LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Fenomena calon tunggal di Pilkada 2020 ditengarai bakal meningkat. Hal itu sudah terlihat di sejumlah wilayah. Sejumlah calon telah mengadakan pertemuan dengan para petinggi parpol. Di sisi parpol, sepertinya telah terjadi limitasi kader yang mumpuni sehingga, calon nonparpol dinilai lebih memiliki tingkat keterpilihan yang tinggi.
Pakar politik dari Universitas gadjah Mada (UGM) Wawan Mas’udi berpendapat, fenomena calon tunggal diprediksi bakal marak lantaran limitasi kader parpol.
“Struktur parpol lemah. Figur luar parpol lebih kuat. Dalam social network lebih kuat. Saat ini malah banyak pemimpin daerah yang baik bukan dari partai. Misalnya, Ridwan Kamil. Sepertinya ada persoalan kualitas politik di tingkat lokal. Hal ini bukan berarti jelek. Ada sumber lain yang luas. Ada calon lebih luas. Nah, Partai sebagai pemegang otoritas tentunya memperhitungkan ini. Mereka membuka seluas-luasnya pintu bagi calon non partai,” katanya, kepada SP, di Jakarta, Senin (27/1/2020)
Wawan melihat fenomena calon tunggal merupakan limitasi dari parpol untuk menghasilkan kader atau calon pemimpin yang baik.
“Di tingkat lokal bisa jadi seperti itu. Di tingkat nasional, ini menunjukkan oligarki politik, ekonomi, dan matinya saluran-saluran lain,” katanya.
Apalagi, katanya, pencalonan di pilkada membutuhkan logistik yang besar.
“Ini persoalan rasionalitas ekonomi, mulai dari proses transaksi, penjaringan calon, hingga mobilitas suara,” katanya.
Wawan menjelaskan, demokrasi membutuhkan kompetisi.
“Ya dengan banyaknya kandidat. Sayangnya, alternatif tidak hadir tidak cukup baik, terjadi fenomena oligarki. Tidak cukup baik untuk demokrasi. Sehingga, Demokrasi elektoral menjadi berkurang,” katanya.
Wawan mengatakan, parpol harus memikirkan serius rekrutmen. Selain itu, parpol juga harus memberi kan ruang, mekanisme, dan konvensi untuk menjaring orang terbaik.
“Butuh Keterbukaan partai. Membuka ruang yang lebih luas bagi calon-calon terbaik,” katanya. (*)