Setya Novanto Dituntut Hukuman Penjara 16 Tahun dan Denda Rp1 Miliar

LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Setya Novanto 16 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP. Novanto juga dituntut membayar denda Rp1 miliar.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Setya Novanto 16 tahun penjara dan pidana denda Rp1 miliar,” kata jaksa dalam amar tuntutannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (29/3).

Jaksa juga menuntut agar terdakwa mengembalikan uang USD 7,3 juta dari proyek e-KTP yang sudah diterimanya.

Jaksa menuntut agar majelis hakim memutuskan bahwa Novanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Jaksa juga meminta hakim menolak permohonan justice collaborator dari Novanto, karena terdakwa disimpulkan tak memenuhi kualifikasi menjadi JC.

Hal yang memberatkan terdakwa, menurut jaksa di antaranya adalah perbuatannya tak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, merugikan negara dengan nilai yang sangat besar serta tak kooperatif.

Hal meringankan di antaranya belum pernah dihukum dan bersikap sopan serta menyesali perbuatannya.

Jaksa KPK secara bergantian membacakan berkas tuntutan dalam sidang yang dipimpin Hakim Tipikor Yanto. Novanto duduk di kursi pesakitan menyimak isi tuntutan. Sesekali ia menguap dan terpejam.

Pengunjung memenuhi ruang sidang di antaranya terlihat Idrus Marham, Agung Laksono, Yahya Zaini serta sejawat dan keluarga Setnov.

Dalam penuntutan, jaksa menyatakan bahwa terdakwa telah menyalahkan kewenangannya sebagai anggota DPR RI yang hanya berfungsi untuk pengawasan, namun telah ikut melakukan tindak pidana yang didakwakan.

Berdasarkan fakta terungkap di persidangan, jaksa mengungkapkan bahwa Setya Novanto telah bersekongkol dengan terdakwa lain melakukan korupsi dalam proyek e-KTP.

Setnov dinyatakan memainkan pengaruhnya untuk menggolkan anggaran dan mengintervensi agar lelang proyek e-KTP dimenangkan oleh konsorsium. Atas perannya ia mendapatkan imbalan.

Novanto yang saat itu menjabat ketua Fraksi Golkar di DPR RI beberapa kali melakukan pertemuan dengan berbagai pihak untuk meloloskan proyek e-KTP.

Di antaranya di Hotel Grand Melia, Jakarta bersama Andi Narogong, Irman, Diah Anggraini. Novanto menyatakan dukungannya terhadap proyek e-KTP.

Andi Narogong yang memanggil Setnov sebagai ‘Babeh’ mengajak terdakwa karena “dipandang sebagai kunci keberhasilan pembahasan anggaran proyek KTP elektronik.”

Pada akhir April 2010, Novanto ikut memperkenalkan Andi Narogong selaku pengusaha ke Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap. Andi Narogong bersedia memberikan uang kepada Komisi II dan pejabat Kemendagri untuk memperlancar pembahasan anggaran e-KTP.

Novanto diberikan komitmen fee 5 persen dari nilai proyek itu. Andi Narogong menyamarkan pemberian dengan istilah muatan.

Menurut jaksa Setya Novanto menerima USD7,3 juta dari proyek e-KTP. Kemudian dapat jam tangan merk Richard Mille dari Andi Narogong dan Johannes Marliem. Saat KPK menyidik kasus tersebut, jam mewah kemudian dikembalikan.

Menurut jaksa, metode korupsi Setya Novanto tergolong baru. Uang haram dari proyek itu mengalir hingga keenam negara yakni Indonesia, Amerika Serikat, Mauritius, India, Singapura dan Hongkong.

“Metode-metode baru untuk mengalirkan uang hasil kejahatan dari luar negeri tanpa melalui sistem perbankan ‎nasional, sehingga terhindar dari deteksi pengawas otoritas keuangan di Indonesia,” ujarnya.

“Untuk itu tidak berlebihan rasanya jika penuntut umum menyimpulkan inilah korupsi bercitarasa tindak pidana pencucian uang,” tukas Jaksa KPK, Irene.‎

Setya Novanto di sidang sebelumnya membantah menerima uang dan menyalahgunakan wewenang. Tapi, jaksa KPK berpendapat bantahan mantan ketua DPR RI tersebut tak mendasar dan hanya untuk menghindari tanggung jawab.

Jaksa juga menyebutkan Setya Novanto sempat meminta bantuan Partai Demokrat agar dirinya bebas dari jeratan hukum dan menyiapkan uang Rp20 miliar untuk menyuap KPK. (okz)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *