LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Presiden Jokowi telah menegaskan pemerintah daerah (pemda) tidak boleh mengambil kebijakan lockdown. Karena kebijakan tersebut merupakan wewenang pemerintah pusat.
Namun tampaknya ada komunikasi yang buruk antar pemerintah pusat dan daerah. Hal tersebut terlihat dari putusan Walikota Tegal, Dedy Yon Supriyono, yang melakukan local lockdown dengan menutup akses keluar masuk kota selama empat bulan ke depan.
Analis politik dan kebijakan publik Universitas Islam Syech Yusuf, Miftahul Adib berpandangan, kebijakan Walikota Tegal dengan memberlakukan lockdown bisa diartikan komunikasi dari pusat tak bisa dipahami secara tuntas dan menyeluruh sehingga membingungkan kepala daerah.
“Presiden bilang, kebijakan lockdown harus pusat. Tetapi jubir penanganan Corona di sisi lain (mengatakan) bahwa kepala daerah harus mengurus daerahnya sendiri terkait penanganan wabah corona ini,” kata Adib kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (27/3).
Dengan begitu, sambung Adib, kepala daerah membuat kebijakan berdasarkan angle mana yang menurut mereka bisa dilakukan.
Untuk itu, Adib menyarankan, komunikasi yang komprehensif dan jelas harus dilakukan baik oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 maupun jurubicara pemerintah dalam penanganan Covid-19. Dengan begitu, kepala daerah ini punya pijakan jelas dalam mengambil langkah pencegahan.
“Yang terjadi kan para kepala daerah dilematis. Karena ya itu, dasar pijakan kebijakan tidak satu,” pungkas Adib. (*)