Komisi III DPRD Riau berdiskusi terkait dengan potensi sumber pendapatan dari hasil kelapa sawit, Selasa (12/11) kemarin.
LAMANRIAU.COM,SAMARINDA – Sulitnya merealisasikan permintaan dana bagi hasil minyak kelapa sawit, membuat sejumlah daerah medesak agar pemerintah pusat segera merevisi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Demikian menjadi diskusi utama saat DPRD Provinsi Riau bertandang ke DPRD Provinsi Kaltim, Selasa (12/11) kemarin.
Ketua Komisi III DPRD Riau, Husaimi Hamidi mengatakan, kunjungan tersebut sekaligus mengajak daerah-daerah yang berpenghasil crude palm oil (CPO) untuk menyuarakan pembagian DBH.
“Selama ini kami terbentur dengan regulasi yang ada. Untuk itu, kami mengajak Kaltim yang juga sebagai daerah penghasil CPO untuk berjuang bersama meminta kepada pemerintah pusat agar dari CPO bisa menjadi salah satu sumber PAD,” terangnya.
Dijelaskan Husaimi, dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Dana Perimbangan mengatur secara spesifik, dalam salah satu pasal menyebutkan komoditas perkebunan tidak termasuk yang bisa menerapkan DBH. Usulan revisi kata dia sudah berulang kali diajukan, tidak hanya Riau, namun beberapa daerah lain penghasil kelapa sawit seperti Sumatera.
“Tanpa revisi itu, DBH dari minyak sawit bakal sulit karena tidak bisa menggunakan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, tentang Cukai di mana daerah penghasil tembakau bisa mendapatkan DBH. Minyak kelapa sawit pungutannya tidak berbentuk cukai, melainkan dari bea keluar ekspor. Penerimaan negara dari bea keluar CPO sangat fluktuatif karena besarannya turut dipengaruhi harga CPO yang berlaku,” bebernya.
Menangapi hal itu, Ketua Komis II DPRD Kaltim Veridiana H Wang mengaku menyambut baik niatan DPRD Riau mengajak Kaltim untuk berjaunga bersama. Hal itu sejalan dengan niatan DPRD Kaltim untuk menambah sumber PAD dari hasi CPO.
Ia menjelaskan, bahwa kelapa sawit di Bumi Etam memiliki potensi yang luar biasa. Secara tahunan, produksi kelapa sawit terus meningkat. Hingga saat ini, produksi TBS Kaltim sudah mencapai 14 juta ton, dana diprediksi akan terus meingkat. “Dengan potensi ini, seharusnya kelapa sawit memang bisa masuk dalam undang-undang DBH,” katanya.
Dia mengatakan, DBH CPO harusnya bisa masuk dalam undang-undang perkelapasawitan. Sehingga, daerah bisa dapat PAD lebih selain dari SDA seperti pertambangan.
“Kalau ini bisa diperhatikan serius, tentunya sangat membantu daerah untuk mendapatkan uang lebih besar. Harus ada kejelasan mengenai DBH CPO yang masuk dalam undang-undang revisi,” ungkapnya.
Politikus PDI Perjuangan ini menjelaskan, Kaltim sudah sepantasnya mendapatkan lebih untuk DBH. Selain sebagai penyumbang devisa negara terbesar melalui migas dan batu bara, potensi subsektor kelapa sawit yang sangat menjanjikan bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat.
“Ini akan sangat berdampak luar biasa jika CPO bisa masuk dalam undang-undang bagi hasil. Efeknya tentu dapat meningkatkan infrastruktur kita di daerah menjadi lebih baik,” pungkasnya. (adv)