LAMANRIAUCOM – Rekonsiliasi pasca pilpres kian menjadi isu yang hangat dalam politik Indonesia. Khususnya, pasca Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto bertemu dengan presiden terpilih Joko Widodo.
Teranyar, politisi Gerindra Sodik Mudjahid melemparkan wacana bahwa rekonsiliasi penting untuk kebersamaan dan persatuan bangsa. Dalam hal ini, Sodik kemudian menyebut semangat rekonsiliasi harus diejawantahkan dalam komposisi di eksekutif dan legislatif.
Menurutnya, komposisi terbaik itu adalah PDI Perjuangan sebagai pemimpin DPR, Jokowi sebagai presiden, dan Gerindra menduduki kursi ketua MPR.
Partai koalisi Jokowi-Maruf langsung angkat bicara menanggapi wacana yang disuarakan Gerindra tersebut. Salah satunya, PKB.
Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding menyebut bahwa gagasan meminta ketua MPR merupakan hal lumrah dalam iklim demokrasi di Indonesia. Hal serupa bahkan dilakukan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang meminta partai koalisi pemerintah mengusungnya menjadi suksesor Zulkifli Hasan.
“Wacana Gerindra meminta Ketua MPR adalah hal yang biasa-biasa saja,” tegasnya kepada wartawan, Jumat (19/7).
Namun demikian, dia menilai bahwa partai-partai yang pada Pilpres 2019 lalu tidak mendukung pasangan 01 untuk tidak merapat. Mereka harus menyiapkan diri sebagai oposisi. Termasuk, partai besutan Prabowo.
“Kalau bicara soal ideal, mestinya sudah menyiapkan diri untuk menjadi partai oposisi kalau kalah (di pilpres),” tegasnya.
Dengan menjadi oposisi, maka parpol pendukung Prabowo-Sandi bisa memperlihatkan karakter dan identitas partai tersebut kepada publik. Selain itu, juga akan membantu membangun satu tradisi check and balance.
“Artinya ke depan itu siapapun yang menang dia akan memerintah siapapun yang kalah menyiapkan diri untuk beroposisi. Ini yang ideal,” pungkasnya. (rmol)