah ‘Muslimofobia’. Yang ada, dikenal selama ini baru istilah Islam Fobia (Islamofobia). Benar apa betul?

Lalu ada atau tidak hubungan istilah ‘Muslimofobia dengan istilah ‘Munafiqun’?

Bersandar pertanyaan tersebut menempatkan ulas-klias J2C membedakan antara Islamofobia dengan ‘Muslimofobia’. Sudah banyak dijelasan jika Islamofobia adalah sikap buruk-sangka kalangan non muslim dengan (ajaran) agama Islam. Yang dalam praktiknya menempatkan (memposisikan) cara pandang negatif (buruk sangka), terhadap para penganut ajaran Islam yang disebut muslim.

Penting untuk ditelaah manakala Islamofobia dalam konteks cara pandang umum (orang luar-non muslim) terhadap seorang Muslim (umat Islam). Yang menjadi masalah manakala ajaran (nilai-nilai islamis) disamakan-identik dengan penganut ajaran tersebut (seorang Muslim). Debat panjang pun dipastikan terjadi. Sudah banyak kajian atau studi tentang perbedaan pandangan antara ajaran dan pengamalnya. Dalam bahasa yang sederhana antara Islam dengan seorang Muslim.

Argumentasi yang perlu dikemukana terkait anggapan kalau belum relevan untuk mengatakan menyamakan antara Islam dengan Muslim, tidak selamanya salah. Sebaliknya juga tidak benar selamanya. Penyebab perbedaannya dialtari oleh karena dalam konteks Muslim masih ada istilah Munafiqun (orang Munafiq). Oleh karena itu selanjutnya menjadi penting diulas-kilas jika seorang. Muslim ‘berburuk sangka terkait ajaran atau nilai-nilai yang berasal dari agamanya tersebut. Apalagi terasa unik pun lucu jika seorang Muslim,  berburuk sangka pada ajaran agamanya di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam (Muslim).

Ihwal ‘buruk sangka’ (fobia) ini megemuka, seharusnya menurut J2C,  perlu dibedakan (terdapat perbedaan) antara Islamofobia dengan Muslimofobia. Dari sinilah perlunya dijelas-ringkas faktor yang melatarbelakangi: mengapa PBB mengeluarkan resolusi tentang larangan (anti) Islamofobia bagi dunia. Ihwal resolusi PBB terkait anti Islamofobia sudah banyak ditulis dan dikaji. Sila ditelusuri.

Belajar dari perbedaan antara Islamofobia dengan Muslimofobia, sangat tidak produktif manakala ‘Islamofobia’ menggema di negeri yang penduduknya Muslim terbesar di dunia. Dari sinilah isitilah Islamofobia menjadi tidak relevan. Menurut J2C yang lebih relevan adalah istilah ‘Muslimofobia’. Yang dalam bahasa sederhana dimaknai sebagai orang (seorang) Muslim yang ‘berburuk sangaka’ (fobia) terhadap agamanya sendiri. Orang Islam, fobia terhadap agamanya. Muslimofobia dalam hubungan internal (orang dalam, orang Islam merefleksi negatif ajaran agamanya sendiri).

Secara sangat sederhana mengidentifikasi Muslim-Fobia (Muslimofobia) berklindan (tidak terlepas) dengan mengedepannya istilah yang tidak produktif bagi dakwah Islam. Istilah ini misalnya, teroris, intoleran, radikal, dan lainnya. Semua istilah tersebut berafiliasi negatif (tidak produktif), tidak hikmah, dan mauizah. Susah membantah jika beberapa istilah tersebut memiliki hubungan dengan Muslim-Fobia. Sederhananya, esensi makna Muslim-Fobia adalah seorang Muslim yang fobia dengan agama yang diyakini [dianutnya] terkait kebenarannya. Orang yang ragu, minder, tak percaya diri untuk menonjolkan apalagi membela identitas sebagai seorang Muslim inilah yang disebut dengan [adalah] Muslim-Fobia.

Fenomena Muslim-Fobia di negeri Muslim terbesar dunia, tentu saja amat sangat mengkhawatirkan. Tanpa sadar atau tidak, karakter atau sikap Muslim-Fobia inilah yang menjadi bahan bakar munculnya isu-isu tidak produktif di antara yang paling populer adalah teroris, radikal dan intoleran [ism]. Apalagi jika ada lakon Muslim-Fobia dipraktikan oleh para petinggi negeri yang sedang berkuasa yang juga seorang Muslim.

Seorang Muslim yang bersikap kritis dalam mengumandangkan ‘nahi-munkar’ misalnya, salah-salah memperoleh gelar-pangkat intoleran plus radikal. Gelar pangkat ini  untuk kemudian dimodifikasi (dialihkan) menjadi ‘Muslim Moderat’. Istilah terakhir ini, filosofisnya memperjelas yang berbau fobia. Mengapa? Kalau ada ‘Muslim Moderat’, sebaliknya ada ‘Muslim Radikal’. Sebagai mayoritas, dan terbesar penduduknya yang beragama Islam (Muslim) di dunia, sangat ironis jika para pentinggi negeri yang seorang Muslim, fobia terhadap agamanya. Termasuk fobia terkait istilah-istilah mondial, seperti khalifah, dan lainnya misalnya.

Ulas akhir sebagai penutup, berupaya menjawab pertanyaan di awal: ada tidak hubungan istilah Muslimofobia dengan Munafiqun? Atau apakah istilah Muslim-Fobia dapat disama-padankan dengan istilah munafiq alias munafiqun?

Wallahualam bissawab. ***

Baca : ‘Barat’ Adalah ‘Dajjal Baru’?

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *