Mimbar  

Meraih Lima Hikmah di Balik Sakit

Cinta

LAMANRIAU.COM – Perkara sakit merupakan perkara yang ajaib. Kenapa? Ajaib karena sakit akan menimpa siapa saja, baik orang tua ataupun muda, kaya ataupun miskin, muslim ataupun kafir, orang bertakwa ataupun pelaku maksiat. Bahkan Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah sakit.

Bukti bahwa semua orang yang bisa sakit, menunjukkan betapa rendah dan lemahnya dunia ini. Sehingga tidak pantas kita bergantung kepada dunia. Sebaliknya, justru selayaknya kita bergantung kepada Zat Maha Penyembuh dan Maha menurunkan dan mengangkat sakit. Dialah Allah Rabbul ‘Alaamin.

Baca : Jadilah Orang Beruntung, Bukan Orang yang Merugi

Ujian berupa sakit merupakan satu ketentuan dan takdir Allah yang telah Ia tetapkan bagi seluruh ciptaan-Nya dari ketentuan dan takdir lainnya. Ada sakit juga ada kesembuhan. Ada kebahagiaan juga ada kesedihan. Ada perjumpaan juga ada perpisahan. Sebagaimana ada kesulitan juga ada kemudahan.

Hal ini sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam Kitab-Nya,

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS. al-Anbiyaa’: 35)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan ayat tersebut dengan ungkapannya,

“Kami akan menguji kalian dengan kesulitan dan kesenangan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kefakiran, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, serta petunjuk dan kesesatan.” (Tafsir ath-Thabari, Muhammad bin Jarir ath-Thabari, 18/440)

Dari ayat ini, kita tahu bahwa berbagai macam penyakit juga merupakan bagian dari cobaan Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Namun terkadang di balik cobaan ini, bahkan seringnya, terdapat berbagai rahasia atau hikmah yang tidak dapat dinalar oleh akal manusia. Berikut lima hikmah di balik sakit:

Proses Penyucian dan Penambah Iman serta Ketakwaan

Adapun hikmah pertama dari sakit yang harus kita tahu bahwa dalam menghadapi sakit manusia berbeda-beda kondisi dan keadaannya. Ada yang mendapatkan pahala dari sakit yang menimpanya. Dan ada juga yang justru bertambah dosa dengannya.

Sebagaimana yang telah disabdakan Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ، وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ

“Sesungguhnya pahala yang besar diperoleh melalui cobaan yang besar pula. Apabila Allah mencintai seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan kepadanya, barang siapa yang rida (menerimanya) maka Allah akan meridainya dan barang siapa yang murka (menerimanya) maka Allah murka kepadanya.” (HR. At Tirmidzi no. 2396)

Juga terdapat hadis lain tentang tingkatan ujian dan ganjaran dari ujian Allah subhanahu wata’ala. Suatu hari seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya?”

Beliau menjawab,

الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الصَّالِحُونَ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ مِنْ النَّاسِ يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلَابَةٌ زِيدَ فِي بَلَائِهِ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ خُفِّفَ عَنْهُ وَمَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَمْشِيَ عَلَى ظَهْرِ الْأَرْضِ لَيْسَ عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

“Para nabi, kemudian orang-orang saleh, kemudian yang sesudah mereka secara berurutan berdasarkan tingkat kesalehannya. Seseorang akan diberikan ujian sesuai dengan kadar agamanya. Bila ia kuat, ditambah cobaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringankan cobaan baginya. Seorang mukmin akan tetap diberi cobaan, sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikit pun.” (HR. At-Tirmidzi no. 2398; HR. Ibnu Majah no. 4023; HR. Ahmad no. 1484. Imam at-Tirmidzi berkata hadits ini hasan sahih)

Melalui hadits tersebut kita paham bahwa cobaan atau pun ujian Allah bertingkat-tingkat, termasuk sakit. Semakin beriman seseorang, maka semakin berat ujian yang akan ia hadapi. Karena sejatinya ujian dan cobaan merupakan proses penyucian dan penambah iman dan ketakwaan.

Maka dari itu, selaku orang yang beriman marilah tetap bersabar, berusaha rida dengan penuh keikhlasan hati atas setiap ujian dan cobaan yang kita hadapi. Nasalullah al ‘afiyah wat taufiq was sadad.

Sikap sabar, ikhlas, dan rida dengan ketentuan serta ujian-Nya akan menjadi bekal keimanan dan pengalaman ruhani seorang hamba dalam menjalani kehidupan duniawi.

Tak ubahnya sekolah, kehidupan juga demikian. Nilainya akan tetap ditentukan dari kualitas dan kuantitas kesabaran, keikhlasan, keimanan, dan ketakwaan. Tidak ada yang sia-sia dari semua ketentuan dan kehendak-Nya. Semua ada tujuannya.

Barang siapa yang mau mengambil ibrah dan pelajaran, pastilah ia termasuk orang yang beruntung dan meraih kemuliaan.

Keutamaan Sakit Demam

Adapun hikmah sakit selanjutnya, yaitu antara sakit yang banyak menghilangkan dan menghapuskan dosa adalah sakit demam. Sebagaimana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjenguk Ummu as-Saib atau Ummul Musayyib. Rasulullah berkata kepadanya,

مَا لَكِ؟ يَا أُمَّ السَّائِبِ أَوْ يَا أُمَّ الْمُسَيَّبِ تُزَفْزِفِينَ؟

“Ada apa denganmu, Ummu As-Saib atau Ummul Musayyib, badanmu bergetar?”

Ummu as-Saib menjawab,

الْحُمَّى، لَا بَارَكَ اللَّهُ فِيهَا

“(Ini karena) demam, semoga Allah tidak memberikan keberkahan kepadanya.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,

لَا تَسُبِّي الْحُمَّى، فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ، كَمَا يُذْهِبُ الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ

“Janganlah engkau mencela demam. Karena demam itu bisa menghilangkan kesalahan-kesalahan (dosa) manusia, sebagaimana ‘kiir’ (alat yang dipakai pandai besi) bisa menghilangkan karat besi.” (HR. Muslim no. 2575)

Mengenai hadist ini, Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah berkata,

“Menjadi kewajiban atas seseorang jika tertimpa (demam) untuk bersabar dan mengharap pahala dari Allah Ta’ala dan mengabarkan bahwa demam itu bisa menghapus kesalahan (dosa) sebagaimana kiir bisa membersihkan karat (kotoran) besi.

Hal ini karena jika besi dipanaskan di atas api, hilanglah karat yang menempel, dan besi itu pun menjadi bersih (mengkilap) kembali. Demikian pula demam, akan berdampak seperti itu juga bagi diri manusia (yaitu membersihkan dosa dan kesalahan).” (Syarh Riyadhus Shalihin, Muhammad bin Saleh al-Utsaimin, 1/2049)

Hadits tersebut memberikan pelajaran kepada kita agar jangan sampai mencela penyakit demam. Karena demam itu sejatinya adalah ketetapan Allah azza wa jalla. Allah pulalah yang mengangkat dan menyembuhkannya. Segala sesuatu terjadi karena kehendak-Nya. Artinya, jika ada yang mencela demam sejatinya ia mencela Allah subhanahu wata’ala.

Penyebab Allah Menghapus Dosa Hamba

Adapun hikmah lain dari sakit bagi seorang mukmin adalah dengan sakit, Allah Ta’ala akan menghapuskan dosa-dosa hamba-Nya sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-daunnya. Hal ini telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مَرَضٌ فَمَا سِوَاهُ إِلَّا حَطَّ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا

“Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5660; HR. Muslim no. 2571)

Penyebab Allah Mengangkat Derajat Hamba

Adapun hikmah lainnya dari musibah yang menimpa kita, seperti sakit, akan mengangkat derajat kita di sisi Allah Ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam,

مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ شَوْكَةٍ فَمَا فَوْقَهَا إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً، أَوْ حَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةً

“Tidak ada musibah yang menimpa seorang mukmin berupa sepucuk duri yang melukainya atau yang semisalnya, melainkan dengannya Allah akan mengangkat derajatnya atau menghapus kesalahan-kesalahannya.” (HR. Bukhari no. 5640; HR. Muslim no. 2572)

Pahala yang Senantiasa Tetap Mengalir

Hikmah di balik sakit yang menimpa seorang muslim kelima ialah kesempurnaan pahala yang senantiasa tetap mengalir. Terkadang, dengan sakit, beberapa aktivitas ibadah seorang hamba menjadi sedikit terhalang kesempurnaannya.

Artinya, kita sebagai seorang hamba tidak dapat menjalankan aktivitas ibadah sebagaimana biasanya. Maka di antara bentuk rahmat dan kasih sayang Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah pahala amal saleh yang terus mengalir meskipun ia dalam keadaan sakit.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam,

إذَا مَرِضَ العَبْدُ، أوْ سَافَرَ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيْمًا صَحِيْحًا

“Apabila seorang hamba sakit atau sedang safar, maka Allah akan menuliskan baginya pahala seperti saat ia lakukan ibadah di masa sehat dan bermukim.” (HR. Bukhari no. 2996)

Masih banyak tentunya hikmah lainnya yang tidak bisa disebutkan di sini. Semoga kita termasuk hamba-Nya yang bisa meraih semua keutamaan dan hikmah tersebut. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin. ***

Editor: Fahrul Rozi/Sumber: dakwah.id

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *