Saksi Mata
aku belum pernah melihat senja semuram hari itu
di ujung lazuardi yang gagah
sebuah jukut berlayar menyeberangi sungai
air mata ibunya
lampu-lampu suar berebut cahaya paling silau di laut
anak nelayan masih telanjang bulat di bawah duli
kuyup menggigil
pada hari sebelum setiap perbuatan itu mendapat pengadilan
kematian berwujud serupa arang
gelap
dan mengintai siapa saja
jaraknya mungkin hanya satu hasta di bawah mata kaki
lalu aku berjalan ke arah timur
di antara jari-jari bulu mata cahaya
pelepah daun pisang dan ribuan dedaunan yang lainnya juga tampak silau
kuning. muram
dan matahari berada tepat di punggungku
Jakarta, 2022
Bukan Muram
ia masih termenung malam ini
di lorong panjang gelap gulita
seribu depa jarak kesunyian di bawah kolong langit
miskin dan lapar
bagaimana dengan dirimu?
kau lihat, ia tidak lagi sendiri
ada banyak sambuk terdampar sebelumnya
keletik bunyi tasbih; taburan jagung
sepasang merpati yang hinggap di tanah haram
oh, apa kabar doa
betapa banyak logam dan kertas karam
di sudut paling tabah muara ini
jutaan puisi masih mengalir
Jakarta, 2022
Tanah Sengketa
selamat pagi pondok bambu
tubuhmu yang malang, rumah reyot, tembok tua
dan untuk orang-orang segolonganku
di sekitar Semen Jakarta
betapa gerimis dan sungai
amis nyeri
mengalir dari atap rumahmu yang bocor
jemuran mimpi dari kerak tembok yang lembap
“kau, hanya menambalnya dengan daki kotor di tubuhmu!”
seorang wanita kemudian berlutut di depan pintu
seraya menangis berderai-derai
memegang surat
lalu berteriak kepadamu:
“tanah mana lagi yang tuan inginkan?”
Jakarta, 2022
Riwayat Selembar Daun
selembar daun sore hari
apakah yang kini kau renungkan
selepas angin berdesir
menimbang jatah dalam giliran
riwayat akarmu
hening menangkup malam
merajut jaring sutra di daun fakir
rumah pelipur serangga
ke mana siluet tubuhmu meredah
terdampar sudut bumi
Jakarta, 2022
Bianglala
musim hujan di Kota Malang
pelangi di tepi Sungai Brantas itu
indah menawan bak tepian mata
kemilap cahayanya ingin mengabadikan
tatkala senja mengujung tiba
matahari tersangkut di kabel
bocah-bocah sebaya bersahaja
menarik layang-layang
bila di Jakarta angin saja dijual
di kotaku angin bertebaran
melesat ke segenap penjuru ruang
pohon nyiur di tepi jalan
Jakarta, 2022
——————–
Moehammad Abdoe, lahir di Malang (Jawa Timur), pelopor komunitas Pemuda Desa Merdeka, menulis puisi dan cerpen yang dimuat diberbagai surat kabar dan majalah nasional seperti Koran Tempo, Media Indonesia, Majalah Sastra, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, dan Suara Merdeka. Buku antologi puisi tunggal terbarunya berjudul Debar Waktu diterbitkan oleh Elex Media Komputindo (Kompas Gramedia) tahun 2021. Whatsapp: 085730551400. Email: [email protected]. *
Baca: Puisi-Puisi Karya Ngadi Nugroho