Rindu Lubang
(kepada penguasa negeri)
Pagi hujan masih tersenyum
awan mendung menggelora
lubang di mana mana
tak ada yang menyentuh
Lubang pun berburuk sangka
hardik diri, “mengapa mereka?
Apakah sekarang tak butuh lubang?”
Sorak awan berarak menuju selatan
butiran intan saling berlomba
lubang lubang terus berjajar
berbaris seperti kehilangan malu
tak ada yang menjajaki
terbiar lunglai pasrah
deras air menutupi
memanipulasi pandangan
Terdengar sorenya berita
lubang memamah hnd, ymh, szk
terbaru auda dan bmt
Lubang tersenyum menyeringai bahagia
akhirnya ada juga yang dimamah
lubang yang dahulu hanya semili
terus memperkecil berubah smelter
Kini lubang perkasa menantang
para kontraktor jalan
pun penguasa anggaran
“Kapan kita berburu bersama lagi.
Aku rindu kalian.”
Pekanbaru, Januari 2023
Negeri Gibah
Para aktor pengaruhi negeri
terus bergibah tanpa henti
dari semula ingin tiga kali
berubah berkali-kali
Ada yang ingin
dari enam
sembilan
lima,
sepuluh,
tujuh
menjadi seumur jagung
Negeri gibah inkar konstitusi
para aktor pelakon sinetron
tanpa sutradara hakim seolah tiada
tereduksi hubungan DNA
Negeri gibah kehilangan harga
diri di negeri sendiri
atas nama investasi
tanah air terinfiltrasi
sumber alam diintervensi
marwah diinvansi
Negeri gibah konsisten
tak cerdas hormat diri
karena segalanya dibebankan
sandaran argumentasi
melawan resesi
Negeri gibah
sadarlah bahwa resesi
sesungguhya adalah harga
yang sedang krisis
melupa diri
tak hendak mengerti
jika kuasa pasti
berakhir.
Pekanbaru, Januari 2023
Mengatur Ulang
(teristimewa kepada k schwab dan wef)
Hingar bingar yang dicipta (renstra)
dengan sebuah narasi antara plandemi
atau pandemi berhujah akademis
melalui riset berbiaya jutaan dollar
Bermula empat belas tahun lalu
ditambah dua ribu sembilan menjadi
dua ribu sembilan belas
menjajah jiwa
runtuh, resah melegam haru
dunia terpenjara
narasi yang dicipta
Antara wuhan dan maryland,
yang mana dulu
tak pernah dikritisi
penduduk bumi membisu
terpenjara regulasi institusi dunia
masker adalah simbolik dari
“… pandemi demi
plandemi demi
demi pendemi
demi plandemi …“
Kini warga bumi menunggu
kapan datang kembali
laksana sihir menjadi
yang serba baru
dunia baru
bukan yang dulu
hidup dalam
mono komando.
Pekanbaru, Januari 2023
Valadomir
Kisah melankolis sebuah keluarga
dari bahasa ibunda yang identik
terbelah menjadi timur barat
jika tak bijak kisruh dunia ketiga
tinggal menghitung jari
Valadomir ibarat sketsa
penentu kemaslahatan manusia
walaupun pembuat skenario
bermukim di ujung barat
dari belahan timur selatan utara
pemasok mortir penghancur
tetap mereka
membarat
Sebuah keluarga diadu binasa
ibarat pepatah
“ menang menjadi abu,
kalah menjadi arang “
Tetap saja membarat pemenangnya
mereka para pembisnis mesin pembunuh
yang hobi mentos anggur merah
tertawa termehek
pundi dollar pun melimpah
Sementara,
di sudut negeri narnia
ribuan nyawa tersadai
terkubur dalam orkestra
paduan suara membarat
Valadomir,
bangun bangkitlah jangan terpedaya
hasutan ambisi menjadi boneka
Sebelum esok,
siapa tahu tuan p terlupa
menekan tombol nuklirnya.
Pekanbaru, Januari 2023
—————–
Muchid Albintani lahir di Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Sajak-sajaknya terbit dalam antologi, “Menderas Sampai Siak” (2017). “Ziarah Karyawan” (2017). “Segara Sakti Rantau Bertuah Antologi Puisi Jazirah 2” (2019). “Paradaban Baru Corona 99 Puisi Wartawan Penyair Indonesia” (2000). Baca sajak Lantera Puisi V 2018 di Singapura. Buku sajaknya, “Revolusi Longkang” (2017) dan “Rindu Dini” edisi revisi (2022). Buku terbarunya, “Teori Evolusi Dari Ahad Kembali Ke Tauhid Esai-Esai Akhir Zaman”. (Deepublish: 2021). “Terapi Virus Cerdas Berbangsa Bernegara” (Deepublish: 2022).*
Baca: Sajak Sajak Muchid Albintani (Bag. 2)