LAMANRIAU.COM – Lihatlah orang sakit, perhatikan yang tertimpa bencana, lihat orang terpenjara, kan kau dapati, pada dirimu ternyata menyimpan segudang nikmat.
Nikmat itu yang penting bukan apa yang kita miliki, tapi apa yang kita rasakan dan syukuri. Apa yang ada dan kau syukuri, lebih baik dari keinginan yang tak kunjung terwujud.
Dua orang mendapatkan keuntungan yang sama. Bisa jadi yang satu merasa untung tiada kira, yang satu merasa kurang dan merana. Ini soal bagaimana mensyukuri. Dalam bahasa Arab antara nikmat dan niqmah yang berarti azab sangat tipis bedanya. Nikmat yang sama dapat jadi berkah, dapat jadi azab.
Nikmat menjadi berkah, ketika kita gunakan pada apa yang Allah cintai dan ridai, tapi jadi sumber azab, kalau digunakan di jalan kemaksiatan. Bahkan dalam kekurangan, keterbatasan, keterhalangan, keterdesakan boleh jadi tersimpan nikmat.
Betapa banyak kekurangan kita menyebabkan berkurangnya potensi keburukan yang akan kita dapatkan apabila diberi kelebihan. Betapa banyak keterhalangan kita, menghalangi kita untuk melakukan perbuatan nista dan tercela dibanding bila segalanya terbuka.
Betapa banyak keterdesakan kita, mendesak kita untuk kuat berikhtiar dan kian pasrah, dibanding apabila segalanya serba lapang kita rasakan. Betapa banyak keterpurukan kita, membuat kita terpuruk dan tersungkur di hadapan kebesaran Allah, memohon ampun dan pertolongan-Nya.
Belajarlah mensyukuri hal-hal yang dianggap sepele, udara segar, tidur nyenyak, pedasnya sambal, anak-anak sehat, keluarga rukun dan lain-lain. Yang mudah mensyukuri hal-hal kecil, tentu akan lebih bersyukur pada kenikmatan yang lebih besar.
Wallahu A’lam.
[Ustadz Abdullah Haidir, Lc]