LAMR akan Berikan Gelar Adat Istimewa Kepada Almarhum Arifin Achmad

LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) akan menganugerahkan gelar adat istimewa kepada mantan Gubernur Riau almarhum Brigjen TNI (Purn) H Arifin Achmad.

Almarhum semasa hidupnya dinilai luar biasa, bukan saja membangun Riau, tetapi secara khusus meletakkan pemikiran kembali ihwal adat Melayu Riau. Malah, pikirannya melampaui zaman yang sampai sekarang masih bisa dinikmati khususnya dalam pembangunan masyarakat adat.

Untuk niat itu, hari Senin 3 Agustus 2020, belasan pemuka adat dari LAMR melakukan peminangan berkaitan dengan anugerah gelar adat tersebut, di rumah anak dari adik bungsu almarhum Hayati (74).

“Ini salah satu rangkaian sebelum penabalan anugerah adat itu sendiri dilakukan. Sebelumnya, selain rapat-rapat, kita telah merisik,” kata Ketua Pantia Anugerah Gelar Adat Istimewa Melayu Riau kepada Arifin Ahmad, Datuk Drs. Raja Yoserizal Zen, M.Sn.

Menurut Yose, lamaran dilaksanakan di rumah kediaman adik bungsu almarhum karena ahli waris yang bersangkutan berada di Jakarta dan Australia, yang amat terbatas dikunjungi dalam situasi pandemi sekarang.

“Alhamdulillah, ahli waris dan keluarga besar Datuk Seri Arifin Achmad telah menerima lamaran ini baik lisan maupun tertulis,” ujar  Datuk Yose.

Penabalan Anugerah Gelar Adat Istimewa Masyarakat Adat Melayu Riau kepada Almarhum Brigjen TNI (Purn) H. Arifin Achmad, akan dilaksanakan hari Sabtu 8 Agustus 2020. Selain tatap muka sekitar 50 orang dengan mengikuti protokol kesehatan, acara ini juga dilaksanakan secara virtual.

Mendahului PBB
Lahir di Bagansiapi-api tahun 1924 dan meninggal tahun 1994, Arifin Achmad adalah sosok Gubernur Riau dengan periode terlama memimpin daerah ini, yakni 1966-1978. Berbagai kemajuan dicapainya secara luar biasa di tengah kondisi daerah dan nasional belum stabil.

Dia memiliki tiga anak dari perkawinan dengan Martha Lena, yakni Joycelyn Darmajanti, almarhumah Dr.dr. Rossalyn Sandra Andrisa SpM.MEpid, dan Saihatu Saniah SS.

Salah seorang pengarah kegiatan ini, Drs H. Taufik Ikram Jamil, M.Ikom, mengatakan, almarhum Brigjen TNI (Purn) H. Arifin Achmad, sudah berpikir bahwa posisi adat sangat penting dalam pembangunan manusia yang tidak bisa hanya dibina dengan material.

“Bandingkan kenyataan ini dengan pernyataan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang baru memposisikan adat pada tahun 1997 atau 27 tahun setelah almarhum Brigjen TNI (Purn) H. Arifin Achmad mencetuskan Lembaga Adat Daerah Riau,” kata Taufik.

Melalui Lembaga Adat Daerah Riau yang kemudian bernama Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), almarhum meminta berbagai pemikiran, bahkan mengambil langkah nyata dalam berbagai pembangunan seperti berdirinya anjungan Riau di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta, inventariasi adat pernikahan, pakaian, dan etika Melayu.

Dia mengingatkan bahwa keragaman adat di Riau sebagai suatu keniscayaan yang merupakan kekayaan tersendiri. Dari sistem kekerabatan saja misalnya, daerah ini tidak saja menganut patrilineal, tetapi juga materilineal, yang justeru saling mengisi.

Tak pelak juga kalau dari awal, lembaga ini menganut sistem konferadasi—otonomi adat. Memang demikianlah sifat kebudayaan, tidak pernah memusat, tetapi justeru memberi aksentuasi tindakan berdasarkan muatan tempatan.

Dengan demikian, adat juga adalah sesuatu yang tidak membatu, membeku, apalagi kematu. Adat akan dinamis, apalagi adat Melayu Riau yang senantiasa membuka diri pada perubahan, selain pada adat sebenar adat karena landasannya tidak akan berubah yakni al-Qur’an dan hadist nabi Muhammad SAW. Oleh karenanya pulalah, kita masih bisa menikmati adat dan membicangkannya sampai sekarang dan bila-bila masa saja.

Berasal dari kata Sanskerta yakni Datu dengan makna orang yang mulia, bahkan dapat bermakna sama dengan raja, posisi Datuk dalam masyarakat di Riau pesisir maupun daratan, hampir sama. Perbedaannya hanya sedikit yakni melalui musyawarah para Datuk, seorang Datuk dapat jadi pemimpin atau penguasa utama pada suatu kelompok tertentu di Riau daratan.

Tidak demikian halnya di Riau pesisir, tidak sampai pada peneraju utama kekuasaan, paling-paling sebagai memegang kuasa untuk sementara seperti pernah terjadi di Kerajaan Siak Sri Inderapura.

Cuma baik di Riau pesisir maupun Riau daratan, sama-sama menempatkan datuk sebagai orang mulia atau dalam bahasa tempatan disebut sebagai orang patut karena kemampuan dan pengabdiannya kepada masyarakat. ***

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *