LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Kepala Pusat Industri Hijau, Teddy Caster Sianturi mengatakan, Indonesia masih membutuhkan PLTU berbahan bakar batubara. Alasannya lebih murah ketimbang pembangkit lain.
“Batubara masih menjadi sumber energi karena belajar dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya mengandalkan pada minyak dan gas bumi yang terbukti telah membebani APBN,” kata Teddy di Jakarta.
Dengan beralih kepada batubara yang cadangannya lebih besar, diperkirakan masih dapat dipergunakan sampai 50 tahun ke depan. Dibanding cadangan migas yang hanya akan bertahan 20-30 tahun ke depan. Artinya, pemanfaatan batubara adalah kearifan lokal.
PT PLN (Persero) banyak membangun PLTU yang energi primernya adalah batubara. Hal ini bukan hal yang aneh mengingat industri lain seperti tekstil, petrokimia, semen, dan pupuk juga melakukan hal yang sama, jelas Teddy.
Teddy mengakui, untuk bahan bakar batubara, persoalan lingkungan masih menjadi ganjalan. Seperti untuk PLTU batu bara maka sisa bakaran berupa abu tumpukannya bisa menyerupai gunung.
Memang hal ini menjadi peluang bagi industri memanfaatkan berbagai sumber energi, di luar fosil dan batubara, yakni energi baru dan terbarukan (EBT) hanya saja belum mampu memenuhi kebutuhan listrik nasional, jelasnya..
Di dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), menunjukkan sampai saat ini Indonesia masih mengandalkan energi fosil dengan kontribusi 95%.
Sementara EBT yang tidak akan habis, baru mampu berkontribusi sebesar 5% dalam bauran energi nasional. Namun demikian, dalam RUEN telah ditetapkan, Pemerintah akan terus meningkatkan pemanfaatan EBT. Jika pada tahun 2015, kontribusi EBT baru mencapai 5%, maka pada 2025 ditargetkan menjadi lebih dari 23%. Diperkirakan bakal naik lagi menjadi lebih dari 31% pada 2050.
Sedangkan kontribusi gas relatif stabil, berada di kisaran 23%. Kontribusi batubara akan meningkat dari 25% pada 2015, menjadi lebih dari 30% pada 2025. Akan tetapi, setelah itu bakal turun tersisa 25% pada 2050.
Khusus untuk konsumsi minyak bumi, ditargetkan untuk dikurangi setiap tahun. Jika pada 2015, kontribusinya mencapai 46% maka angka tersebut akan turun menjadi di bawah 25% pada 2025. Dan terus menurun menjadi 20% pada 2050.
Itu sebabnya pemanfaatan EBT dalam bauran energi nasional yang berasal dari energi panas bumi, sinar matahari, angin, air terjun, dan arus laut belum dapat dimanfaatkan secara optimal. (inc)