Puisi-puisi Karya Wail Arrifqi

Ilustrasi

Pengungsian asing

Sanggupkah kita kembali meraba gigil
di malam yang memanggil kantuk
untuk mengutuk segala yang tak terbentuk,
jejak yang retak, dan wajah-wajah asing
kutemukan di pengungsian tinggian tebing.

Bisakah segala yang mengalir menjumpai hilir
dari cerita-cerita yang lahir tak menemukan akhir?
kita berjalan melewati duri-duri panjang, tanjakan,
bebatuan, hingga menuntaskan banyak perang, diantaranya
ialah kerinduan.

Arah mana yang akan membawa pulang?
sedang kenangan masih tertinggal dalam-dalam
dalam dada yang masih memperpanjang deru
yang membenci waktu.

Jogja 2023

 

Kau kah, itu

Kau kah, itu
Yang bersembunyi diantara rentetan bahasa?
Menjelang dini hari aku masih bersikukuh
Menerjemahkan segala yang tak bermula
Menjauhi keramaian, sebelum sepi menghampiri
Dan luka benar-benar berdiam diri.

Sungguh aku telah gagal
Menyulut banyak kayu bakar
Yang memaksa kau berkabar-berkobar
Untuk sekedar mencipta debar
Hingga lupa, kalau aku adalah
perahu kecil yang menolak
banyak debur yang melebur
Membentur karang.

Jogja 2023

 

Jalan Menuju Rumahku

Jauh-jauh hari aku sudah memberitahukanmu
Bahwa kau tak boleh berkunjung kerumahku
Tapi kau bersikeras membantah semua perkataanku
” Tak peduli bagaimana bentuk rumahmu,
Kumuh, hampir roboh, itu bukan urusanku ” ucapmu kala itu.

Kau diam-diam berangkat
Membawa seperangkat senyum yang tiap hari melekat
Mengerat sekalipun tak pernah diikat
Namun, tubuhku getar gemetar
Takut kau akan menemukan kesedihan
dan menolak pelukan.

“aku sudah di jalan menuju rumahmu”
Duh, harus di timbun dengan apa jalan becek itu
Aspal, material, tanah, atau luka-luka yang tercipta dari
Batu-batu besar itu?
Ahh, sehabis ini aku tak lagi merasakan ciuman
setelah kau jatuh dan mati di tanah yang ditumbuhi
banyak perih.

Jogja 2023

Seberapa?

Seberapa jauh kau menempuh
Liku jalan terjal itu?
Duri, batuan, jalan becek, ranting yang
Menghalang, kau trabas dengan lepas
Bahkan nyaris tak ada luka sedikitpun
Yang menggores keras.

Seberapa banyak langkah
Kau buang untuk
Menolak pelukan
Yang tiap kali aku berikan
Hingga kau, aku sama-sama
Menemukan jalan tenang
Yang bernama “Diam”.

Jogja 2023

Kelak

Kelak kita akan menjadi sepasang batu
yang mendiami banyak sudut tepi paling sunyi
mengungsikan perih di tapal batas kota
dan menjauh dari tajam pandang
yang merubah banyak bahasa.

Jogja 2023

———————
Wail Arrifqi, pemuda kelahiran Sumenep, Madura. Beberapa tulisannya berupa esai dan puisi dimuat dipelbagai media, online maupun cetak, saat ini bermukim di Jogja.*

Baca: Puisi-puisi Karya Syafiq Rahman

*** Laman Puisi terbit setiap hari Minggu. Secara bergantian menaikkan puisi terjemahan, puisi kontemporer nusantara, puisi klasik, dan kembali ke puisi kontemporer dunia Melayu. Silakan mengirim puisi pribadi, serta puisi terjemahan dan klasik dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected] [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews