Mimbar  

Menyiapkan Diri Menuju Ramadhan

LAMANRIAU.COM – Sya’ban sudah sampai pada pertengahan bulan. Artinya, bulan suci Ramadhan sudah di depan mata. Sya’ban dinilai sebagai waktu penuh pertaruhan yang menentukan apakah umat muslim sudah siap menjalani Ramadhan.

Setiap ada perjumpaan, tentu juga memberikan pesan tentang perpisahan. Hal tersebut sebagai sesuatu yang tidak terelakkan. Sama seperti Sya’ban ini yang sudah sampai di ujung bulan. Karenanya, mari manfaatkan sisa waktu yang ada dengan meningkatkan takwallah yakni menjalankan perintah dan menjauhi yang dilarang. Mudah-mudah akhir bulan ini ibadah kita semakin membaik.

Sisa bulan Sya’ban ini, marilah kita persiapkan diri menghadapi bulan Ramadhan, bulan paling mulia dari segala bulan. Bentuk persiapan itu tentunya boleh berbeda-beda. Bagi pedagang pakaian segeralah mengumpulkan modal dagangannya untuk menyambut bulan Ramadhan dan hari yang fitri. Bagi pengusaha hendaklah segera mempersiapkan diri mengatur jadwal kerja yang tidak merusak khidmat bulan Ramadhan tetapi juga tidak mengurangi kualitas produksi.

Bagi para pengajar, guru dan dosen juga para ustadz, bersiaplah dengan materi seputar tema Ramadhan, mulai dari sisi fiqih, hikmah dan rahasia Ramadhan. Namun bagi siapapun saja, hendaknya menyiapkan diri memasuki Ramadhan dengan bermuhasabah mengintrospeksi diri.

Menghitung dan mengalkulasi amal yang telah dilakukan selama hidup hingga kini. Jikalau kita merasa amal baik lebih mendominasi dalam kehidupan kita, maka janganlah besar hati, karena itu menunjukkan buruknya amal hati kita.

Dan biasanya perasaan tersebut (merasa diri baik) akan menyeret manusia dalam kehinaan dan ketakabburan. Ingatlah sebuah maqalah atau pesan yang menyatakan bahwa: Orang baik adalah merasa dirinya buruk, dan orang buruk adalah mereka yang mengaku dirinya baik.

Namun jika hasil kalkulasi itu menjadikan diri semakin merasa kurang baik, maka segeralah menambahkan berbagai amal kebaikan, selagi umur masih di kandung badan, semoga Allah Yang Maha Kuasa memanjangkan umur kita hingga menikmati bulan Ramadhan yang suci.

Para orang tua kita menyebutkan bulan Sya’ban dengan nama bulan ruwah, yang sangat identik dengan kata arwah. Sebenarnya kata ruwah atau arwah hanyalah sebagai penanda bahwa bulan Sya’ban adalah bulan paling tepat untuk mengingatkan manusia akan wacana akhirat mulai dari sakaratul maut, kematian, alam kubur dan alam akhirat.

Sesungguhnya mengenang kematian dengan datang ke kuburan atau mengirim doa arwahan adalah banyak faedahnya bagi kita yang masih ada umur di dunia. Karena hal itu bisa menyemangati diri meningkatkan dan melipatgandakan amal di bulan Ramadhan nanti, dan akan menambah rasa takut dalam diri hingga senantiasa menghindari segala dosa.

Mengenai keadaan alam kubur, ada sebuah hikayat yang patut untuk disimak. Hikayat yang diceritakan melalui Abu Bakar al-Ismaili bahwasanya Sayyidina Utsman bin Affan tidak meneteskan air mata ketika digambarkan kepedihan neraka dengan segala siksanya.

Dirinya juga tidak menangis ketika dijabarkan mengenai kedahsyatan hari kiamat. Demikian juga tetap kuat mendengarkan gambaran tentang kehidupan di akhirat. Akan tetapi ia menangis ketika diterangkan tentang kehidupan di alam kubur.

Kenapa bisa demikian? Sayyidina Utsman menjawab: Jika saya berada di dalam neraka, saya masih bersama-sama manusia. Jika saya di hari kiamat nanti, saya juga masih bersama-sama dengan manusia lainnya. Tapi jika saya di dalam kuburan, maka saya sendirian tidak ada teman yang menemani. Sedangkan kunci kuburan itu ada pada malaikat Israfil yang hanya akan membukanya ketika kiamat tiba.

Demikianlah Sayyidina Utsman gentar dengan kehidupan di dalam kubur. Karena sesungguhnya kuburan itu adalah salah satu lubang dari lubang neraka atau tempat yang menyengsarakan bagi mereka yang hidupnya penuh dengan dosa. Dan menjadi bagian dari taman surga bagi mereka yang beramal salih. Demikianlah hadits Rasulullah SAW.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إنما القبر روضة من رياض الجنة أو حفرة من حفر النار .

Artinya: Maka kuburan adalah serambi akhirat atau miniatur akhirat yang penuh dengan pembalasan amal.

Dengan demikian, jika amal kita di dunia baik, maka kuburan akan menjadi surga yang bersahabat. Tetapi jika amal di dunia penuh maksiat, maka kuburan menjadi neraka dan musuh yang sangat jahat. Hal itu sebagaimana hadits Rasulullah SAW berikut:

خرج الترمذي من حديث عبد الله بن الوليد الوصافي عن عطيه عن أبى سعيد قال : دخل رسول الله صلى الله عليه وسلم مصلاّه فرأى أناسا كأنهم يكثرون ، أو يضحكون فقال : ” أما إنكم لو أكثرتم من ذكر هادم اللذات لأشغلكم عما أرى الموت فأكثروا ذكر هادم اللذات ، فإنه لم يأت يوم على القبر إلا يتكلم فيه فيقول : أنا بيت الغربة ، أنا بيت الوحدة ، أنا بيت التراب ، أنا بيت الدود فإذا دفن العبد المؤمن قال له القبر ، مرحباً وأهلاً : إنك كنت لأحب من يمشي على ظهري ، فإذا وليتك اليوم وصرت إلي فسترى صنيعي بك ، فيتسع له مد بصره ، ويفتح له باب إلى الجنة ، وإذا دفن العبد الكافر أو الفاجر قال القبر : لا أهلاً ولا مرحباً ، أما إن كنت لأبغض من يمشي على ظهره فإذا وليتك اليوم وصرت إلي فسترى صنيعي بك قال : فيلتئم عليه القبر حتى تلتقي وتختلف أضلاعه ” ، قال فأشار رسول الله صلى الله عليه وسلم بأصابعه وأدخلها بعضها في بعض قال : ” ويقيض له سبعين تنيناً لو أن واحداً منهم نفخ على الأرض ما أنبتت شيئاً ، ما بقيت الدنيا فتنهشه وتخدشه حتى يفضي به إلى الحساب

Artinya: Bersumber dari Abi Said al-Khudry RA, bahwa Rasulullah SAW pernah masuk ke mushalanya. Di situ bertemu dengan orang-orang yang sedang tertawa. Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada mereka: Andaikan kalian mau mengingat kematian, tentu saja akan menyibukkanmu tentang kedahsyatan apa yang pernah aku lihat, maka perbanyaklah mengingat kematian karena setiap hari kuburan berkata: Aku adalah rumah pengasingan, aku adalah rumah kesendirian, aku adalah rumah tanah, aku adalah rumah cacing. Maka jikalau yang dikebumikan adalah orang mukmin kuburan akan menyambutnya: ‘Marhaban ahlan wa sahlan, engkau adalah salah satu orang yang ku cinta dari sekian orang yang berjalan di atas punggungku. Sekarang engkau telah berada di dalam kekuasaanku, maka engkau akan tahu bagaimana caraku memperlakukanmu’. Kemudian kuburan akan memperluas rongganya untuk mayat seolah-olah panjang dan luas sepanjang penglihatannya, dan juga di buka pintu surga baginya. Dan apabila yang dikebumikan adalah orang kafir atau orang yang durhaka, maka kuburan itu menyambutnya: ‘La marhaban wala ahlan wala sahlan, engkau adalah salah satu orang yang aku benci dari sekian orang yang berjalan di atas punggungku. Sekarang kau berada di bawah kekuasaanku. Sekarang kau akan tahu sendiri apa yang akan aku lakukan kepadamu’. Maka kuburan pun menghimpitnya sehingga tulang-tulang rusuknya akan patah berlawanan. Kemudian periwayat mengatakan: ‘Lalu Rasulullah SAW berisyarat dengan memasukkan jari-jari tangan ke dalam jari-jari tangan yang lain’. (dan kemudian Rasulullah SAW melanjutkan perkataannya). Kemudian Allah SWT mengirimkan ke dalam kubur itu tujuh puluh naga yang andaikan salah satu naga itu mengembus bumi, niscaya bumi tidak akan menumbuhkan tumbuhan selamanya. Tujuh puluh naga tersebut lalu mengais-ngais dan mencakar-cakarnya sehingga kuburan menjadi kosong sampai besok hari hisab.

Demikianlah perlakuan kuburan bagi mayat yang diceritakan Rasulullah SAW kepada kita sebagai pelajaran agar selalu ingat akan mati. Karena dengan demikian akan menjadikan kita bersemangat menjalankan ibadah dan amal salih.

Dan biasanya perasaan tersebut (merasa diri baik) akan menyeret manusia dalam kehinaan dan ketakabburan. Ingatlah sebuah maqalah atau pesan yang menyatakan bahwa: Orang baik adalah merasa dirinya buruk, dan orang buruk adalah mereka yang mengaku dirinya baik.

Namun jika hasil kalkulasi itu menjadikan diri semakin merasa kurang baik, maka segeralah menambahkan berbagai amal kebaikan, selagi umur masih di kandung badan, semoga Allah Yang Maha Kuasa memanjangkan umur kita hingga menikmati bulan Ramadhan yang suci.

Lalu bagaimanakah jika ternyata memang amal-amal buruk kita terlalu banyak? Maka bertobatlah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat innallaha yuhibbut tawwabiina wa yuhibbul mutathahhiriin.

Semoga sisa bulan Sya’ban ini dapat kita manfaatkan sebagai media muhasabah yang nantinya kita gunakan sebagai bahan pertimbangan menindak lanjuti kehidupan kita di bulan Ramadhan. Allahumma bariklana fi Rajaba wa Sya’bana wa ballighna Ramadhan. ***

Editor: Fahrul Rozi

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews