Terkait Ketidakpatuhan dalam Pelaporan Tenaga Kerja, FSPMI Kuansing Dorong DPRD Gelar RDP PT SBL

Ketua KC-FSPMI Kuansing Jon Hendri, SE saat menyerahkan aspirasi Serikat Pekerja se Kuansing kepada Bupati Kuansing Suhardiman Amby di Hari Buruh Internasional 1 Mei 2024 lalu di Telukkuantan.

LAMANRIAU.COM, TELUKKUANTAN
Ketua Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC-FSPMI) Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) Jon Hendri mendorong DPRD Kabupaten Kuansing untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) PT Subur Berkah Lestari (SBL). Hal ini terkait ketidakpatuhan perusahaan tersebut dalam memenuhi kewajiban pelaporan tenaga kerja, serta komposisi tenaga kerja lokal di perusahaan tersebut.

Desakan ini menyusul hasil inspeksi mendadak yang dilakukan oleh tim gabungan Pemkab Kuansing terhadap Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT SBL di Desa Jalur Patah, Kecamatan Sentajo Raya, beberapa hari lalu. Tim gabungan ini terdiri dari Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Perkebunan (Disbun), serta Satpol PP.

Dalam inspeksi tersebut, ditemukan adanya dugaan pelanggaran dalam sumber bahan baku yang tidak sesuai dengan regulasi perizinan usaha perkebunan (IUP-P), di mana setidaknya 20 persen bahan baku harus berasal dari mitra resmi yang diajukan oleh perusahaan tersebut. Selain itu, juga terungkap adanya kelalaian terkait ketenagakerjaan, di mana perusahaan belum melaporkan Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan serikat pekerja, serta jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan.

Jon Hendri menilai bahwa sikap tidak transparan PT SBL terkait tenaga kerja sangat merugikan masyarakat dan tidak sejalan dengan komitmen Pemkab Kuansing yang menginstruksikan agar investasi di daerah ini dapat menyerap minimal 60 persen tenaga kerja lokal.

“Saya mendengar bahwa PT SBL sudah memiliki 84 orang karyawan, namun mereka belum melaporkan kondisi tenaga kerja tersebut, dan peraturan perusahaan serta PKB juga belum ada,” ujar Jon Hendri, Kamis 13 Maret 2025, di Telukkuantan.

Meskipun serikat pekerja di PT. SBL bukan konstituen FSPMI, Jon Hendri menegaskan bahwa FSPMI tetap memiliki tanggung jawab untuk mendorong perusahaan agar mematuhi peraturan yang ada. Oleh karena itu, FSPMI meminta kepada DPRD Kuansing melalui Komisi II untuk segera menggelar RDP dengan PT SBL agar dapat memastikan transparansi perusahaan tersebut dalam rekrutmen tenaga kerja lokal dan pemenuhan kewajiban hukum lainnya.

Jon Hendri menjelaskan, pelanggaran terkait kewajiban pelaporan ketenagakerjaan dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 7/1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 18/2017 tentang Tata Cara Wajib Lapor Perusahaan dalam Jaringan, serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4/2019. Lebih lanjut, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28/2014 mengatur tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan, yang wajib dilakukan oleh pemerintah daerah.

Pelanggaran terhadap ketentuan ini, kata Jon Hendri, dapat berakibat pada sanksi pidana, di mana pengusaha yang tidak menyusun atau mengesahkan peraturan perusahaan dapat dikenakan denda antara Rp5 juta hingga Rp50 juta. Selain itu, ketidaksesuaian dalam peraturan perusahaan berpotensi menyebabkan perselisihan industrial, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

“Kami berharap agar DPRD Kuansing segera bertindak agar hak-hak tenaga kerja terlindungi, dan perusahaan dapat beroperasi sesuai dengan peraturan yang berlaku demi kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan industri di Kuantan Singingi,” ulas Jon Hendri. (shr)

Editor: Fahrul Rozi

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews