Sosial  

Sakit di Sekolah, Siswi Aceh: Ayah Tak Punya Beras, Saya Kelaparan

LAMANRIAU.COM, ACEH – Ketika banyak pejabat negara yang tertangkap tangan KPK karena dugaan korupsi atau masih berkeliaran, perhatikanlah ini Putri Dewi Nilaratih. Putri Dewi terlihat pucat, lesu, dan keringat dingin mengucur pada wajahnya. Pelajar SMP 4 Peureulak, Kabupaten Aceh, ini tidak mengeluh.

Namun, teman-temannya melihat Putri sedang menahan sakit. Dan benar, Putri sakit. Perutnya lapar. Sejak Rabu (7/8) pagi, siswa berusia 14 tahun ini, belum makan.

Setelah diberi makan, guru dan teman-temannya menyarankan agar lain kali Putri sarapan sebelum ke sekolah. Mendengar saran itu, air mata Putri menetes. “Di rumah tidak ada beras…” ujarnya pelan.

Putri menghapus air matanya memakai kain jilbab yang terlihat kumuh.

Putri murid yang baik. Menurut gurunya, nilai pelajaran Putri di atas rata-rata dan rajin ke sekolah. Selama ini, Putri tidak pernah menceritakan kesulitan yang dialaminya.

Dia memilih diam dan tekun belajar. Setelah diberi makan oleh sekolah, remaja malang inipun diantar pulang.

Media online Aceh, Modusaceh.co, Sabtu (10/8), berempati terhadap kondisi Putri.

Mahyuddin, jurnalis media tersebut, menelusuri rumah Putri di Dusun Tualang Masjid Desa Tualang, Kecamatan Peureulak, Aceh Timur.

Rumah itu sangat sederhana, berdinding triplek dan papan. Atapnya daun rumbia, dapurnya bocor dan lapuk. Putri, anak keempat dari enam bersaudara. Ayahnya Suparno, ibunya Mariani.

Ayahnya tidak mempunyai pekerjaan tetap. Untuk menafkahi anak-anak dan istrinya, Suparno terkadang ke Banda Aceh, bekerja apa saja. Menjelang Idul Adha, Suparno pulang sebentar dan nanti pergi lagi mencari nafkah.

Mengakhiri laporannya, Mahyuddin mengajak pembaca merenung, “Menjelang 74 Tahun Kemerdekaan Indonesia, kebebasan untuk sejengkal perut pun masih sangat susah diraih oleh sebagian rakyat di pelosok negeri ini.”

Selesai membaca laporan jurnalistik ini, saya tercenung lama. Ironi di negara merdeka—negara yang dibentuk dengan tujuan memajukan kesejahteraan rakyat.

Putri tentu tidak sendiri. Kemiskinan telah menjadikan anak-anak—yang seharusnya tidak lagi memikirkan sesuap nasi—terpelanting ke sudut sempit.

Mereka tidak berkata-kata, bahkan tidak mengeluh. Mereka menerima seakan itulah kehidupan yang harus dijalaninya: siang makan, malam belum tentu. (src)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *