Puisi-puisi Karya Musa Ismail (Bag. 2)

Sebilah Keris

Bismillah,
Sebilah keris dalam benak kita
Menikam bahasa
Kata-kata terhunus di pojok sajak
Jalan sunyi semakin senyap
Harum merah merebak sekujur badan

Sirr di ceruk kalbu, kata Emak
Tersimpan kebenaran sebenarnya
Senjata hak, menikam kebatilan
Rahasia Tuhan di balik tiang cahaya

Lekuk tajam bersepuh kasturi
Bukan keramat, tapi pusaka jati
Menyayat nista pada benak dan kalbu
Tajam dalam kilau keniscayaan Melayu

Sebilah keris dalam rahasia kalbu
Mencungkil kesombongan dari musuh-musuh nyata
Garis-garis luka menganga
Membasuh hati, pengobat jiwa
Bagai Hang Tuah setia amanah

Sebilah keris kebesaran Sultan Melayu
Kedaulatan menyatu dalam benak-kalbu
Mengayuh negeri dalam satu perahu
Mengabah tuju pada Yang Satu
Memagar kebun-kebun di tanah bertuah

Sebilah keris di tangan kita
Tikam!
Penjajah berdarah menyerah
Pengkhianat mayat tamat
Pendurhaka luka matapetaka
Pembisik terusik tak berisik

Tikam!
Sebilah keris menancap
Laksana Tuah menikam Jebat

Alhamdulillah.
Bengkalis, Kamis, 14 Jumadil Awal 1444 / 08 Desember 2022

Oligarki

Bismillah,
Jangan coba-coba melangkah
Kau akan dijegal serakah
Batu-batu tajam istana
menghantam hingga ke bawah

Siasat apa lagi yang dimainkan
Bersembunyi di balik dinding istana
Berbincang miang di meja penuh hidangan
Terbahak-bahak ingin kembali berkuasa

Semakin kokoh melangkah
Batu penjegal kian besar
menghadang jangan sampai ke tujuan

Indonesia memang madu
Semua ingin mereguknya
sambil cekikikan di kursi istana
Ingin berkuasa selamanya

Mari ambil palu
Pecahkan batu-batu jegal itu
Jadikan dia peluru tangan
melayang menghantam dinding kuasa

Alhamdulillah.
Bengkalis, Jumat, 17 Zulkaidah 1443/17 Juni 2022

 

Hujan Batu (Nasihat Diri)

Bismillah,
Hujan
Batu dosa
Batu kafir
Batu kemaluan
Batu lampau
Batu badai
Batu angin

Hujan
Batu siksa
Batu tanah terbakar
Batu tanda tuhan
Batu zalim

Hujan
Batu fahisyah
Batu maksiat
Batu syahwat
Batu khamar
Batu judi
Batu kering
Batu kematian

Hujan
Batu riya
Batu buta
Batu debu
Batu gunung

Terlempar ke batu yang neraka!
Subhanallah!

Alhamdulillah.
Rumah puisi, Rabu, 27 Ramadan 1441 H / 20 Mei 2020

 

Nasihat Diri: Kabut

Bismillah,
Hari-hari berkabut
Pulau-pulau semput
Matahari nangis
Mata keruh kita pedih
Hutan-hutan dihangkut kabut
berapi mengepul dalam gambut

Orang serakah terus berebut maut
Memancing kabut dalam diri sendiri
Melempar joran dari hutan-hutan
Menjadikan api sebagai umpan

Harihari takut
Hatihati kecut
Hati kita berkabut

Allah, angkatlah kabut dari diriku.

Alhamdulillah.
Selat Bengkalis, 04 Zulhijah 1440/05 Agustus 2019

Mahkota Sultan
~Nasihat Diri

Bismillah,
Sekiranya aku adalah Sultan
Hatiku tahu membedakan kebenaran dan kesalahan
Merenung bejana air mata di ruang raung rakyat jelata
menyulam keluh-kesah jadi senyuman
tidak dari dedaunan pintu dan tingkap istana
tapi, rasa sengsara di hati beta.

Sekiranya aku adalah Sultan
Ilmu agama sagang utama
tempat bersandar segala ilmu dunia
Di situ kebenaran akan sempurna
Bimbingan Allah Taala selalu menjelma

Sekiranya aku adalah Sultan
Para menteriku orang benar
Orang patut didudukkan
Orang patut ditengahkan
Kalau bicara, yang penting saja
Perangainya bagai batu mulia

Sekiranya aku adalah Sultan
Bukan sekedar tampan rupa
Pekerti mulia paling utama
Pemurah menyatu darah
dikasihi-dihormati jelata

Sekiranya aku adalah Sultan
Jasa orang tua tak ’kan lupa
Tahu membalas budi pada siapa
bagai kacang tak lupa akan kulitnya
Berani dalam kebenaran setiap masa

Sekiranya aku adalah Sultan
Cukup makan, cukup tidur
Tidak lalai ke tengah balai
Berfoya-foya tidak sesuai
Bermain perempuan tidak sepadan

Alhamdulillah.
(Bengkalis, bilik puisi, Rabu, 07 Syaban 1441 H / 01 Maret 2020)

——————
Musa Ismail, lahir di Pulau Buru Karimun, Kepulauan Riau, 14 Maret 1971. Karyanya adalah kumpulan cerpen “Sebuah Kesaksian” (2002), esai sastra-budaya “Membela Marwah Melayu” (2007), novel “Tangisan Batang Pudu” (2008), kumpulan cerpen “Tuan Presiden, Keranda, dan Kapal Sabut” (2009), kumpulan cerpen “Hikayat Kampung Asap” (2010), novel “Lautan Rindu” (2010), kumpulan cerpen “Surga yang Terkunci” (2015), dan novel Demi Masa (2017). Pernah meraih Anugerah Sagang kategori buku pilihan (2010) dan peraih Anugerah Pemangku Prestasi Seni Disbudpar Provinsi Riau (2012). Puisi-puisinya terjalin dalam beberapa antologi karya pilihan harian Riau Pos, antologi “Setanggi Junjungan” (FAM Publishing, 2016), antologi puisi HPI “Menderas sampai ke Siak” (2017), “Mufakat Air” (2017), Jejak Air Mata: Dari Sitture ke Kuala Langsa (Jakarta, 2017), Mengunyah Geram: Seratus Puisi Melawan Korupsi (Jakarta, 2017), Dara dan Azab (Malaysia, 2017), Kunanti di Kampar Kiri (Pekanbaru, 2018), Jazirah (Tanjungpinang, 2018). Kumpulan puisi perdananya bertajuk Tak Malu Kita Jadi Melayu (TareBooks, 2019). Pada 2019 juga, terbit bukunya berjudul Guru Hebat (Tarebooks). Pada 2020, terbit buku esainya yang berjudul Perjalanan Kelekatu ke Republik Jangkrik (Tarebooks, 2020) dan novel Sumbang (dotplus, 2020). Dia masih terus belajar menulis. *

Baca : Puisi-puisi Karya Musa Ismail

*** Laman Cerpen terbit setiap hari Minggu dan menghadirkan tulisan-tulisan menarik bersama penulis muda hingga profesional. Silakan mengirim cerpen pribadi, serta terjemahan dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected]. Semua karya yang dikirim merupakan tanggunjawab penuh penulis, bukan dari hasil plagiat,- [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews