Rawat Inap Pasien BPJS Kesehatan Hanya Tiga Hari?

foto ilustrasi

LAMANRIAU.COM – Rawat inap bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan disebut dibatasi maksimal hanya tiga hari.

Secara umum, saat sakit dan diharuskan rawat inap, peserta BPJS Kesehatan akan mendapatkan layanan sesuai dengan kelas masing-masing.

Namun, karena sistem INA-CBGs, rumah sakit diklaim membatasi durasi rawat inap paling lama tiga hari, baik jika pasien sudah sembuh ataupun belum.

Sistem INA-CBGs adalah sistem pembayaran yang digunakan oleh BPJS Kesehatan untuk mengganti klaim rumah sakit.

Dikutip dari Kompas.com, akun TikTok @dokter*** pada Sabtu (7/12/2024) menyebutkan, BPJS Kesehatan membayarkan biaya yang sama meski penanganan pasien berbeda, sehingga rumah sakit tak bisa memberikan perawatan optimal.

“Yang jadi masalah pasien walaupun sama2 diagnosis usus buntu kondisinya beda2/ Yang satu habis operasi pulih, yang satu habis operasi ada infeksi harus masuk ICU. Biayanya BEDA, tapi dibayar sama BPJS-nya SAMA,” tulis pengunggah.

Tidak ada durasi maksimal rawat inap BPJS Kesehatan

Asisten Deputi Komunikasi Publik dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah menegaskan, pihaknya tidak membatasi durasi rawat inap peserta JKN maksimal tiga hari.

Menurutnya, BPJS Kesehatan telah menerapkan Janji Layanan JKN di setiap fasilitas kesehatan atau faskes.

Komitmen tertulis itu bertujuan untuk memberikan jaminan kepada pasien tentang waktu dan kualitas pelayanan kesehatan yang akan diterima.

Janji Layanan JKN berisi beberapa poin agar faskes menjamin kenyamanan dan pelayanan pasien tanpa diskriminasi, salah satunya mengenai durasi rawat inap.

“Dalam Janji Layanan JKN tersebut, terdapat beberapa poin utama yang disampaikan, yaitu tidak ada lagi fotokopi berkas, tidak ada batasan hari rawat inap, tidak ada diskriminasi, dan tidak ada iur biaya tambahan bagi pasien JKN,” ujarnya kepada Kompas.com, Minggu (8/12/2024).

Rizzky menyampaikan, lamanya durasi rawat inap pasien menyesuaikan kebutuhan medis peserta berdasarkan arahan dari dokter penanggung jawab.

Apabila dokter menyatakan pasien BPJS Kesehatan sudah sembuh atau terkendali penyakitnya, maka baru boleh dipulangkan.

Oleh karena itu, dia mengimbau peserta yang menjalani rawat inap dan menemukan ketidaksesuaian pelayanan di faskes untuk melapor kepada BPJS Kesehatan.

Laporan dapat disampaikan secara langsung melalui care center BPJS Kesehatan 165 atau petugas BPJS Satu! (Siap Membantu) yang informasinya terpampang di faskes.

“Nama, foto, dan nomor kontak petugas BPJS Satu! terpampang pada ruang publik di rumah sakit,” jelas Rizzky.

Faskes yang langgar perjanjian akan ditindak

Sebelumnya, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien mengungkapkan, rumah sakit atau faskes yang melanggar perjanjian kerja sama dengan BPJS Kesehatan akan tindak.

Penindakan tersebut bisa berupa teguran lisan, teguran tertulis, perintah pengembalian kerugian kepada pihak yang dirugikan, sampai pemutusan kerja sama.

“Yang menentukan dan tahu kondisi pasien sembuh atau bisa pulang tergantung kepada dokter penanggung jawab pasien,” ujarnya.

Sementara itu, pembayaran klaim rumah sakit oleh BPJS Kesehatan memang dilakukan dengan tarif paket berbasiskan Indonesia Case Based Groups (INA-CBGs).

Sistem ini menggunakan paket berdasarkan diagnosis dan prosedur penyakit yang diderita oleh pasien BPJS Kesehatan.

Namun, sistem INA-CBGs bertujuan untuk rasionalisasi biaya, meningkatkan kualitas layanan, keadilan, serta mencegah penyalahgunaan. (*)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews