Di mana manisnya Riau
Di lapangan terbuka,
di bawah sinar mentari
Terhampar sawah hijau,
padi menguning mari
Di mana air jernih
mengalir dalam sungai
Riau negeri tercinta,
indahnya tak terganti
Di pinggir hutan lebat,
binatang berkeliaran
Merak bersayap indah,
menari mengejar senja
Di tepian pantai,
ombak bergelombang tinggi
Teriak riuh kerlipan bintang,
malam semakin berlalu
Di mana manisnya Riau,
begitu indah panorama
Keajaiban alam, kekayaan budaya
Mari nikmati keindahan,
jangan ragu dan bimbang
Riau selalu menyapa,
memberikan cinta dan damai.
Johor, Malaysia
15.2.24
Puisiku bersaing dengan puisi bijak pandai
Dalam pancaroba hidup
yang tiada henti
Puisiku berusaha bersaing
dengan bijak pandai
Melahirkan kata-kata
yang menginspirasi dan berdikari
Menjadi suara yang tak mudah lelah.
Meski bijak pandai
menggoda pikiranku
Dengan hikmat dan pengetahuan yang luas
Namun puisiku tak gentar,
tak goyah sedikit pun
Menyelami emosi,
menggugah hati dengan santai.
Namun, dalam persaingan ini,
tak ada pemenang sejati
Keduanya memiliki tempat
yang tak ternilai
Puisi bijak dan cerdas
tak bererti tanpa keindahan
Demikian juga puisi indah tak bererti
anpa pesan yang didapat
Bersama-sama,
kami merangkai kekuatan
masa lalu dan masa kini
Mengajak pemikir dan penikmat
untuk melangkah bersama
Sekaligus memberikan wawasan baru
Dan keindahan yang abadi
Di dalam puisiku
yang penuh harapan dan cita-cita
Jadi mari bersaing dengan saling mendukung dan menginspirasi
Puisi bijak pandai dan indah, saling melengkapi
Bersama-sama, kita merevolusi seni dengan kata-kata
Membawa perubahan positif kepada setiap individu
yang melihatnya.
Dalam perlombaan hidup
yang tiada henti
Puisiku dan puisi bijak pandai saling membara
Menyinari dunia dengan pesan-pesan yang berarti
Menghadirkan cahaya
dalam kegelapan yang mendalam.
Johor, Malaysia
15.2.24
Puisi indah adalah doa
Nyata puisi tercipta
dari resah di kepala
dari gelora di jiwa
Bait-bait yang baik
adalah seperti doa
aku kembalikan kepada pembaca
terserah bagaimana
di maknai.
Banyak di antara bait-bait
yang mulai layu
aku perlu istirehat
esok, lusa banyak harus kutulis
Ikut kehendak Ilahi Rabbi.
Johor, Malaysia
15.2..24
—————-
Alkhair Aljohore adalah lulusan Akutansi dari Universiti Teknologi MARA (UITM), Shah Alam, Selangor, Malaysia. Pernah bergabung dengan UDA, MARA dan Bank Islam Malaysia Berhad. Aktivis seni sastra ini telah mengikuti banyak buku antologi sajak, lebih kurang 18 buah buku dan telah menerbitkan empat buku solo dalam kurun 2021-2023 yakni Demi Cinta, Dialektika Umat Melayu, Metamorfosis Seorang Insan serta Terbang Alah Burung Terbang. Tulisannya juga pernah tampil dalam antologi puisi Asean berjudul Doa untuk Bangsa pada November 2021 bersama pengantar Prof. Dr. Bahrullah Akbar, MBA dan penggagas Asrizal Nur. Sajak-sajaknya juga diterbitkan di Majalah Elipsis – Sumatera Barat, Riausastra, Potretonline Kota Acheh, LintasGayo, Kuta Acheh, Alamtara.com – Mataram, Allpoetry – Las Vegas USA, dan ourpoetryarchive, Arts Council, Garfield, Weston, England. *
Baca: Puisi-Puisi Karya Akid Arbun