Sriwijaya Air SJ182 : Faktor Jatuhnya Pesawat Akhirnya Terungkap

Sriwijaya Air SJ182 : Faktor Jatuhnya Pesawat Akhirnya Terungkap
LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Hampir 2 tahun rahasia penyebab kecelakaan yang pesawat Sriwijaya Air SJ182 di Perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, akhirnya sekarang Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis laporan investigasi akhir ke publik. Kecelakaan Sriwijaya Air SJY182 pada tangal 9 Januari 2021 lalu
Ada beberapa faktor yang membentuk kecelakaan terjadi. Meski demikian, pemeriksaan kecelakaan ini pun masih menyisakan rahasia. Yaitu, tidak terekamnya suara pilot.
KNKT lalu menyimpulkan, pilot tidak memakai headset. Di tambah, adanya gangguan atau noise tinggi 400 Hz mengakibatkan analisis atas bunyi koordinasi pada kokpit pun tak memungkinkan.

Namun dari hasil rekomendasinya KNKT meminta Garuda Maintenance Facility berupa revisi checklist pembacaan CVR, termasuk menambahkan keharusan pemeriksaan kualitas dan durasi gelombang suara pada setiap channel. Di mana sebelumnya d itemukan noise serupa saat pemeriksaan.

“Mereka hanya menyatakan dulu pernah kayak gini, di laporan kita ada. Kalau anda menemukan gini ini lho hasilnya. kok kamu bilang ini bagus? akhirnya GMF bilang sistem di tempat saya akan di benerin. Gitu kasarnya,” kata Nurcahyo.

Investigasi ini di pimpin oleh KNKT, di bantu negara perancang dan pembuat pesawat (Amerika Serikat) yang di wakili National Transportation Safety Board (NTSB), dan di bantu oleh Federal Aviation Administration (FAA) Boeing dan General Electric. Serta Singapura dari Transport Safety Investigation Bureau (TSIB) dan Inggris Air Accident Investigation Branch.

“Ini dugaan kita, kenapa kita konfiden begitu. Normalnya terbang pakai headset supaya suaranya terdengar pilot yang lain, sebab berisik di sana,” kata Investigator KNKT Ony Soerjo Wibowo dalam sidang persnya, Jumat 11 November 2022.

Berikut Beberapa Faktor yang Menjadi Terjadinya Kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air SJ 182:

  1. Tahapan perbaikan sistem autothrottle yang sudah di lakukan belum mencapai bagian mekanikal.
  2. Thrust lever kanan tidak mundur sesuai permintaan autopilot karena hambatan di sistem mekanikal sehingga thrust lever kiri mengkompensasi dengan terus berkiprah mundur sehingga terjadi asymmetry.
  3. Keterlambatan CTSM untuk menonaktifkan autothrottle pada saat asymmetry di sebabkan karena flight spoiler memberikan nilai yang lebih rendah, membuahkan pada asymmetry yg semakin besar.
  4. Complacency di otomatisasi dan confirmation bias mungkin sudah mengakibatkan kurangnya monitoring sehingga tidak di sadari adanya asymmetry dan penyimpangan arah penerbangan.
  5. Pesawat berbelok ke kiri asal yg seharusnya ke kanan, sementara itu kemudi miring ke kanan dan kurangnya monitoring mungkin sudah menyebabkan perkiraan pesawat berbelok ke kanan sehingga tindakan pemulihan tidak sinkron.
  6. Belum adanya aturan dan panduan tentang  Upset Prevention and Recovery pelatihan (UPRT) memengaruhi proses pelatihan sang maskapai buat mengklaim kemampuan dan pengetahuan pilot dalam mencegah serta memulihkan (recovery) syarat upset secara efektif serta tepat ketika.

EDITOR : Fahrul Rozi

Penulis : M.Amrin Hakim

 

 

 

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews