Fragmen Kalender Sunyi
wajahmu di kalender
menempel pada tembok sunyi
amat sunyi
peristiwa demi peristiwa telah berdebu
— perjalanan panjang mewarnai sejarahmu
kerut
letih
harapan
dalam setiap kata
berpadu
rahasia
tak terbaca
mimpimu
bergegas menyambut ketukan pintu
: tak tahu siapa yang datang padamu
— kalender melepas ke lantai
wajah fanamu
melebur dalam aroma tanah
di ruang tamu
Tembilahan, Negeri Seribu Parit, 2012
Aku Mati
Aku mati, tertusuk duri mawarmu
mati berkali-kali
Kematian karena cinta,
tak ada pedih, tak pernah perih
Aku mati, memandangmu
begitu dekat di ukung retina
Lalu apa lagikah yang bergetar,
tetaplah berpagut pada dada
Semua harus menunggu,
pesanmu jadi batu nisanku
Tembilahan, Negeri Seribu Parit, 2017
Rutinitas di Sebuah Plaza
Aku terjebak antata etalase plaza
Orang-orang mengejar waktu
berlariah ke sana ke sini
“Maaf di sini tak ada tawar menawar”
Harga sudah pas. Seorang kakek
menukar tongkatnya dengan sebungkus
basa-basi sekedar tegur sapa
Aku terjebak antara etalase plaza
Sunar lampu saling menyilang silang
Kantong bajuku menggigil kedinginan
“Discon 99%”
Rutinitas berjalan tanpa kepala
tanpa mata
Seorang nenek mengutip bayangannya sendiri
Tersenyum padaku
:Mari kita kembali kerumah sunyi, katanya
Aku pun menukar doa
Dalam setiap amin
Mari Kita Terjemahkan
Mari kita terjemahkan malam sebagai cahaya
Sebab terang jadi bermakna setelah kelam
Mari kita terjemahkan malam sebagai suka
Sebab bahagia bisa dirasa setelah duka
Mari kita terjemahkan malam sebagai salam
Sebab gapai dapat diraba bila saatnya sampai
Mari kita terjemahkan malam sebagai kasih
Sebab rindu dapat gelora bila syahdu
Mari kita terjemahkan malam sebagai hidup
Sebab jasad dapat bermakna beriring jiwa
Mari kita terjemahkan malam sebagai sajak
Sebab kalam dapat bermakna beruntai kata
*) Disadur dari buku 999 sehimpun puisi penyair riau
————————
Hafney Maulana, lahir 1965 di Sungai Luar, Indragiri Hilir, Riau. Puisinya telah dimuat diberbagai media massa daerah majpun nasional dan berbagai antologi antara lain: Antologi Puisi Penyair Abad 21 (Balai Pustaka Jakarta 1996), Antologi Puisi Indonesia 1997 (KSI dan Angkasa Bandung, 1997), Amsal sebuah Patung (Yayasan Gunungan, Yogyakarta 1997), Antologi Puisi Makam (pusat Pengkajian Bahasa dan Kebudayaan Melayu, Universitas Riau, Pekanbaru 1999), Antologi Puisi Jazirah Luka (Unri Pres Pekanbaru 1999), Air Mata 1824 (Yayasan Pusaka Riau, Pekanbaru 2000), Resonasi Indonesia – Puisi dua bahasa Indonesia dan Mandarin (KSI, Jakarta 2000), Asia Throug Asian Eyes (CD-ROOM, Currikun Corporation, Australia 2001), Dari Raja Ali Haji Ke Indragiri (Panggung Melayu, Jakarta 2008), Melautkan Aksara Dalam Perahu Kata (Dinas Kebudayaan Kesenian dan Pariwisata Provinsi Riau, 2005), Menjaring Cakrawala (Komunikasi Puitik Dunia Maya: Penerbit Wahana Jaya Abadi, Bandung 2010), Akulah Musi (Antologi Puisi Pertemuan Penyair Nusantara. V, Palembang, 2011), Antologi Serumpun (Dinas Kebudayaan Kesenian dan Pariwisata Provinsi Riau, 2012), Sauk Seloka (Bunga Rampai Puisi Pertemuan Penyair Nusantara VI) Jambi 2012, Antologi Puisi Dua Bahasa enam Negara “Secangkir Kopi” (The Gayo Intitute, Aceh, 2013), Antologi Puisi “Serumpun” bersama penyair Brunei Darussalam, Malaysia, Indonesia, Singapura dan lain sebagainya. *
Baca : Puisi-puisi Klasik Karya Amir Hamzah