Putra Riau, Raja Juli Antoni Resmi Jabat Menteri Kehutanan,Beragam Masalah yang Menanti untuk Diselesaikan

Raja Juli Antoni Resmi Jabat Menteri Kehutanan

LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Putra asli Provinsi Riau, Raja Juli Antoni, kini resmi menjabat sebagai Menteri Kehutanan di Kabinet Merah Putih setelah dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto.

Raja Juli Antoni lahir di Pekanbaru, Riau, pada 13 Juli 1977. Sebelum menjabat sebagai Menteri Kehutanan, ia berperan sebagai Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Ma’ruf Amin.

Kini, Raja Juli Antoni menggantikan Siti Nurbaya, yang sebelumnya memegang posisi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jabatan ini mengalami perubahan setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dipecah menjadi dua kementerian terpisah: Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup.

Sebagai Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni menghadapi berbagai tantangan, termasuk pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, peningkatan akses pengelolaan hutan, serta pengurangan emisi di sektor kehutanan.

Raja Juli Antoni juga dihadapkan dengan beragam isu di sektor kehutanan, termasuk isu kebakaran hutan dan lahan, asap lintas batas negara, deforistasi, konflik tenurial, pembalakan liar, pengelolaan lahan gambut, perizinan, dan kebijakan akses kelola hutan, isu masyarakat dan wilayah adat, serta optimasi pemanfaatan hutan.

Putra dari tokoh masyarakat Riau Raja Ramli Ibrahim, itu juga harus mengawal implementasi dari berbagai kebijakan kehutanan untuk mencapai target pengurangan emisi di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (forestry and other land use/FOLU). Dengan Indonesia sudah menargetkan ingin mencapai kondisi dimana tingkat serapan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sudah lebih tinggi dari penyerapan pada 2030 di sektor kehutanan atau FOLU Net Sink 2030.

Pencapaian itu terutama untuk mencapai target iklim yang sudah tertuang di dalam dokumen iklim Indonesia yaitu Nationally Determined Contribution (NDC). Indonesia juga akan mengeluarkan dokumen NDC kedua jelang Konferensi Iklim PBB ke-29 (COP29) di Azerbaijan pada November 2024.

Raja Juli harus mengambil berbagai langkah untuk mencapai berbagai indikator pembangunan sektor kehutanan yang lebih baik. Hal ini mencakup penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sektor kehutanan, dengan fokus pada pencapaian tingkat laju deforestasi yang rendah. Selain itu, ia perlu mengoptimalkan pemanfaatan hasil hutan kayu melalui skema multi usaha kehutanan. Raja Juli juga harus memastikan bahwa izin pemanfaatan hutan tidak hanya dikuasai oleh korporasi, tetapi juga melibatkan masyarakat melalui program perhutanan sosial.***

Editor: Fahrul Rozi/Penulis: M.Amrin Hakim

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews