Puisi-puisi Karya Mawahdatul Fitriyana

Jelmaan Berceloteh

Aku pisau yang berputar siap menghunjam,
aku kapal yang berlayar dengan angin aku melaju,
kau telaga yang teduh, aku berendam dalam tubuh Mu,
Apiku nyala, lidahku lancip kata, dan pelukku mesra cinta,
aku kata yang bicara,
Puisiku siap ungkap berlayar-layar
Mengorek kedalaman jiwa mu.
Kau bilang segala yang menjelma penderitaan
kan segera dipadamkan,
sama halnya dengan menanti di saat gelisah,
Sunyi secara isyarat namun berisik secara tabiat,
Barangkali ada rasa benci, dengki atau ambisi,
seperti semut memakan gula, tapi mati karenanya,
bisa jadi rasa adalah sebab dari segala luka.

Mengempas Tirai Ilusi

Aku puisi dan kau inspirasi penuh diksi
serta imajinasi bagai prosa bermakna
Jika aku musik yang bernyanyi, kau notasi harmonisasi
melantunkan lirik sederhana dengan lirih,
Tapi ilusi kerap membias jadi luka;
Ku pikir rindu ternyata candu yang tabu
Ku kira romansa nyatanya fatamorgana
Tabahku bagai bangku usang rela dihujani pertemuan
lalu aksara puisiku jatuh berserakan
Kupunguti kembali jadi komposisi rindu yang gaduh
Namun, cintaku bukan musik maupun puisi,
melainkan perjalanan menujumu
Meski nestapa meleburkan asa, tiada dusta yang merekah,
Hanya sukmaku yang bergelora pada pucuk rindu
Dan jangan kau deraikan air mata
sebab esok kan terjamah kesyahduan dalam mihrab cinta
Aku tak pandai bersajak, namun kumampu merumpun kata
agar jadi sepucuk doa.

Candu di Pelataran Rindu

Teruntuk tuan yang pernah menjadi penguasa atas segala rindu, berbahagialah biar aku saja yang memendam segala resah,
Tugasmu hanya tertawa!
maka biarkan aku saja yang memendam kecewa
Karena bahagiamu bukan tentang aku
kita tak lagi mengeja tanda-tanda, menafsirkan isyarat,
makna yang tersirat maka jangan terkecoh diksiku,
Tuan itu seperti racun candu yang kau nikmati
meski aku masih menanti lembar aksara dariMu
Namun tinta-tinta rasaku pupus
Jari jemariku pun sudah lelah menulis
lembar aksara asmara yang tak pernah berbalas
Hanya rintik sendu yang hadirkan layu dalam ingatan semu
Seolah berharap adalah candu,
Selamat pagi untukmu
Semoga bertambah baik harimu
Dan semoga lamunanku tak jadi mematahkan asa
Memberatkan langkah membelenggu jiwa-jiwa yang gundah resah.

———————-

Mawahdatul Fitriyana, santri Pondok Pesantren Darussalam Blokagung, Banyuwangi sekaligus Mahasiswi Jurusan Tadris Bahasa Indonesia semester 7, Kampus Institut Agama Islam Darussalam Blokagung.

Baca : Puisi-Puisi Karya Joni Hendri

*** Laman Puisi terbit setiap hari Minggu. Secara bergantian menaikkan puisi terjemahan, puisi kontemporer nusantara, puisi klasik, dan kembali ke puisi kontemporer dunia Melayu. Silakan mengirim puisi pribadi, serta puisi terjemahan dan klasik dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected] [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *