Khawatir Ditahan KPK, Idrus Marham Pilih Mundur dari Mensos dan Partai Golkar

Menteri Sosial RI, Idrus Marham

LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Idrus Marham memilih mundur dari jabatan Menteri Sosial dan kepengurusan Partai Golkar karena merasa tak nyaman dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau 1.

Keputusan mengundurkan diri diambil oleh Idrus Marham pada Jumat (24/8) siang ini baik kepada Presiden maupun Ketua Umum Partai Golkar.

“Pada hari ini, tadi saya menghadap Bapak Presiden pukul 10.30 WIB. Saya lakukan ini setelah kemarin saya mendapatkan surat pemberitahuan tentang penyidikan saya terkait kasus yang dilakukan oleh Enny dan Koco,” kata Idrus Marham.

Berdasarkan surat itu, dia mengambil langkah menghadap Presiden guna mengajukan surat pengunduran diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral. Idrus juga tak ingin menambah beban merusak citra Partai Golmar di mata publik.

Idrus menyatakan ingin menjaga marwah partai yang membesarkannya itu. Terlebih, Golkar punya komitmen menjadi partai yang bersih.

“Agar tidak menjadi beban partai Golkar yang sedang berjuang menghadapi Pemilu baik Pileg maupun Pilpres,” timpalnya.

Idrus mengaku menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari KPK. Hal itu terkait kasus suap PLTU Riau-1. Sebelumnya, dia sudah beberapa kali memenuhi panggilan KPK. Dengan mundur dari Golkar dan Kabinet, Idrus berharap bisa fokus menghadapi proses hukum yang akan diajalaninya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada keterlibatan Idrus dalam kasus dugaan suap pada proyek pembangunan PLTU Riau-1.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, ada sejumlah pertemuan yang dilakukan Idrus dengan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir dan para tersangka, Eni Maulani Saragih dan Johannes B Kotjo.

Pertemuan tersebut teridentifikasi lewat rekaman CCTV yang disita penyidik dari serangkaian penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk di kantor dan rumah Direktur PLN Sofyan Basir.

“Dari bukti yang ditemukan tersebut memang ada beberapa pertemuan-pertemuan yang teridentifikasi dan perlu klarifikasi pada pihak-pihak yang bersangkutan,” ujar Febri.

Kendati demikian, Febri belum bisa mengungkapkan apa kaitannya Idrus dan Sofyan dalam pertemuan-pertemuan dengan kedua tersangka.

Febri hanya menegaskan, pemeriksaan akan tetap dilakukan terhadap keduanya terkait kasus suap tersebut.

“Idrus Marhan sudah dilakukan pemeriksaan dua kali. Untuk Sofyan Basir masih dilakukan pemeriksaan satu kali karena kemarin tidak hadir dan menyampaikan surat. Pasti nanti tentu kita jadwalkan ulang, kita panggil lagi sebagai saksi,” kata Febri.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih sebagai tersangka kasus suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.

Eni diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta yang merupakan bagian dari commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau-1.

Fee tersebut diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Diduga, suap diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus.

Total nilai suap yang diberikan Johannes kepada Eni sebesar Rp 4,8 miliar. Tahap pertama uang suap diberikan pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar.

Kedua, pada Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar dan ketiga pada 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta. (net)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *