Mimbar  

Keteladanan Rasulullah; Refleksi Maulid Nabi SAW

LAMANRIAU.COM – Tanggal 12 Rabiul Awal merupakan tanggal bersejarah bagi umat Islam seluruh dunia, karena pada tanggal tersebut lahir seorang rasul yang membawa risalah Islam. Beliau adalah Nabi Besar Muhammad saw. Beliau adalah nabi terakhir (khataman nabiyin) yang diutus Allah SWT. untuk memperbaiki akhlak manusia.

Peringatan maulid nabi yang diperingati setiap tanggal 12 Rabiul Awal pada hakekatnya sebagai upaya mengingat kembali hari kelahiran dan sejarah hidup nabi, meningkatkan komitmen memegang teguh ajarannya dan menjadikan beliau sebagai figur teladan utama bagi kaum muslimin khususnya dan setiap manusia pada umumnya.

Baca : Memaknai Maulid Nabi Muhammad SAW Dalam Kehidupan

Memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW tidaklah dimaksudkan untuk mengkultuskannya, karena beliau tidak membolehkan umat mengkultuskannya, apatah lagi bila seseorang melakukan pengkultusan manusia biasa, seperti banyak terjadi dikalangan masyarakat saat ini.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al Ahzab [33]: 21)

Peringatan maulid nabi biasanya dilakukan dalam berbagai bentuk, ada yang mengadakan tablig akbar dengan mendatangkan ulama terkenal, membaca shalawat nabi dan aneka tradisi lainnya yang berkembang di masyarakat.

Kita percaya bahwa itu semua merupakan bentuk ekpresi kecintaan kaum muslimin terhadap nabi yang dicintainya. Peringatan maulid nabi tentu tidak sama dengan peringatan hari ulang tahun yang banyak diselenggarakan kalangan borjuis di negeri ini.

Peringatan maulid nabi pertama kali digagas oleh Shalahuddin Al Ayubi (1137-1193) ratusan tahun setelah nabi wafat. Nabi Muhammad SAW, semasa hidupnya tidak pernah menyelenggarakan peringatan hari lahirnya itu.

Ide peringatan maulid nabi itu pada mulanya dimaksudkan untuk membangkitkan semangat juang umat Islam yang mulai turun menghadapi musuh-musuh Islam pada perang Salib.

Kemudian ulama terkemuka pada saat itu menjelaskan perjuangan nabi Muhammad SAW dan segala bentuk rintangan yang dihadapi Nabi dalam menyebarkan dakwah Islam. Usaha ini berhasil membangkitkan semangat umat dalam menghadapi musuh Islam.

Tradisi itu berlangsung secara turun temurun, hingga generasi kita sekarang. Namun penting diketahui bahwa peringatan maulid nabi itu bukanlah bertujuan mengkultuskan pribadi nabi, karena beliau sendiri tidak memperbolehkan melakukan pengkultusan terhadap beliau.

Berbicara tentang pemimpin dan kepemimpinan, maka teladan yang paling baik adalah kepemimpinan Rasulullah SAW. Sebab, dalam kurun waktu yang singkat (sekitar 23 tahun) beliau berhasil dengan gemilang merekontruksi akhlak masyarakat Mekah dari akhlak jahiliah menjadi masyarakat yang berakhlak mulia (akhlakul karimah).

Kota Mekah yang dulu tidak dikenal dalam sejarah peradaban manusia, menjadi daerah yang masyarakatnya memiliki akhlak mulia. Tugas utama Nabi adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Keberhasilan Nabi mengubah aspek moralitas tersebut manjadi alasan Michael Hart (seorang penulis non muslim) menempatkan nabi di urutan pertama diantara 100 tokoh paling berpengaruh di dunia.

Sekarang, meskipun lebih dari 1400 tahun Nabi wafat, namun model kepemimpinan beliau senantiasa relevan dan didamba umat. Tutur katanya diikuti, perilakunya menjadi suri teladan terbaik. Beliau adalah pemimpin paripurna.

Jika kita menyimak sejarah hidup Rasulullah semakin membuat kita terpesona dengan model kepemimpinan yang beliau terapkan. Mahasuci Allah yang telah mengutus rasul-Nya menjadi suri teladan terbaik dalam kepemimpinannya. Nabi saw. adalah pemimpin terbaik sepanjang masa, karena Rasulullah selalu memimpin dengan akhlak mulia, adil dan menekankan pentingnya keteladanan.

Meskipun beliau adalah seorang kepala negara, namun beliau hidup sederhana, tidak bergelimang harta. Meskipun beliau adalah seorang panglima, namun beliau adalah panglima yang menyayangi prajurit-pajurit. Tutur katanya lembut, berwibawa dan menyenangkan siapapun yang mendengar. Tatap matanya sejuk dan menentramkan. Setiap kebijakannya selalu dituntun Allah SWT dan tidak ada kebijakan yang menyakiti umat. Kebijakan-kebijakan beliau tidak pernah merugikan satu kelompok atau menguntungkan kelompok yang lain. Semua kebijakan ditetapkan secara adil dan bijaksana.

Sebagai umat Rasulullah, sudah sepatutnya kita menjadikan beliau sebagai figur teladan utama, apapun profesi, pangkat dan jabatan yang kita sandang. Pada dasarnya setiap kita adalah pemimpin. Suami adalah pemimpin dalam rumahtangga. Ibu pemimpin bagi bagi anak-anaknya. Seorang kepala negara adalah pemimpin bagi rakyatnya. Selayaknya kita menjadi figur manusia terbesar sepanjang usia bumi itu menjadi role model dalam kehidupan kita sehari-hari.

Untuk bangkit dari krisis multidimensi saat ini, agaknya Indonesia membutuhkan pemimpin yang berakhlak mulia seperti yang dicontohkan Rasulullah. Kita merindukan pemimpin yang punya hati nurani, hidup sederhana, bukan hidup bergelimang kemewahan ketika rakyat hidup sengsara.

Kita merindukan pemimpin yang adil dan bijaksana, bukan pemimpin otoriter dan sok kuasa. Kita ingin pemimpin yang pro-rakyat, bukan pemimpin yang hanya menjadikan rakyat sebagai pijakan meraih kekuasaan.

Kita merindukan pemimpin yang peduli rakyat, bukan pemimpin yang mementingkan citra politik dan melanggengkan kekuasaanya. Kita merindukan pemimpin yang tutur katanya merupakan pemecah masalah, bukan menjadi sumber masalah. Duh, betapa rindunya kehadiran pemimpin seperti Rasulullah. Wallahu a’lam. ***

Penulis : Dr. A. Rusfidra (Peminat Masalah Leadership, alumnus S3 IPB)

Editor: Fahrul Rozi

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews