Minyak Pengalaman

ALHAMDULILLAH; minyak goreng (migor) nampak-nampaknya sudah dikeluarkan dari bilik persembunyiannya dengan harga normal alias tanpa subsidi.

Karena perkara migor sudah ada yang mengurus, maka tulisan ini hendak mengurus soal minyak lain yang juga penting bagi sekolah kehidupan.

Keresahan masyarakat akibat ulah para spekulan (mafia?) terhadap ketersediaan barang-barang kebutuhan dasar bukan lah perkara baru di negeri ini. Sudah berulang-ulang saban tahun.

Namun ketidakberdayaan mengurus hajat hidup orang ramai itu menyiratkan betapa rendahnya kemampuan belajar kita dari pengalaman masa lalu. Padahal, “Pengalaman adalah Ibu universal ilmu pengetahuan.”, kata Miguel de Cervantes.

Pengalaman melahirkan pengetahuan dan kearifan bagi kita dalam urusan penghidupan dan dan kehidupan. Bagi Albert Einstein, “Pengalaman adalah satu-satunya sumber pengetahuan.”. Cicero mengakui bahwa “Pengalaman adalah guru terbaik.”. Julius Cesar pun percaya bahwa “Pengalaman adalah guru dari semua hal.”.

Pengalaman itu tiada lain merupakan hasil cerapan panca indera kita dengan alam sekitar (peng-ALAM-an). Apa-apa yang pernah kita alami dalam hidup ini akan menjadi pengalaman hidup kita.

Banyak objek atau peristiwa yang kita lihat melalui indera penglihatan. Macam-macam suara dan bunyi-bunyian yang dikenali melalui indera pendengaran. Melalui indera perabaan di kulit, kita dapat merasakan aneka sentuhan.

Melalui indera penciuman, kita bisa membedakan aneka bau. Melalui indera pengecap, kita dapat mencicip aneka rasa menu makanan. Bahkan masih ada indera keenam yaitu pikiran yang mengurus dunia dalam diri kita.

Kekayaan pengalaman hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap  konsep diri dan sistem keyakinan kita. Derajat keyakinan akan menentukan keseriusan dalam bertindak. Kesungguhan dalam bertindak akan menentukan kualitas hasil atau kinerja.

Keyakinan juga menjadi basis pemikiran Albert Bandura dalam mengembangkan teori Efikasi Diri yang berkenaan dengan kapabilitas seseorang dalam mengorganisir tindakan untuk mencapai tujuan tertentu.

Mereka yang memiliki Efikasi Diri yang tinggi lebih yakin dapat berkinerja dengan baik dan cenderung melihat tugas-tugas sulit sebagai sesuatu yang harus dikuasai daripada sesuatu yang harus dihindari.

Perihal pentingnya belajar dari pengalaman melalui tindakan ternyata sudah lama dipikirkan oleh Aristoteles sekitar 250 SM. Namun, sebagai pendekatan pembelajaran dalam dunia pendidikan, ianya memang relatif baru (1970-an). Itu pun berkat ketertarikan  David A. Kolb atas teori pembelajaran John Dewey, Kurt Lewin, dan Jean Piaget.

Dari situ, teori pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning) semakin dimantapkan oleh David A. Kolb (1980) yang efektivitasnya semakin memperoleh pengakuan luas sebagai salah satu model pembelajaran Abad 21 (Budhai & Skipwith, 2022). 

Secara ringkas, esensi pembelajaran berbasis pengalaman dimulai dari tahapan tindakan atau pemerolehan pengalaman, kemudian diikuti oleh perenungan (refleksi) atas pengalaman tersebut. Hasil refleksi atas pengalaman itu memberikan pembelajaran yang kelak seharusnya dipakai dalam menyusun perencanaan untuk perbaikan melalui tindakan.

Jika kita mampu belajar dari pengalaman, agaknya tidak sampai muncul berita ada yang kehilangan nyawa gegara berebut migor di negeri yang beratap dan berlantaikan minyak.

Tentang “asam garam” kehidupan ini mengingatkan hamba pada tulisan bijak taplak meja Teh Botol Sosro:
Makan Asam Garam: segenggam bubuk pengetahuan, dua jumput kebijaksanaan, digoreng dengan Minyak Pengalaman.”

Apa Maciam…? ***

Baca: Bekerja Kreatif

#Kolom14

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Respon (2)

  1. Terima kasih Neni Hermita atas pertanyaannya;

    Secara singkat, perancangan pembelajaran Berbasis Eksperienstial dilakukan melalui siklus yang terdiri dari empat tahap (Model Kolb):
    1) Peserta didik didedahkan pada pengalaman nyata (concrete experience)
    2) Kemudian mereka diajak merefleksikan pengalaman tersebut (Reflective observation),
    3) Lalu mereka dilatih menyusun konsep-konsep abstrak berdasarkan hasil refleksi tadi (abstract conceptualization), dan
    4) Selanjutnya mereka diminta mempraktekkan hasil konseptualisasi itu (active experimentation) dalam kehidupan nyata secara terus menerus.

    Elaborasi lebih detail dan mendalam dapat dipelajari melalui Referensi sbb:

    1) Kolb, D.A. (2015). Experiential learning Experience as the Source of Learning and Development. Pearson Education, Inc., New Jersey

    2) Budhai, S.S. and Skipwith, K.B. (2022). Active and Experiential Learning Strategies Best Practices in Engaging Online Learners Through Active and Experiential Learning Strategies. Rutledge, New York, pp.11-12

    Demikian jawaban singkat saya@[email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *