Pandangan Islam: Memilih Istri Perawan atau Janda

LAMANRIAU.COM – Suatu ketika, sahabat Jabir bin Abdillah bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam suatu peperangan. Saat pulang dari perang, beliau tertinggal dari rombongan disebabkan unta beliau yang kelelahan.

Nabi pun mendatangi beliau dan bertanya, “Ini Jabir?” Jabir menjawab, “Iya Rasulullah.” “Ada masalah apa Jabir?” Nabi kembali bertanya. Jabir menjawab, “Untaku lambat dan kelelahan sehingga aku tertinggal.”

Kemudian Nabi pun menusuk unta Jabir dengan tongkatnya seraya berkata, “Naiklah!” Jabir pun naik, dan tatkala untanya melaju kencang, ia pun menahannya agar tak mendahului Rasulullah. “Engkau sudah menikah Jabir?” tanya Rasulullah. “Iya,” jawab Jabir. “Perawan ataukah janda?” Rasulullah kembali bertanya. “Janda”, jawab Jabir kemudian.

Nabi bertanya, “Kenapa tidak menikahi perawan saja? Engkau bisa bermain dengannya dan ia bisa bermain pula denganmu”. Jabir menjawab, “Aku ini memiliki saudari perempuan yang banyak. Aku menikahi janda agar ada wanita yang merawat, mengurusi dan menyisiri rambut mereka”. Nabi pun menasihati, “Adapun jika engkau telah sampai di rumah, maka kumpulilah istrimu, kumpulilah istrimu” (HR. Al-Bukhari no. 2097 dan Muslim no. 1089).

Beberapa faedah yang dapat dipetik dari hadis di atas:

1. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah seorang sosok yang memiliki jiwa kepemimpinan tinggi. Beliau biasa berada di posisi rombongan yang paling belakang untuk mengecek keadaan pasukan perangnya. Sehingga beliau menjumpai Jabir yang tertinggal dari rombongan pasukan.

2. Mukjizat yang dimiliki Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tatkala unta Jabir ditusuk oleh tongkat beliau, maka kembali dapat melaju kencang.

3. Perhatian Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada sahabat beliau yang menanyakan perihal status Jabir. Bukanlah suatu hal yang tercela menanyakan status sudah menikah atau belum karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun melakukan hal ini. Namun sedikit catatan, hendaknya kita menyesuaikan diri dengan kondisi orang yang ditanya, jika dikhawatirkan akan terungkap suatu aib dari orang yang ditanya atau dikhawatirkan tersinggungnya hati orang yang ditanya maka hendaknya tidak menanyakannya.

4. Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak tahu bahwa ada salah seorang sahabatnya yang telah menikah. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam sendiri tidak mengetahui perkara yang gaib, sehingga Nabi tanyakan hal ini kepada Jabir. Lalu bagaimana pula orang yang derajatnya di bawah Nabi mengaku-ngaku mampu mengetahui hal yang gaib?

5. Keutamaan menikahi gadis perawan daripada janda. Karena sifat seorang gadis perawan itu biasanya senang dengan permainan. Berbeda dengan janda yang telah makan asam garam pernikahan. Para fuqaha mengatakan:

“Perawan lebih utama jika tidak ada udzur yang nampak” (lihat Umdatul Qari, 17/147).

6. Dianjurkan ketika seseorang mencari calon pasangan, untuk memperhatikan faktor-faktor yang membuatnya tertarik para pasangan tersebut. Karena dalam hadis ini Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam menganjurkan menikahi gadis perawan karena alasan: “Engkau bisa bermain dengannya dan ia bisa bermain pula denganmu”. Dalam riwayat lain: “Engkau bisa membuatnya tertawa dan ia bisa membuatmu tertawa”. Dan ini adalah faktor yang membuat seorang lelaki tertarik pada calonnya. Maka tidak tercela jika seseorang memperhatikan kecantikan, kemolekan, postur tubuh calon yang akan dinikahinya sebagai suatu hal yang dipertimbangkan.

7. Hadis ini juga dalil bolehnya bujang menikahi janda. Bahkan di sebagian kondisi, menikahi janda lebih utama daripada gadis perawan. Di sini Jabir ingin agar adik-adiknya ada yang merawat dan mengurusi tatkala ia menikahi janda. Sehingga ia merasa terbantu dengan kehadiran istrinya. Boleh jadi ketika ia menikahi gadis perawan, maka bebannya akan bertambah, di samping mengurusi adik-adiknya, ia harus mengurusi gadis yang semisal dengan adik-adiknya.

8. Menikahi janda tidaklah selalu melihat sisi maslahat untuk si janda, boleh jadi maslahat untuk suami. Jabir akan merasa terbantu merawat dan mengurusi adik-adiknya jika ia menikahi seorang janda.

9. Salah satu waktu yang dianjurkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika hendak berhubungan intim adalah setelah pulang dari perjalanan jauh. Hendaknya seorang suami mengumpuli istrinya, dan sang istri pun pengertian dengan kondisi suami yang pulang dari safar, sehingga sang istri bisa mempersiapkan diri ketika sang suami hendak pulang.

10. Hasungan dan motivasi kepada pasangan suami istri untuk melakukan hubungan intim. (*)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *