LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Hariyadi mengaku belum puas terkait hasil seleksi calon Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau beberapa waktu lalu. Meski pun akhirnya Yan Prana Indrajaya terpilih dan dilantik oleh Gubernur Riau Syamsuar, akhir November 2019.
Aktifis anti korupsi Riau ini mempersoalkan nilai/skor bagi calon Sekdaprov yang tertutup dari publik oleh atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemprov Riau. Padahal Sekdaprov adalah jabatan publik yang dipilih dan sesuai kompetensi dimiliki.
“Sebelum proses pemilihan Sekda itu selesai, saya mengajukan permohonan untuk mendapatkan salinan dokumen terkait nilai atau skor kepada 12 calon yang mengikuti seleksi. Tetapi ditolak Badan Kepegawaian Daerah dengan alasan hasil seleksi itu dikecualikan oleh UU Nomor 14/2008 tentang keterbukaan informasi,” kata Hariyadi, SE, Minggu (2/2/2020).
Ia mengaku perlu mendapatkan hasil dan nilai dari calon Sekdaprov Riau yang sedang diseleksi, karena angka sebagai ukuran. Selain itu, jabatan sekretaris daerah merupakan pejabat publik tidak sesuai pasal 18 ayat UU Nomor 14/2008 sebagai informasi dkecualikan.
“Sebab dalam pemberitaan beberapa media di bulan September 2019, Ketua Pansel Prof. Ashaluddin Jalil mengatakan tiga dari 12 calon Sekda yang lolos mendapatkan nilai tertinggi selama proses seleksi dilakukan mulai dari administrasi, presentasi, kesehatan, dan wawancara. Tiga nama calon tersebut yaitu Yan Prana, Said Syafruddin, dan Asrizal, ketika bicara nilai atau skor tentu ada angka sebagai ukuran,” ulang Hariyadi.
Ini juga berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh Pemprov Sulawesi Selatan dan Provinsi Lampung yang membeberkan secara terbuka hasil dan nilai seleksi dari calon Sekdaprov setempat.
“Pada 5 November 2019, saya secara perorangan mengajukan permohonan informasi meminta salinan dokumen skor 12 calon Sekdaprov Riau yang ditujukan ke PPID, namun sampai 17 hari kerja tidak ditanggapi,” katanya.
Selanjutnya pada 2 Desember 2019 diajukan keberatan tidak ditanggapi Surat Permohonan Informasi ditujukan ke atasan PPID Pemprov Riau, dan ditanggapi BKD Riau dengan nomor surat: 867/BKD/42/XII/2019/4415 tanggal 10 Desember 2019. “BKD pada dasarnya tidak bersedia memberikan informasi tersebut karena dianggap informasi yang dikecualikan berdasar UU Nomor 14/2008 dan Peraturan Menpan RB nomor 15/2019,” sebutnya.
Ajukan Sengketa
Merasa tak mendapatkan jawaban memuaskan, Hariyadi lalu mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Riau yang didaftarkan pada tanggal 27 Desember 2019 dengan nomor registrasi 038/PSI/KIP-R/XII/2019.
Sidang awal sengketa informasi di KIP dilaksanakan pada 24 Januari 2020 antara Hariyadi selaku Pemohon dan Atasan PPID Utama Riau sebagai termohon. Majelis Komisioner dipimpin Tatang Yudiansyah, Johny Setiawan Mundung dan Alnofrizal diagendakan langkah mediasi.
“Pada mediasi, pihak termohon diwakili Kabag Hukum dan Kepala UPT Balai Latihan BKD Riau. Tapi tidak juga ada penyelesaian. Maka saya melanjutkan sengketa ajudikasi,” sebutnya.
Haryadi berharap proses ajudikasi bisa menjadi jalan agar proses informasi yang diperlukan publik tidak dipersulit sehingga pemilihan pejabat seperti Sekdaprov, ditentukan sesuai kecakapan dan terbuka, bebas dari kepentingan. (rul)