Riau  

LAM Kepri Tanjungpinang Bersilaturahmi ke LAMR

LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Sejumlah Pengurus Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau (LAM Kepri) Kota Tanjungpinang melakukan kunjungan silaturahmi ke Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Sabtu  9 Januari 2021.

Kunjungan ini selain untuk mempererat silaturahim juga untuk mendapatkan masukan pengurus LAMR mengenai organisasi dan penyusunan Perda Lembaga Adat.

Kehadiran pengurus LAM Kepri Kota Tanjungpinang yang dipimpin Ketua Datuk H Wan Raffiwar diterima Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR Datuk Seri H Al azhar dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar, di Balai Adat Melayu Riau.

Turut hadir bersama kedua pimpinan LAMR ini menyambut kedatangan pengurus LAM Kepri Kota Tanjungpinang antara lain Timbalan Ketua Umum DPH LAMR Datin Hj. Nuraini OK Fauzi, anggota MKA LAMR H. Khaidir Akmalmas, Bendahara Umum DPH Datuk H. Isharuddin, Sekretaris DPH Datuk Mustafa Haris, Penyelaras Bidang Perempuan DPH LAMR Datin Seri Alzuhra Ali Noni dan Datin Maliha Azis.

Rombongan dari LAM Kepri Kota Tanjungpinang selain Datuk H. Wan Raffiwar turut serta Datuk Timbalan Ketua H. Raja Kholidin, Datuk Wira H. Ahmad Yani, Datuk Wira Bobby Wira Satria, Datuk Setia Usaha Amiripana, Datin Bendahara Feriawaty, Datin Muliawiwin, dan Datin Syarifah Zairina.

Ketua LAM Kepri Kota Tanjungpinang Datuk H. Wan Raffiwar mengatakan maksud kunjungan ke LAMR selain untuk mempererat silaturahim dengan pengurus LAMR juga untuk meminta masukan mengenai organisasi LAMR dan penyusunan Perda Lembaga Adat.

“LAM Kepri Kota Tanjungpinang saat ini sedang memperjuangkan adanya Peraturan Daerah (Perda) sehingga marwah Melayu di Kota Tanjungpinang benar-benar bisa ditegakkan,” kata Datuk Wan Raffiwar.

Datuk Wira H Ahmad Yani menambahkan, masukan-masukan dari LAMR akan diadopsi jika sesuai dengan kondisi di Kota Tanjungpinang.

“Kami yakin antara Riau dan Kepri tidak jauh berbeda karena ada kesamaan kultur, nilai-nilai yang kita anut juga sama termasuk ungkapan Melayu identik dengan Islam,” kata Datuk Wira Ahmad.

Ketua Umum DPH LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar menyambut baik kedatangan para tamu dari provinsi jiran tersebut dan mengatakan LAMR tidak pernah merasa antara LAMR dan LAM Kepri berpisah walaupun Kepri sudah menjadi provinsi sendiri.

“Kita hanya berpisah secara administratif. Jangankan berpisah provinsi berbeda secara negarapun seperti negara jiran sudah seperti saudara kita sendiri,” ujarnya.

Datuk Seri Syahril mengungkapkan rencana berkunjung ke Tanjungpinang namun karena terbentur kondisi pandemic Covid-19 terpaksa rencana tersebut diurungkan mengingat ada beberapa hal yang ingin didudukkan bersama Kepri dimana sudah berbicara dengan Gubernur Kepri sebelumnya Nurdin Basirun dan Datuk H. Abdul Razak.

“Kita secara terus menerus mengikat tali persaudaraan ini  walaupun kita terpisah secara administratif tetapi secara adat kita tidak berpisah,” ujarnya.

Pada kesempatan tersebut Datuk Seri Syahril sempat menyinggung mengenai Universitas Lancang Kuning yang berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Raja Ali Haji sebagai lembaga pendidikan yang strategis untuk mengembangkan budaya Melayu.

“Ini ada aset dari Kepri pada zaman masih Kabupaten Kepulauan Riau yaitu pada masa Gubernur Soeripto ada dulu dana pasir tertanam di Unilak melalui Yayasan Raja Ali Haji. Karena ini ada peraturan dan ketentuan pemerintah, setiap perguruan tinggi atau yayasan harus memiliki aset tersendiri. Maka Pemda Riau sudah didesak kalau tidak diserahkan aset, universitas ini bisa tutup,” ujarnya.

Menurut Datuk Seri Syahril, LAMR sudah mengkomunikasikan hal ini bersama Gubernur Riau dimana setelah dihitung oleh Tim Apraisal, asetnya hampir mencapai Rp400 miliar.

Melihat dari pengalaman biasanya di yayasan-yayasan terjadi perebutan karena Pemda sudah lepas dan tidak ikut lagi di dalam yayasan.

“Kami khawatir 20-30 tahun ke depan orang lupa bahwa Universitas Lancang Kuning adalah milik Pemda Riau dan milik Pemda Kepri. Kami meminta kepada Pak Gubernur, kalau ini  dihibahkan, hibahkanlah kepada LAMR dan LAM Kepri,” ujarnya.

Dia menambahkan kalau dihibahkan ke LAMR dan LAM Kepri sama dengan memindahkan dari kantong kanan ke kantong kiri. Hakikatnya tetap punya pemerintah. Sehingga lembaga ini bisa terselamatkan dan tidak menjadi milik pribadi.

Hal ini juga telah disampaikan LAMR kepada Datuk Huzrin Hood saat berkunjung ke LAMR beberapa tahun silam.

“Unilak sudah sangat berkembang dengan jumlah mahasiswa dekat 20.000 dan kebetulan Rektor Datuk Dr. Junaidi juga pengurus LAMR,” kata Datuk Seri Syahril.

Selain itu, Datuk Seri Syahril juga mengatakan Melayu Riau dan Kepri menjadi barometer melestarikan adat dan budaya Melayu tanah air. Bahkan, negara jiran seberang juga menganggap hal yang sama.

“Kita merancang kalau bisa LAMR dan LAM Kepri punya sekretariat bersama dan ini untuk putaran pertama mungkin Sekber ada di Kepri selama lima tahun. Lima tahun berikut ada di Riau. Hanya saja hal ini belum duduk karena kondisi Covid. Saya telah mengirim Datuk Isharuddin mematangkan dengan orang-orang tua kita di Kepri termasuk dengan Datuk Abdul Razak,” kata Datuk Seri Syahril.

Menyinggung struktur kepengurusan LAMR, beberapa tahun lalu pernah seperti di LAM Kepri hari ini dimana kepengurusan satu lembaga saja ada Dewan Pengurus dengan Dewan Penasehat.

Namun setelah dievaluasi dalam lima tahun perjalanan struktur mengalami kesulitan karena ada satu tugas yang agak spesifik yaitu memberikan tunjuk ajar, petuah, petatah petitih dan sebagainya. Saat ini, LAMR tugas itu dipercayakan kepada Datuk Seri H. Al azhar.

“Urusan yang tunggang langgang ada di DPH. Sementara Datuk Seri Al sebagai Ketua MKA LAMR diberi waktu untuk banyak memikirkan hal yang berkaitan nilai-nilai, dan  adat budaya yang perlu dikembangkan. Alhamdulillah sebagai Ketua MKA LAMR Datuk Seri Al azhar  bersama-sama tokoh yang lain telah berhasil memperjuangkan pantun sebagai warisan budaya tidak benda yang diakui Unesco,” ujar Datuk Seri Syahril.

Hal lain yang disampaikan Datuk Seri Syahril dimana LAMR saat ini sedang merevisi Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang LAMR dan hal ini sudah diajukan ke DPRD Riau karena ingin menyesuaikan dengan kondisi.

Perda ini baru berumur delapan tahun tetapi dengan kecepatan perubahan di negara ini baik perubahan undang-undang maupun suasana politik ingin menyesuaikan. LAMR ini di samping ada tupoksi sebagai lembaga yang mengurus, mengkaji, mendalami nilai-nilai adat budaya Melayu Riau juga mengembangkan melestarikan.

Kedua, dalam rangka pemberdayaan masyarakat adat dimana anak kemenakan hari ini susah mencari pekerjaan dan susah untuk berusaha. Untuk itu, pemberdayaan diperkuat sehingga LAMR melalui badan usaha milik adat (BUMA) yang dibentuk dapat memberdayakan mereka.

Mengenai hak-hak masyarakat adat termasuk tanah ulayat, hutan adat dan sebagainya akan diperkuat dimana LAMR dapat menjadi semacam “Kementerian Hukum dan HAM-nya’ bagi masyarakat adat Melayu yang melakukan verifikasi, melegalkan, dan membuat surat keterangan,” katanya.

Selain itu, Datuk Seri Syahril juga menyampaikan dimana LAMR menyiapkan revisi Perda Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya dan mengenai Muatan Lokal Budaya Melayu Riau.

“Mengenai Mulok BMR ini sudah di dalam Perda dan Pergubnya,” kata Datuk Seri Syahril.

Peran Riau dan Kepri

Ketua Umum MKA LAMR Datuk Seri H. Al azhar antara lain berkisah mengenai pantun dimana pada 17 Desember 2020, Badan PBB untuk Pendidikan, Sains, dan Kebudayaan (Unesco) menetapkan pantun sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).

Pada 18 Desember, ada dua atau tiga gubernur di Indonesia mengumumkan ke media massa mereka bukan hanya mengucapkan tahniah tetapi juga mengatakan ikut berjuang untuk itu.

“Kita tertawa saja. Yang berjuang untuk mewujudkan pantun diikhtiraf sebagai warisan dunia Unesco adalah Provinsi Kepri dan Provinsi Riau. Kedua provinsi inilah sejak dahulu lagi menyandang atau menegakkan bendera Melayu di dalam wilayah NKRI ini. Bagi kita buruk dan baik, jaya atau nestapa kita tetap mengaku kita adalah Melayu baik di Provinsi Kepri maupun di Provinsi Riau,” ujarnya.

Menurut Datuk Seri Al, kalau yang lain tidaklah begitu. Ketika Melayu mulai diperhatikan dunia, ada provinsi yang mengatakan mereka Melayu juga.

“Bagi kita, Melayu bukan komoditi atau benda untuk diperjualbelikan. Bagi kita, Melayu sebati dengan diri kita. Jika Melayu dihina maka kita ikut dihina. Sementara bagi orang lain mungkin jika Melayu dihina dia masih memiliki identiti yang lain. Tidak ada tempat kita balik kecuali ke Melayu itu dan dari Melayu juga kita berangkat,” kata Datuk Seri Al.

Menurut Datuk Seri Al azhar, Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang LAMR merupakan perda yang mengatur mengatur organisasi LAMR, bukan perda yang mengatur adat dan budaya Melayu Riau. Sehingga cukup banyak kabupaten/kota di Provinsi Riau yang ingin membuat perda mengenai adat istiadat itu sendiri.

“Kalau Perda Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang LAMR yang akan direvisi ini perda yang mengatur organisasi LAMR. Namun kita bisa membuat perda-perda lain untuk melestarikan adat kita itu,” ujarnya.

Dia memberi contoh Muatan Lokal Budaya Melayu terdapat dalam Perda Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan ada bab khusus yang disebut Muatan Lokal Budaya Melayu sebagai wajib dan mengikat.

Keesokan harinya, Ahad 10 Januari 2021 setelah pertemuan di Balai Adat Adat Melayu Riau, Pengurus LAMR menjamu tamunya untuk makan siang bersama di salah satu rumah makan khas Melayu di Pekanbaru.

Pada kesempatan tersebut pengurus LAM Kepri Kota Tanjungpinang mendapat penjelasan dan masukan dari Datuk H. Zulkarnaen Noerdin, pengurus LAMR yang juga pernah menjadi Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD Riau mengenai Perda LAMR yang kemudian pada tahun 2012 disahkan menjadi Perda Provinsi Riau Nomor 1 Tahun 2012 tentang LAMR. (ril)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *