Opini  

OPINI: Membangkit Batang Terendam Melalui Lagu

Afrinaldy Rustam

Oleh: Afrinaldy Rustam
Mahasiswa Program Doktor Studi Kebijakan Unand Padang

PENYANYI asal Rokan Hulu bernama Mardon berhasil membawakan lagu Melayu hingga tingkat Nasional. Ia tampil dalam ajang mencari bakat di stasiun televisi Indosiar.

Adapun lagi yang dibawakannya adalah lagu dengan judul Fatwa Pujangga memiliki arti yang mendalam bagi masyarakat yang menjunjung tinggi adat budaya Melayu, Provinsi Riau.

Melalaui lagu Fatwa Pujangga ini bisa membangkitkan batang tarandam. Karena Melayu kembali dikenalkan kepada masyarakat secara luas, melalui lagu yang dibawakan Mardon.

Lagu Fatwa Pujangga punya cerita dramatis dan cukup menyentuh. Cerita bermula ketika Said Effendi (SE), penyanyi Melayu legendaris era 1960-an menerima berkarung-karung surat dari penggemarnya.

Surat-surat itu berisi pujian, sanjungan, sebagian lain memuji kepiawaiannya dalam menulis lagu, serta berbagai bentuk ungkapan kekaguman dari para penggemarnya kala itu. Dari kejadian ini SE kemudian menulis lirik lagu:

Tlah kutrima, suratmu nan lalu
Penuh sanjungan kata merayu
Syair dan pantun tersusun indah sayang
Bagaikan madah fatwa pujangga

Pada watu itu, pantun biasa digunakann sebagai sarana pengungkap isi hati. Syair-syair lagu, tak terkecuali lagu-lagu SE setia memakai format bait empat-empat, dengan persamaan bunyi diujungnya.
Tidak heran, jika SE lalu mengasosiasikan surat berisi pantun yang dikirim penggemarnya itu dengan sabda alias fatwa para pujangga, yang juga lazim memakai format puisi.

Namun SE menghadapi kendala ketika akan membalas surat sang penggemar. Sang penulis surat ternyata tidak mencantumkan alamatnya.

Entah mengapa, ia seolah-olah lupa atau mungkin juga sengaja mengirimkan “surat kaleng” kepada sang biduan idolanya.
Tinggallah SE dengan segala kegalauan hatinya, kesedihan mendalam, karena surat itu berisi kekaguman sang pengirim kepada suara emas sang biduan.

Sebagaimana orang timur lazimnya, adalah wajib mengucapkan terima kasih atas pujian yang diterima. Begitu juga Said Effendi merasa harus membalas surat itu, bagaimanapun caranya. Akhirnya lahirlah lagu Fatwa Pujangga sebagai balasan atau risalah yang tidak tahu harus dikirimkan kemana.

Tapi sayang sayang sayang
Seribu kali sayang
Ke manakah risalahku
kualamatkan

Terimalah jawapanku ini
Hanyalah doa restu Ilahi
Moga lah Dik kau tak putus asa, sayang
Pasti kelak kita kan berjumpa

Demikianlah SE, sang superstar pada masanya tetap rendah hati berusaha membalas surat-surat dari penggemarnya.
Sedangkan Fatwa Pujangga telah mengangkat nama SE sebagai biduan pop Melayu yang dikagumi, tidak hanya di Indonesia, tapi sampai ke seantero negeri tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Brunei Darrussalam.

Bagi masyarakat rumpun Melayu di rantau tersebut, nama SE menjadi semakin harum semenjak Fatwa Pujangga ramai diperdengarkan.

Hingga saat ini, lagu Fatwa Pujangga telah direkam ulang oleh SE, serta dipopulerkan kembali oleh beberapa orang penyanyi seperti Victor Hutabarat, Dewi Yull, dan yang terbaru dikemas dalam sekuel Laskar Pelangi berjudul Sang Pemimpi.

Siapa Said Effendi?

Said Effendi menjadi pujaan khalayak sekitar tahun 1950-an, ketika irama Melayu-Deli merajai pasaran musik. Said Effendi menerima berkarung-karung surat dari penggemarnya.

Tahun 1960-an ia berhasil mengembalikan supremasi supremasi irama Melayu dari Malaysia ke Indonesia.
Orang akan tertegun, jika mendengar suaranya berkumandang di radio atau piringan hitam, tinggi, lengking, dan padat, tanpa kehilangan kelenturannya.

Terutama setelah menyanyikan lagu Seroja ciptaan Husein Bawafie, Said Effendi mengecap masa keemasan.
Sering disangka sebagai anak Medan apalagi menilik gaya bicaranya sehari-hari. Said Effendi lahir di Besuki, Jawa Timur, dari suku Madura.
Ketika RRI mencari penyanyi untuk Orkes Studio Jakarta, dari 36 orang pelamar, ia seorang dari dua yang diterima.

Setelah Said membintangi beberapa film sebagai pemeran pembantu, sutradara Asrul Sani mempercayakan padanya peranan utama dalam Titian Serambut Dibelah Tujuh. Tapi namanya lebih dikenang sebagai penyanyi.

Said Efendi sang pencipta lagu boleh telah meningalkan pangungya selaku penyanyi tetapi pangung-pangung itu akan diteruskan oleh penyanyi baru dengan lagu dan genre yang berbeda.

Dan Mardon, kembali mengenalkan Melayu melalui lagu dalam acara mencari bakat di stasiun televisi Nasional, Indosiar.

Hidup Indosiar, Hidup Mardon, Hidup Kabupaten Rokan Hulu, Hidup Provinsi Riau. (*)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews