Cerpen Fiana Winata: Telaga Harapan

SUDAH empat tahun Ranti menjalani profesi sebagai guru les dari rumah ke rumah. Ranti adalah gadis yang sederhana dan tekun bekerja. Ia sadar betul dengan kondisi keluarganya, kuliahnya harus tertunda karena tidak ada biaya. Tapi Ranti tetap tersenyum ikhlas dan tetap berbangga dengan kegiatannya saat ini.

Ranti adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di salah satu perguruan tinggi swasta. Tapi Ranti membuka les mengaji, sederhana saja ia ingin sekali membagi ilmu yang pernah didapat saat di pesantren dulu. Siapa saja bisa mengajarkan mengaji, sampaikanlah walau satu ayat inilah prinsip dalam hidupnya.

Pagi itu, Ranti menerima pesan singkat di ponselnya. “Ran, hari ini ujian semester kamu tidak datang?” Ranti hanya bisa terdiam setelah membaca. Tidak ada balasan Ia hanya mengambil wudhu sambil menyeka air mata. Dalam sujudnya Ranti meminta kekuatan dan jalan terbaik unuk nasib studynya tahun ini. Seharusnya tahun ini adalah tingkat akhir studynya, apa daya sudah dua semester ranti tidak masuk kuliah.

Setelah dhuha ranti pergi ke rumah Ahsan salah satu siswanya. Ahsan adalah anak saudagar kaya, Ibu dan ayahnya adalah perantau dari Palembang. “Ahsan, kak Ranti datang.” Bunda memanggil Ahsan. “Ya bunda.” Jawab Ahsan. “Dek Ranti saya tinggal sebentar ya, saya ingin pergi ke gudang.” Bunda berpamitan. Ranti membalasnya dengan senyuman.

Sudah enam bulan Ahsan belajar dengan Ranti, Ahsan sangat menyukai Ranti banyak perkembangan Ahsan saat ini, bacaannya sudah mulai fasih. ‘Ahsan, Sebentar lagi kamu akan menyelesaikan hafalan Juz 1. Apa cita-cita kamu nak.” Ranti bertanya pada ahsan. “Saya ingin menjadi tentara kak.” Jawab Ahsan semangat. “Masyaallah, semoga cita-citamu tercapai ya nak. Tentara penghafal Al Quran itu baik sekali.” Jawab Ranti meyakinkan.

Dua jam telah berlalu dan tiba saatnya untuk Ranti kembali Pulang. “Kak, bisakah kakak tinggal sebentar sampai bunda pulang.” Tanya Ahsan kepada Ranti. “Loh, kenapa nak. Biasanya kamu bisa sendiri di rumah.” Jawab Ranti heran. “Tidak apa, saya hanya ingin kakak teman hari ini.” Pinta Ahsan pada Ranti. Ranti pun menemani Ahsan sampai bundanya pulang.

Setelah Bunda Ahsan pulang, Ranti berpamitan. Sebelum Ranti pulang, Ahsan berbisik pada Ranti, “Kakak yang sabar ya, Allah akan bantu kakak.” Ranti melihat Ahsan heran.

Setibanya di rumah, Ranti masih terpikir apa yang dikatakan oleh Ahsan tadi. “Ya sudahlah.” Gumam Ranti dalam hati. “Ran, sini sebentar nak.” Panggil ibu dari dapur. Di dapur ibu bertanya kepada Ranti terkait kuliahnya, sudah satu tahun ini ranti hanya sibuk mengajar les dan tak pernah pergi kuliah lagi. “Maafkan ibu ya nak, Ibu tidak bisa berbuat banyak, lihat ayahmu kondisinya belum membaik sampai saat ini.” Terlihat sendu menatap Ranti. “Ibu, jangan berkata begitu. Jika uang telah terkumpul Ranti akan kembali kuliah.” Ranti menguatkan.

Malam ini dilalui Ranti dengan penuh harapan, esok adalah ujiannya tapi Ranti hanya mampu terdiam sambil melihat selembar kertas yang berisi rekapan nilainya tahun lalu. Malam semakin larut, sulit baginya memejamkan air mata. Dalam benanknya bagaimana saya bisa menyelesaikan semuanya. Hingga pada akhirnya ia terlelap dalam cemas yang bersarang dalam dada.

Azan pun berkumandang, Ranti terbangun dengan cemas yang masih meradang. Melangkah dengan gontai menuju kamar mandi untuk membasuh muka. Pagi ini tersa dingin,angina kencang yang berhembus di luar membuatnya makin malas beranjak dari kamar. Setelah sholat subuh, Ranti melantunkan surat Al Waqiah, surat ini jika dibaca pagi hari dapat mendatangkan rezeki, inilah yang diyakininya selama ini.

Ranti menghidupkan ponselnya untuk melihat jadwalnya pagi ini. Ada pesan singkat dan notifikasi M-Bangking, ia terkejut dalam pesan singkatnya ia melihat nominal Rp. 5.000.000,-. Bagaimana bisa, nominal itu yang dibutuhkannya saat ini, tapi siapa yang telah mengirimnya. Bergegas ia melihat chat singkat dalam Wa-nya, ternyata bunda Ahsan yang mengirimkannya.

Bergetar badannya, berlinang air matanya. Asa yang ia simpan selama ini mendapat jawaban. “Ibuuuuuu …” teriak Ranti dari kamar. “Ada apa nak, apa yang terjadi?” Ibu kaget bukan kepalang mendengar teriakan Ranti yang menggelegar.

“Lihat Bu, nominal ini! Ini yang Ranti butuhkan untuk melunasi uang kuliah semester ini.” Ranti memeluk ibu erat. “Dari mana kamu dapatkan itu nak?” Tanya bunda sambil mengelus rambut Ranti. “Ahsan Bu, Bunda Ahsan yang mengirimkannya.” Jawab Ranti terbata-bata.

Ranti pikir tak ada harapan, lalu harus mengikhlaskan tapi Allah jawab semua doa walau hati penuh keraguan. “Apa Ranti berdosa Bu?” Tanya ranti menatap Ibunya. “Allah sesuai prasangka hambanya, saat kamu yakin maka jalan itu akan terbuka. Sekarang temui bunda Ahsan, ucapkan terima kasih untuk bantuannya.” Ibu berkata pada Ranti.

Bergegas merapikan diri lalu Ranti menemui bunda Ahsan pagi ini. “Bunda, bagaimana bunda tahu jika saya membutuhkan uang ini.” Tanya Ranti heran. Bunda tersenyum lebar lalu menjelaskan, “Ahsan melihat chatmu kemarin dan dia bercerita pada bunda. Kamu anak yang baik, guru yang baik untuk Ahsan. Bunda mau kamu selesaikan studi tahun ini. Raihlah gelar sarjana setelah itu mengabdilah sesuai impianmu.” Jelas bunda penuh harapan.

“Saat hati penuh keraguan tapi Allah memeluk dengan penuh cinta. Tak ada yang tidak mungkin dalam setiap perjalanan, jika Allah berkata “Kun” maka “Fa Yakun” hidup adalah rangakain cinta dari-Nya.” Ranti mendengar tausiyah yang diputar supir dalam angkot menuju kampusnya. Berkelebat dalam bayangannya, baru semalam ia dilanda kegelisahan. Tapi Allah buktikan dengan seketika. Sungguh indah skenario Allah, kini Ranti menata setiap langkah dengan senyuman. ***

Bukittinggi, 2 Oktober 2022

———————-
Fiana WinataFiana Winata. Wanita kelahiran Cirebon, Jawa Barat saat ini berdomisili di Bukittinggi. Kegiatan hari ini sebagai pendidik di SMP Islam Al Ishlah Bukittinggi. Menulis lima buku tunggal puisi dan dua puluh dua antologi. Beberapa tulisan sudah dimuat dalam surat kabar dan media online Indonesia dan Malaysia. Silakan sapa penulis ig.ofie_gw atau fb.Fiana Winata. *

Baca : Cerpen Fatih Muftih: Bangkitnya Surau Kami

*** Laman Cerpen terbit setiap hari Minggu dan menghadirkan tulisan-tulisan menarik bersama penulis muda hingga profesional. Silakan mengirim cerpen pribadi, serta terjemahan dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected]. Semua karya yang dikirim merupakan tanggungjawab penuh penulis, bukan dari hasil plagiat,- [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews