Belajar Menahan

Kesehatan Bumi

ALHAMDULILLAH; sampai jua bulan istimewa yang dinanti-nantikan. Marhaban ya Ramadan 1443 H. Semoga kita semua sentiasa diberi kekuatan spiritual dan fisikal agar dapat menunaikan kewajiban berpuasa sebagaimana iayanya telah diwajibkan kepada umat sebelum kita.

Tersebab hamba tergolong makhluk yang kurang kuat menahan sabar, maka melalui latihan ulang tahun ini, semoga ada perbaikan derajat kesabaran pada diri hamba kelak, Insya ALLAH.

Tak berhasil menuai kesabaran sebagai awal kebijaksanaan itu juga bermakna bahwa hamba tidak tekun, tidak tabah, dan tidak teguh, dan mudah menyerah.

Yang demikian itu juga sama artinya bahwa hamba belum istiqamah dalam menjalankan laku spiritual untuk membangun dan mempertahankan kebiasaan-kebiasaan baik. Belum terbentuk disiplin spiritual dalam diri hamba. Ya, sungguh masih banyak kelemahan dalam diri hamba yang dhoif ini.

Proses belajar menahan melalui ibadah Puasa tahun ini agak lain nampaknya. Dua tahun lalu, Tsunami Covid-19 tidak berdampak pada kenaikan harga kebutuhan pokok, kecuali obat-obatan, aneka vitamin, dan Oksigen Murni+Tabung.

Lagi pun, tak ada gunanya juga menaikkan harga ketika itu karena ramai orang tak berselera makan gegara tidak berfungsinya indera pembau dan pengecap.

Tahun ini, harga barang-barang kebutuhan sehari-hari (makan-minum) macam mengikuti irama lagu lama: “naik-naik ke puncak gunung..”. Nampaknya, kenaikan harga ini bukan karena meredanya Tsunami Covid-19 dan membaiknya selera makan, melainkan lebih disebabkan munculnya “virus siluman” spesialis pemain harga yang tak beradab.

Tsunami harga ini nampaknya melatih kita untuk belajar menahan tekak (baca: menahan selera) dan mengurangi jumlah menu saat berbuka puasa. Lagi pula, puasa batiniah (spiritualitas) lebih utama ketimbang puasa lahiriah (fisikalitas).

Sebetulnya, bagi kita (masyarakat biasa) yang sudah terbiasa hidup seadanya, tidak lah menjadi soal sangat dalam menyikapi aneka kesulitan hidup. Pandai lah orang nak hidup (risilience).

Justeru, yang sudah terbiasa hidup senang itu nampaknya harus lebih kuat belajar menghadapi susah melalui perenungan mendalam di bulan yang penuh dengan berkah, rahmat, dan ampunan ini.

Kalau mau, kita bisa belajar menahan hasrat untuk tidak menyungkil-nyungkil cara inkonstitusional memperpanjang masa jabatan; tidak mendidik.

Kalau mau, kita bisa belajar menahan hasrat untuk tidak memaksakan diri membangun istana megah kalau duit tak cukup; tidak bermarwah.

Kalau mau, kita bisa belajar menahan hasrat untuk tidak mengambil milik orang lain yang bukan hak kita; tidak halal.

Kalau mau, kita bisa belajar menahan hasrat untuk tidak sudi meraih keuntungan bisnis berlebih-lebih di atas penderitaan orang lain; tidak barokah.

Kalau mau, kita bisa belajar menahan hasrat untuk tidak perlu mengganti tirai rumah dinas dan baju seragam wakil rakyat berharga miliaran rupiah; tidak elok.

Kalau mau, kita bisa belajar menahan hasrat untuk tidak membakar lahan karena itu merusak lingkungan dan menyengsarakan hidup orang ramai; tidak bijak.

Apa tanda orang beriman:
Hidupnya pantang berlebih-lebihan
Bermewah-mewah ia haramkan
Bermegah-megah ia jauhkan
Hidupnya sederhana pagi dan petang
Dunia diingat akhirat dikenang.

Di bulan Ramadan orang puasa
Menahan selera mengekang nafsu
Orang beriman hidup sentosa
Kepada ALLAH tempat bertumpu.

Apa Maciam…?***

Baca : Air Tanah

#Kolom16

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Respon (1)

  1. Mantap prof., lah bise utk isi santapan Ramadhan, mohon maaf lahir n bathin, semoga amal ibadah kite diterima Allah SWT,..??

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *