Sajak Sajak Karya Muchid Albintani (Bagian ke-2)

Mubahalah

Selamat pagi guntur petir
samudera pun tersenyum tanpa hempasan
menunggu panggilan rindu sangsakala
tatkala sumpah mengelabui alam
pada sore tanpa senyum mentari

Malam pun menjemput kabut kelabu
bersembunyi dalam kilatan cahaya
berharap menutupi kejujuran semua
yang tertera dalam secarik kepalsuan

Ada apa dengan mubahalah,
biarkan subuh bisu mengkalkulasi
semua yang terkalkulasi dalam
mujarobat sembari terus berkomat-kamit
tuding menuding ilmiah bukan eksklusif
deteksi jurnalisme standar jujur nurani

Angka lima enam puluhan tahun pada
malam tiga puluh bulan sembilan
biarkan bawah sadar keluarga kakek nenek
mereview ingatan ihwal mubahalah
jangan mengundang murka Israfil
pada setiap subuh jumat pekan depan

Mubahalah tak seperti yang selalu terikrar
ibarat sketsa dalam tutur jujur karakter
mengakumulasi satu hurup pun mustahil
tercecer dalam buku besar Rakip dan Atit
maka mubahalah akan menjadi kamera
mendeteksi lisan merekam lakon
mengaudit bohong setiap kata meluncur
dari bibir.

Mubahalah tidak seperti telenovela sinetron apalagi.
Mubahalah itu nurani tak pernah mati.
Mubahalah juga cermin tak berbayang.
Hari ini, esok entah lusa depan
mubahalah terus bersama kita.

Pekanbaru, September 2022

 

Menunggu Waktu

Semut semut yang nakal serta kecoa liar
tak pernah bergumam lagi, padahal sesekali
kokok ayam masih terus bersahutan
mungkinkah alam mulai rindu pada kejujuran
yang puluhan tahun terhempas gelombang
kepintaran?

Hari ini dua dasa warsa ke depan walau
pungguk terus membenci bulan,
pak ngah tak akan pergi, bulan tetap tenggelam
tersebab nakhoda terlanjur pintar
dua kali terasa lebih,
tiga empat akan menjadi.

Hanya menunggu waktu.
pada audit yang serba plus
positif tak ada negatif.

Utang tak ada.
Kemiskinan nihil.
Kejujuran surplus.
Nilai tukar melampau dolar pound rubel yuan.

Menunggu waktu bukan sebatas tanda.
Tersebab waktu bukan uang,
maka dapat bermetamarfosis menjadi rindu.

Berpisah untuk menyatu
seperti uni soviet tempoe doeloe

Bukan membuang waktu,
bagai rindu yang terpenggal.

Pekanbaru, September 2022

Dialektika:
kepada penyuka prank

Bijak mana, tertipu atau menipu?
Kalau boleh jangan keduanya.
Itulah yang bijak.

Apa mungkin?

Begitulah dialektika hidup.
Logis sepertinya tak ada pilihan: menipu atau ditipu (tertipu).
Prank berbeda, tidak tertipu apalagi menipu.
Terkena prank bukan menipu pun tak tertipu

Mencipta prank apakah bijak?

Tidak. Bijak. Tidak. Bijak. Tidak. Bijak.
Sebuah rangkaian dialektika antara tidak dan bijak.
Prank, menipu dan tertipu sebuah rangkaian yang dialektik.

Tidak bijak ngeprank, menipu pun tertipu.
Ngeprank mengerjai ada maksud: bisa baik juga sebaliknya.
Menipu mustahil baik.
Tertipu adalah korban.
Tidak juga. Tergantung motif.

Ada orang atau sekelompok yang sengaja menipu.
Yang lain tertipu. Yang lainnya itu korban.
Kalau korbannya banyak?

Itulah prank.

Pekanbaru, September 2022

Nostalgia Bohong

Mereka,
kami,
kita,
pun aku,
rindu bohong

Puluhan tahun silam ketika kaum
munafiqun berselingkuh bersama
kaum peniada ilahi,
tak mungkin kembali

Hari ini negeri baldatun toyyibatun jujur
seperti tiada kehadiran sang penguji
semua linier bahagia berkecukupan
tak kurang suatu apa

Masyaallah
Tabarakallah

Aku tak seperti mereka,
kami juga kita
terlalu jujur tak dapat hidup
ingin berbohong seperti
tahun enam puluh lima lalu
bersama menikmati seteguk anggur bohong
sembari memamah daging
kurban saudara sebangsa.

Pekanbaru, September 2022

Sumber: J5NEWSROO.COM

————–
Muchid Albintani lahir di Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Sajak-sajaknya terbit dalam antologi, “Menderas Sampai Siak” (2017). “Ziarah Karyawan” (2017). “Segara Sakti Rantau Bertuah Antologi Puisi Jazirah 2” (2019). “Paradaban Baru Corona 99 Puisi Wartawan Penyair Indonesia” (2000). Baca sajak Lantera Puisi V 2018 di Singapura. Buku sajaknya, “Revolusi Longkang” (2017) dan “Rindu Dini” edisi revisi (2022). Buku terbarunya, “Teori Evolusi Dari Ahad Kembali Ke Tauhid Esai-Esai Akhir Zaman”. (Deepublish: 2021). “Terapi Virus Cerdas Berbangsa Bernegara”, (Deepublish: 2022).

Baca : Sajak-Sajak Karya Muchid Albintani

*** Laman Puisi terbit setiap hari Minggu. Secara bergantian menaikkan puisi terjemahan, puisi kontemporer nusantara, puisi klasik, dan kembali ke puisi kontemporer dunia Melayu. Silakan mengirim puisi pribadi, serta puisi terjemahan dan klasik dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected] [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews