LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Ketua Harian Ikatan Keluarga Minang (IKM) Andre Rosiade beberapa hari lalu buka suara dan membuat klarifikasi terkait lisensi untuk rumah makan Padang. Pernyataan Andre terkait dengan razia sejumlah rumah makan Padang yang dimiliki bukan orang asli Padang ternyata justru memicu seruan boikot.
Pada klarifikasinya, Andre mengaku tak membenarkan jika ada yang melarang orang bukan asli Padang mendirikan rumah makan Padang.
“Saya ingin menyampaikan hal itu tidak benar dan juga tidak boleh hal itu terjadi karena sekali lagi bahwa hak setiap warga negara untuk boleh berjualan nasi Padang karena nasi Padang sudah menjadi kekayaan kuliner khas Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Andre di akun X @IKMpusat pada 31 Oktober 2024.
Anggota DPR RI Fraksi Gerindra itu menyebut tak wajib bagi rumah makan Padang untuk memiliki lisensi dari IKM. Lisensi itu menurut Andre dilakukan untuk menjaga cita rasa masakan khas Padang, Sumatera Barat.
“Yang kedua adalah mengenai isu soal lisensi restoran Padang yang dikeluarkan oleh IKM. Lisensi itu dikeluarkan oleh IKM, pertama, tidak dipungut bayaran,” terangnya.
“Lisensi itu dalam rangka untuk memastikan cita rasa, cita rasa bahwa masakan Padang itu sesuai dengan ciri khas rasa Padangnya,” sambung ayah dari Azizah Salsha sekaligus ayah mertua Pratama Arhan ini. Pernyataan IKM yang diwakili Andre tersebut sontak mengundang berbagai respons warganet.
Banyak warganet yang justru menyerukan boikot untuk restoran Padang yang berlisensi IKM. Unggahan itu pun viral dan sampai berita ini ditulis sudah dilihat lebih dari 4,2 juta kali.
“Jangan makan di Warung Padang yang ada stiker ini,” komentar seorang warganet.
“Setuju boikot saja, mulai detik ini ga bakal beli masakan padang apalagi yg pake stiker lisensi. Terlalu angkuh rasis,” tulis warganet lain.
“Bukan nya hal2 kek gitu justru bisa memperburuk citra Minang sndiri? Seolah2 org Minang ni arogan kerna merasa masakan mrka aj yg paling berkualitas di NKRI ini,” protes pengguna lainnya.
“Anda bisa sweeping, publik bisa boikot. Ngga usah lah kotak2an soal makanan. Kalo enak juga balik kok…,” sahut warganet yang lain.
“Pindah tempat makan yang ngga ada stikernya, biar nggak kebiasaan ormas gini betingkah. kayak padang punya bapaknya aja,” ujar warganet lain.
“Masalah persaingan harga saja kalian ributin. Di Sumatra & kepri juga banyak warung Padang harga 12000. Tapi kenapa cuma di Cirebon aja yang di sweeping? Kalah bersaing=persekusi. Cemen kalian,” timpal warganet lainnya.
IKM atau Ikatan Keluarga Minang adalah organisasi kemasyarakatan berbadan hukum yang tersebar ke seluruh negeri. Saat ini, tercatat bahwa ketua harian IKM adalah Andre Rosiade. Sementara itu, ketua umum IKM adalah Fadli Zon yang kini menjabat sebagai Menteri Kebudayaan RI.
Dalam laman resminya juga tercantum ada nama Dr Effendi Ghazali sebagai Ketua Dewan Pakar dan jurnalis senior Karni Ilyas sebagai Ketua Dewan Penasihat. Mereka juga menuliskan klarifikasi tentang razia rumah makan Padang di Cirebon, Jawa Barat, pada akhir Oktober lalu.
Menurut Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Keluarga Minangkabau (DPP IKM) dalam pernyataan di laman resminya, 30 Oktober 2024, mereka sudah menelusuri berita tersebut ke bawah dan meminta keterangan dari kepengurusan IKM di Cirebon.
“Kami mencoba meluruskan berita yang sebenarnya terjadi di lapangan. Pembukaan merek masakan Padang tersebut sebenarnya sudah dimusyawarahkan dengan pemilik warung. Sudah ada kesepakatan untuk merek tersebut diganti nama dan pembukaan merek pun bersama-sama dengan pemilik warung tersebut,” tulis keterangan tersebut.
Mereka menyambung, berita yang ada di media sosial jauh berbeda dengan kondisi kejadian di lapangan. Di lapangan sebenarnya tidak terjadi apa apa, semua keadaan kondusif karena pemberitaan akhir-akhir ini sangat masif dan orang-orang yang tidak kompeten ikut berbicara akhirnya menambah kisruh pemberitaan tersebut.
Ada beberapa berita yang menyebutkan adanya pembukaan merek masakan Padang dikarenakan persaingan antar pedagang rumah makan masakan Padang dan/atau persaingan harga yang sangat menolok yang ditulis serba Rp8 ribu atau serba Rp10 ribu. Tidak sehatnya persaingan harga diantara pedagang rumah makan masakan Padang.
“Sebenarnya sesama pedagang masakan padang sudah bermusyawarah dan bermufakat untuk persamaan harga yang tidak boleh mencolok supaya menjaga efektivitas persaingan yang sehat,” tulisnya lagi.
Saat ini, organisasi IKM sedang giat-giatnya menggalakan pemasangan lisensi rumah makan masakan Padang atau masakan Minang yang asli. Ini merupakan bagian dari program IKM guna mengetahui mana saja rumah makan masakan Minang yang asli dan mana yang tidak itu berdasarkan rasa dan keautentikan masakannya.
Maka dari itu IKM sebagai organisasi perantau Minang memberikan lisensi kepada rumah makan Masakan Padang yang sesuai dengan spesifikasinya. Pemasangan lisensi tersebut juga tidak dipungut biaya.
“Hal ini bisa menjadi pelajaran bagi kita bersama supaya kita saling menghargai dan saling menjaga kekompakan untuk pelaku usaha dan organisasi masing-masing guna menciptakan suasana yang aman dan tenang,” tutup pernyataan tersebut.
Selain lisensi, sebagaimana telah disinggung, media sosial juga dihebohkan razia rumah makan Padang oleh Perhimpunan Rumah Rumah Makan Padang Cirebon (PRMPC). Ormas PRMPC menghapus label masakan Padang pada rumah makan tersebut karena menjual dagangan dengan harga murah.
Ketua PRMPC Erianto melalui akun Facebook-nya menyebut bahwa pihaknya tidak melarang masyarakat non-Minang menjual Nasi Padang. Tapi, ia meminta kerja sama pemilik rumah makan agar label “murah” dan “harga Rp10 ribu” tidak dijadikan sebagai alat promosi.
“Kalau yang bersangkutan menolak, ya kita tentu sebagai komunitas Minang wajar merasa keberatan,” katanya dalam unggahan yang dibagikan Selasa, 29 Oktober 2024. Ia mengatakan bahwa sudah ada 20 Rumah Makan Padang di Cirebon dengan harga murah.
Tapi, tempat makan tersebut dimiliki orang non-Minang, yaitu warga dari Yogyakarta. Secara gamblang, PRMPC menentang penjualan menu dengan harga murah, karena dinilai dapat merendahkan citra kuliner asal Minang tersebut. ***