Sang Koruptor Bergelar Adat Setia Amanah Junjungan Negeri yang Tak Kunjung Ditahan KPK

Amril Mukminin dan istrinya yang disebut-sebut akan maju di Pilkada Bengkalis 2020 saat menerima gelar adat Melayu.

LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Bupati Bengkalis Amril Mukminin, Senin (20/1/2020) lalu, sedianya diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka korupsi proyek jalan. Namun, politisi Golkar itu tak datang dan meminta pemeriksaan dirinya dilakukan di lain hari.

Tidak hadirnya orang nomor satu di ‘Negeri Junjungan’ itu karena Lembaga Adat Melayu (LAM) setempat memberinya gelar adat. Terhitung Kamis siang silam, si tersangka korupsi jalan di Bengkalis itu menyandang gelar ‘Datuk Seri Setia Amanah Junjungan Negeri’.

Juru bicara KPK Ali Fikri menyebut surat panggilan sudah dilayangkan, tapi sebagai balasan, Amril mengirim surat pemberitahuan kepada penyidik.

“Dia tidak hadir, (jadwal) pemeriksaannya sebagai tersangka,” ucap Firli.

Dalam suratnya, Amril meminta penyidik menjadwal ulang pemeriksaan. KPK memaklumi ini dan menjadwal pemeriksaan dikemudian hari.

Menurut Ali, Amril menyampaikan alasan ketidakhadirannya memenuhi panggilan penyidik. Salah satunya, kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan, terkait soal dirinya diberi gelar adat sebagai ‘Datuk Seri Setia Amanah Junjungan Negeri’

Sebagai informasi, Amril sudah lama menyandang status tersangka di KPK tapi anehnya tak kunjung ditahan. Dia tersandung kasus pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning, Kabupaten Bangkalis Tahun Anggaran 2017-2019.

Proyek ini dikerjakan oleh pihak swasta, PT Citra Gading Asritama (PT CGA) dengan nilai mencapai Rp 537,33 miliar. Dari jumlah itu, Amril diduga menerima Rp2,5 miliar dari PT CGA sewaktu menjadi anggota DPRD di sana.

Setelah menjabat bupati, Amril Mukminin diduga KPK menerima uang Rp 3,1 miliar dari perusahaan yang sama. Uang tersebut diberikan sekitar Juni dan Juli 2017. Diduga uang ini sebagai pelicin agar perusahaan menjadi pemenang proyek.

Atas perbuatannya, Amril dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau huruf b dan Pasal 12 B atau Pasal 11 atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

10 Tersangka Baru

Selain proyek tersebut, KPK juga mencium korupsi pada proyek jalan lainnya di Bengkalis. Yaitu, proyek Peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih. Perkara ini diketahui telah disidik dan dihadapkan ke persidangan.

KPK juga mencium perbuatan melawan hukum pada proyek Peningkatan Jalan Lingkar Bukit Batu-Siak Kecil, dan proyek Peningkatan Jalan Lingkar Pulau Bengkalis. Selanjutnya proyek Pembangunan Jalan Lingkar Barat Duri dan terakhir proyek Pembangunan Jalan Lingkar Timur Duri.

Untuk empat proyek yang disebutkan terakhir, KPK juga telah menetapkan nama-nama tersangkanya. Tak tanggung-tanggung, tersangka itu berjumlah 10 orang.

Ketua KPK Firli Bahuri akhir pekan lalu menjelaskan, proyek peningkatan Jalan Lingkar Bukit Batu-Siak Kecil, tersangkanya adalah M Nasir selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Handoko Setiono (HS) selaku kontraktor, Melia Boentaran (MB) selaku kontraktor.

“Nilai kerugian kurang lebih Rp 156 miliar,” ujar Firli dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 17 Januari 2020.

Proyek peningkatan Jalan Lingkar Pulau Bengkalis, nilai kerugian mencapai Rp 126 miliar. Kasus ini kembali menjerat M Nasir (MN) sebagai tersangka. Sementara tersangka lainnya adalah Tirtha Adhi Kazmi (TAK) selaku PPTK, I Ketut Surbawa (IKS) selaku kontraktor, Petrus Edy Susanto (PES) selaku kontraktor, Didiet Hadianto (DH) selaku kontraktor dan Firjan Taufan (FT) selaku kontraktor.

Pada proyek pembangunan Jalan Lingkar Barat Duri, nilai kerugian mencapai Rp 152 miliar. Kasus ini juga menjerat M Nasir. Adapun tersangka lainnya adalah Victor Sitorus (VS) selaku kontraktor.

Sementara untuk proyek pembangunan Jalan Lingkar Timur Duri, nilai kerugian mencapai Rp 41 miliar, nama M Nasir muncul lagi sebagai tersangka. Sedangkan tersangka lainnya adalah Suryadi Halim alias Tando (SH) selaku kontraktor.

Para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (LEC)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *