Opini  

Pemilu Dalam Perspektif Keagamaan

Oleh Abuzar, SH

AGAMA berasal dari kata iqoma, atau maqoma yang berarti pendirian. Agama jika dinarasikan per kata menjadi A gama atau Ugama – a = tidak, gama = kacau, artinya tidak kacau. Orang yang beragama itu mestinya orang yang berpendirian dan tidak kacau. Agama yang berasal dari Allah Tuhan yang Maha Kuasa disampaikan oleh utusan Allah disebut rasul pada hakikatnya mengajarkan, membimbing umatnya agar hidup selamat, rukun, aman, sentosa dengan aturan-aturan yang sedemikian rupa berdasarkan usul kejadian penciptaan manusia dan makhluk lainnya serta alam semesta itu sendiri. Jadi aturan agama itu berasal dari Tuhan. Namun dalam prakteknya pengetahuan manusia lah yang terbatas dalam implementasi dan pemahamannya tentang hakikat agama tersebut. Bukan agama nya yang salah, tapi batas pikir manusia yang belum sampai. Maka memahami agama tidak bisa dengan pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena ilmu pengetahuan dan teknologi itu adalah produk manusia yang akan bisa beraktfitas dan berbuat dengan adanya ruh. Sedangkan agama itu disampaikan oleh Rasul atau utusan untuk mendidik ruh itu sendiri yang memproduk ilmu pengetahuan dan teknologi.

Jika bukan orang yang berhak atau paham tentang agama menjelaskan tentang agama disitu mulai timbul berbagai penafsiran dan pemahaman yang membuat terjadinya selisih paham dan kekeliruan dalam pengamalan agama. Maka tidak dianjurkan untuk kita membuat satu keputusan yang memaksakan kehendak dan dengan kemauan kita sendiri dalam kehidupan ini, namun dianjurkan kita melakukan musyawarah sebagai bahan pertimbangan atas apa yang disepakati dalam suatu persoalan.

Ilmu pegetahuan dan teknologi sebagai hasil olah pikir manusia berasal dari potensi ruh yang dianugerahkan oleh Tuhan, dapat menjadi wadah insan dalam menghayati betapa luar biasa nya penciptaan Tuhan terhadap makhluknya, yang tentunya jika ditarik kepada maksud dan tujuan penciptaan manusia yaitu untuk beribadah kapada Tuhan Nya atau sang Khalik. Segala sesuatu yang wujud di permukaan bumi ini hendaknya dijadikan sebagai alat atau wadah bagaimana seorang manusia dapat memakmurkan kehidupan berdasarkan ajaran Tuhan, yakni agar manusia itu saling kenal mengenal dan saling berkasih sayang antar sesamanya. Lain tidak itulah maksud diciptakan nya manusia dalam kehidupan dunia ini.

Lalu dalam proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini tentu terjadi berbagai macam kepentingan dan kebutuhan, dilatarbelakangi adanya suatu sifat dalam diri setiap manusia yakni hawa nafsu. Hawa nafsu itu ada dua macam yaitu nafsu muthmainnah dan nafsu lawwamah amarah yang ada pada setiap manusia, tidak membedakan suku, bangsa dan agama manapun. Ia nya ADA PADA TUBUH YANG SEBATANG PADA DIRI MANUSIA.

Lalu bagaimana kita menyikapinya dalam konteks bernegara kaitannya dengan Pemilihan Umum atau pemilu yang dilaksanakan ?

Sebagaimana disebutkan diatas tadi, bahwa dikehendaki kita bermusyawarah dalam memutuskan sesuatu persoalan. Karena dalam konteks agama, tiada siapa-siapa tempat kita mengadu dan berlindung, melainkan amalan yang baik serta iman dan taat kepada Allah dan rasul Nya. Maka barangsiapa yang bersuka-suka diatas dunia ini dengan mengerjakan dosa, nanti mereka itu kena jemur di Padang Mahsyar dan mendapatkan huru-hara diatas titian sirotalmustaqim. Senantiasa ia kena azab di neraka Jahannam. Barangsiapa yang bersuka-suka diatas dunia ini dengan mengerjakan amal ibadah, maka senanglah ia di dalam kuburnya dan bernaung dibawah amalannya di Padang Mahsyar dan sentosalah ia di atas titian sirotalmustaqim, dan serta dimasukkan Allah Ta’ala dalam surga Jannatunaim.

Dalam kaitannya dengan pemilihan Umum atau Pemilu yang diselenggarakan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, sudah barang tentu maksud pelaksanaannya ialah memenuhi ketentuan yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa dan negara ini terdahulu yakni pada Sila ke 4 Pancasila berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan.

Artinya berbagai macam kepentingan dan kebutuhan rakyat yang ingin dilakukan atau laksanakan hendaknya dimusyawarahkan dengan baik, penuh hikmah dan kebijaksaaan melalui wadah perwakilan. Musyawarah yang diatur dengan system perwakilan ini merupakan suatu tatanan bernegara, bermasyarakat yang kita pikir tidak sembarangan telah diambil oleh para pendiri bangsa kita terdahulu. Tatanan dan nilai-nilai yang diwariskan ini dapat terus dilaksanakan menghadapi tantangan segala zaman jika kita konsisten dan komitmen menjalannya nya dengan penuh tanggungjawab.

Pemilu yang diselenggarakan untuk memilih perwakilan rakyat yang nantinya akan membentuk suatu dewan perwakilan rakyat baik daerah maupun pusat, merupakan sarana menyelenggarakan sirkulasi hak dan kewajiban warganegara, yang bertanggung jawab dalam kehidupan bernegara yang kokoh dan semakin baik. Baik dalam bahasa yang kita perluas dapat berbentuk keadaan anak bangsa dan situasi negara yang semakin sejahtera dan maju, hukum ditegakkan, keadilan dapat dirasakan, kehidupan masyarakat menjadi mudah dan kemakmuran dapat dicapai. Dengan begitu maka terwujud dengan apa yang disebut dengan negeri yang aman dan tentram serta penuh keberkahan yang kita inginkan Bersama.

Demikian kiranya perspektif keagaman ini dapat disampaikan dalam kaitannya dengan pelaksanaan pemilihan Umum yang akan kita selenggarakan pada tanggal 14 Februari 2024 dalam Negera Kesatuan Republik Indonesia Ini. Semoga penyelengaraannya lancar dan sukses, hingga menghasilkan para petugas-petugas perwakilan rakyat dan daerah yang akan bekerja dalam suatu dewan, serta pemimpin negara yang akan melaksanakan tugas mewujudkan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta mewujudkan sila ke 5 Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Wassalam. ***

*) Penulis adalah Ketua Panwaslu Kecamatan Kulim

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews