Aida Nia
Mimpi-mimpi Berlari
nyeri mencarik urat nadi
hingga nafas payah kuhela
lesu disulami denyut perit
kesakitan ini melelahkan
detak jantung hilang irama
bersandar di bahu malam
sambil memandang bintang
bulan melambai senyuman
ya tuhan, dalam geming kelam
mohon aku diperkenan
huluri aku kekuatan
pinjami aku ketabahan
biarkan aku melayan lena
aku ingin berlari ke daerah mimpi
menjelajahi danau hijau di pinggir kali
dinginnya mengunggah rasa
selamat malam..
Taman Kinrara, 6 Agustus 2021
Kesendirian Ini
waktu menginjak mencipta bilah-bilah hari
antara wajah siang dan riak malam
tanpa sedar kita meniti musim sukar
kehidupan di rencam musuh tidak kelihatan
rakus merobek jiwa-jiwa insan
tiada belas kasihan
ketika kulihat dada langit membiru
kanvas alam dengan keindahan azali
namun, kudengar esakan angin
meratapi luka keping-keping hati terdalam
di sana sini handai taulan terpuruk merenta
dituba kesakitan, onar pendamik rakus membaham
entah berapa ramai lagi jiwa harus terkorban
pusara sepi tanpa talkin
tiada taburan bunga atau renjisan air
kemboja menunduk pilu nesan kaku
tuhan, aku terjeda gugur aksaraku
tabahlah duhai jiwa-jiwa yang sedang diuji
mungkin tuhan merindui rintihan insani
menggamit agar kita kembali
mencari riba-Nya kala butir embun menitis dini
kesendirian ini
mengajak aku menginsafi
tiada kuasa kita manusiawi
tanpa izin dan restu ilahi
lalu, kutitipkan pada sang burung
kudus doaku tidak berpenghujung.
Taman Kinrara, 23 Juli 2021
Tercicir Airmata Rinduku
Senja ini airmataku tercicir disetiap jejak persinggahan kaki
begitupun jejeran darah kian rakus, tusukan belati membasahi lantai hati hingga hanyirnya melangkaui nurani
Aku cuba untuk tidak menangis lagi, bergurau senda mengusik matahari, berlari mengejar bayu di lereng pelangi dan bernyanyi menyaingi suara cengkerik di pangkin malam
Kurawati luka dengan titisan embun dini, yang kukutip di lembar daunan ketika fajar masih lena, namun tewas jua bila pukulan rindu datang merobek tugu ego lalu pecah berserakan di tabir waktu
Tidakkah kau tahu, kasih ini kian abadi, berdenyut seirama nadi, mengulit alam semesra malam menanti siang, seerat bintang memagari bulan, sesetia ombak menyapa pantai
Apakan daya aku bukan sesiapa, hanya seorang insan menumpang teduh di lindungan awan menanti saat dijemput pulang ke pangkuan Tuhan
Kusedari, hidup ini bagai mimpi tersimpul erat di bingkai realiti.
UMKL, 06 Agustus 2019
Aku Akan Pergi
Ada waktunya aku takut untuk menjemput lena
bagaimana kiranya mimpi enggan pergi dan aku tidur buat selamanya
Ada waktunya aku ingin menambat matahari di hujung jari agar detik berhenti dan siang tidak berganti
bagaimana kiranya paksi bumi sepi, malam angkuh berdiri dan gelap terus menyelubungi
Dan ada waktunya aku ingin menganyam kenangan bersendiri di ceruk denai tidak berpenghuni, jauh menyisih dari sentuhan insani
bagaimana nanti kiranya perpisahan terjadi di kala cinta mekar di dahan hati
Kerana akan sampai waktunya aku akan melangkah pergi
UMKL, 01 Agustus 2019
Dalam Pelukan Kamar
kamar ini adalah jiwaku
menyaksi setiap titis air mata yang tersenyum
mengamati esak sedu yang bernyanyi
setiap dinding mencatat ceritera
luah renta bergaung di nadi malam
di pembaringan ini sekujur tubuh lesu
lelah meladeni simpang prenang kehidupan
terus bertahan di balik jendela takdir
walau ada waktunya serasa rebah dan kalah
masih juga menyonsong arus melayar harap
kamar sepi ini sering memelukku
hingga aku terlena dalam basah air mata
Taman Kinrara, 27 Juli 2020
Utusan Rindu
Langit kesedihan dilindung awan kelam bagai hati keresahan menanti rembes gerimis
Jendela mendepang tangan menggamitku menyusup ke dakapan merasai dingin bayu turut menyambut titipan salam sang hujan darimu
Jatuh menimpa daunan rindu di belantara hati laluku bisikkan pada sang kelicap sisipkan di pelepah sayap jauh terbang membelah awan sampaikan padamu utusan rinduku
UMKL, 25 Juli 2019
Kau Antara Siang dan Malamku
Aku rebah di pangkin malam setelah bingar siang mencarik sirna pada setiap mercik keringat di relau hati.
Malamku menghimpun serawan lelah mencengkam perdu rongga hingga nafasku mengah dibawa jauh ke wajah bintang.
Tidak daya menyungging senyum walau dipeluk sinar bulan menyorot lesu dedaun tidur diselimut awan.
Jangan hukumi aku lantaran sepi berdendang ketika kau nyanyikan syair rindu di desir bayu.
Aku mencarimu di bilah-bilah siang hingga malam beradu
Kau tidak kutemu.
UMKL, 22 Juli 2019
Aida Nia atau nama sebenarnya Haidawati Rasiman adalah seorang penulis berasal dari Banting, Selangor, Malaysia. Sangat meminati arena penulisan sejak bangku sekolah dan terus mengasah bakat hingga hari ini. Aktif menulis genre puisi. Telah menghasilkan puisi-puisi sebagai koleksi peribadi namun aktif menulis untuk diterbitkan sejak 2017. Karya-karya Aida Nia terbit dalam beberapa antologi dan pernah juga tersiar dalam akhbar tempatan. Selain puisi, Aida Nia juga berminat dalam penulisan cerpen dan telah menghasilkan cerpen-cerpen dalam beberapa antologi. Sedang giat berusaha untuk menerbitkan kumpulan puisi kanser ‘survivor’. ***
Baca : Puisi Terjemahan Karya Louise Glück
*** Laman Puisi terbit setiap hari Minggu. Secara bergantian menaikkan puisi terjemahan, puisi kontemporer nusantara, puisi klasik, dan kembali ke puisi kontemporer dunia Melayu. Silakan mengirim puisi pribadi, serta puisi terjemahan dan klasik dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected] [redaksi]