LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Pengembangan kasus yang menjerat anggota DPR RI Komisi VI, Bowo Sidik Pangarso (BSP), tampaknya turut pula menyeret nama politikus Partai Demokrat, Muhammad Nasir.
Bahkan, pada Sabtu (4/5/2019) silam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan ruangan M Nasir, yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR itu. Hal tersebut dilakukan KPK dalam rangka penyidikan kasus dugaan gratifikasi yang diterima BSP.
Penggeledahan dilakukan lantaran KPK mengendus BSP menerima gratifikasi terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK), Kabupaten Meranti, Provinsi Riau. “Ruangan yang digeledah adalah ruangan anggota DPR RI, M Nasir,” kata juru bicara KPK, Febri Diansyah.
Febri mengatakan, penggeledahan ruang kerja adik kandung terpidana korupsi Muhammad Nazaruddin itu berlangsung sejak pukul 11.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB. Penggeledahan untuk memverifikasi informasi dugaan sumber dana gratifikasi pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diterima BSP.
Kendati demikian, pada saat itu penyidik KPK tidak menyita barang bukti dari penggeledahan tersebut.
Terkait penggeledahan, DPP Partai Demokrat meyakini M Nasir tak terlibat. M Nasir juga telah menyampaikan klarifikasi ke fraksi maupun ke DPP Demokrat. Kepada partai, M Nasir mengaku tak pernah merasa terlibat dengan kasus yang menjerat BSP.
“Tidak ditemukan bukti-bukti, sehingga dengan demikian kami dari Partai Demokrat menganggap saudara M Nasir sampai saat ini bersih, clear, dan tidak terlibat dengan masalah tindak pidana korupsi apapun,” kata Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean kepada awak media.
Sebelum terseret di pusaran kasus dugaan gratifikasi Bowo Sidik Pangarso, Muhammad Nasir ini juga pernah diperiksa untuk kasus korupsi di KPK pada tahun 2o11. Kala itu, ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang menjerat istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni.
Dalam kasus PLTS, M Nasir hanya sebatas saksi. Sementara, kakak iparnya Neneng, sudah divonis penjara selama 6 tahun dan uang pengganti Rp 2,6 miliar.
Nasir dan Karier Politiknya
Muhammad Nasir dikenal sebagai adik dari eks Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazarudin, terpidana kasus suap Wisma Atlet.
M Nasir pertama kali bergabung sebagai kader Partai Demokrat pada tahun 2004. Sebelumnya, ia merupakan pengusaha dan aktif di asosiasi industri perkebunan dan peternakan.
Saat pertama kali bergabung ke Demokrat, M Nasir dipercaya untuk menjabat sebagai Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Demokrat Provinsi Riau (2004-2009).
Karir politik M Nasir semakin moncer. Di tahun 2009, ia diangkat menjadi Ketua Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi DPP Partai Demokrat hingga 2012.
Di tahun 2009 pula, M Nasir maju dalam Pileg melalui Dapil Riau II dan terpilih menjadi anggota DPR periode 2009-2014. Saat itu ia duduk di Komisi IX DPR yang membidangi tenaga kerja dan transmigrasi.
Dalam Pileg 2014, M Nasir kembali mencalonkan diri di Dapil yang sama. Ia terpilih lagi setelah memperoleh 48,906 suara. Pada masa tugas 2014-2019, M Nasir ditempatkan di Komisi VII yang membidangi energi, sumber daya energi, dan lingkungan hidup.
Pada 24 Juli 2018 ia dilantik menjadi Wakil Ketua Komisi VII menggantikan Herman Khaeron yang menjadi Wakil Ketua Komisi II.
M Nasir yang tampil dalam film dokumenter Sexy Killers, pada Pileg 2019 barusan, untuk ketiga kalinya maju melalui Partai Demokrat di Dapil yang masih sama, Riau II.
Dengan perolehan 42.433 suara, lagi-lagi M Nasir melenggang ke Senayan mengalahkan rival politik dari partainya sendiri yang cukup punya nama di Riau, seperti Rahmad Jevari Juniardo alias Ardo, putra mantan Bupati Kampar dua periode, Jefry Noer. (red/knc)