Hukrim  

Bea Cukai: Wanita Paling Rawan Kena Tipu

LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mengungkap, wanita paling rentan terkena penipuan di media sosial yang mengatasnamakan pejabat Bea Cukai atau pejabat negara.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC, Syarif Hidayat mengungkap, wanita rentan jadi korban penipuan karena para penipu melakukan pendekatan personal. Dimana, awalnya penipu mendekati calon melalui media sosial.

Dari sana mereka pun melakukan komunikasi sampai pada akhirnya menjalin asmara tapi tidak pernah ketemu alias kencan online. Nah setelah wanita itu jatuh cinta, baru penipu itu melancarkan aksinya.

“Kebanyakan korban wanita. Para penipu itu mengatasnamakan pejabat bea cukai. Butuh waktu lama untuk pendekatan. Nah setelah dekat baru beraksi,” kata Syarif di Kemenkeu, Selasa (3/3/2020).

Dengan demikian, dia meminta para wanita dan seluruh masyarakat lebih berhati-hati berkenalan dengan orang baru di media sosial. Sebab, sudah banyak kasus penipuan melalui media sosial. Korbannya bukan hanya wanita saja. Melainkan dari pejabat sampai orang biasa juga ada.

“Makanya kedepan hati-hati. Kami akan terus mengkampanyekan soal penipuan ini. Agar kedepan tak ada lagi kasus serupa terulang. Korbannya dari mulai pejabat ada. Istri saya saja dulu pernah mau ditipu,” kata dia.

Dia mengungkap, pada tahun 2020 sudah ada 283 kasus penipuan. Rata-rata modus penipuan yang mengatasnamakan bea cukai ini memanfaatkan media sosial untuk menipu para korban.

Pelaku biasanya menawarkan barang sitaan bea cukai, blackmarket, tanpa pajak atau barang kapal melalui media sosial, baik facebook hingga instagram. Setelah korban mentrasnfer uang, biasanya oknum pelaku lainnya menghubungi korban dengan mengaku sebagai petugas bea cukai.

Setelah itu, pelaku biasanya menyatakan barang yang dibeli korban ilegal atau tidak dilengkapi PPN dan meminta korban mentrasnfer uang ke pelaku. Biasanya, disertai ancaman akan dijemput polisi atau denda puluhan juta jika tidak di transfer uangnya.

“Sering terjadi modusnya itu-itu saja tapi yang tertipu banyak. Dia akan melalukan komunikasi, menawarkan barang sitaan bea cukai, dengan harga murah beli satu gratis satu,” kata dia.

Syarif menyebut modus penipuan lain yang biasa dilakukan oleh pelaku adalah lelang palsu. Dalam hal ini pelaku menawarkan lelang barang sitaan bea cukai melalui media sosial, dengan modus lelang tertutup namun resmi.

Nantinya, calon korban diminta untuk transfer uang ke rekening pribadi pelaku. Rata-rata rekening tujuan tersebut sudah disamarkan menjadi rekening bendahara lelang. “Akun penipu ditulis pusat lelang eloktronik akal- akalan mereka untuk membuat korban percaya,” kata dia.

Dia mengungkapkan, modus penipuan lainnya yang mengatasnamakan bea cuka juga terjadi melalui kiriman dari luar negeri. Biasanya, korban berkenalan dengan pelaku melalui media daring.

Setelah beberapa lama, pelaku memgirimkan barang kepada korban biasanya dalam bentuk barang HP, tas, emas dan benda berharga lainnya. Kemudian, oknum yang mengaku sebagai petugas bea cukai menyatakan bahwa paket ditahan karena kedapatan nilainya melebihi batas pembebasan.

Pada akhirnya, korban diminta untuk mentrasnfer sejumlah uang agar kiriman dapat diteruskan ke penerima. Modus ini paling banyak memakan korban dan kerugian relatif besar karena korban sangat percaya kepada pelaku.

“Modus ini paling banyak memakan korban, rata rata ini motifnya asmara. Rata rata kaum hawa,” kata dia.

Sebagai infromasi, berdasarkan catatan DJBC Kementerian keuangan laporan penipuan pada 2018 sebanyak 1.463 orang. Angka ini meningkat, di mana pada 2019 laporan penipuan meningkat sebanyak 1.501 orang. Adapun mayoritas yang terkena modus penipuan adalah perempuan dengan presentase sebesar 70 persen. Sementara sisanya 30 persen laki-laki. (ILC)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *