Fitrah Manusia

visi vokasi

ALHAMDULILLAH; setinggi puji dan sedalam syukur kehadirat Ilahirabbi atas kekuatan yang diberikan untuk memasuki sepuluh hari terakhir puasa.

Manusia adalah makhluk yang tidak mungkin bisa lepas dari fitrahnya. Tanpa mengenal fitrah, manusia tidak akan bisa mengenal potensi dan kecenderungan dasar yang mengatur keseluruhan hidup kita.

Kita tidak akan tahu bahwa semua hasrat, keinginan, kehendak, kemauan, kerinduan, dan rencana yang menyesakkan dada kita adalah manifestasi dari DNA spiritual yang tidak mungkin kita cegah.

Lauh Mahfuzh (Kitab Induk tempat segala sesuatunya tertulis) yang merepresentasikan DNA spiritual manusia itu tidak akan mungkin berubah karena fitrah merupakan otentisitas diri berdasarkan kodrat Ilahi.

Sebab itu menerung, menelisik, dan memahami fitrah ini menjadi tugas dan tanggungjawab abadi setiap insan, teristimewa di malam yang keberkahannya setara dengan seribu bulan.

Memahami fitrah kemanusiaan manusia melalui perjalanan panjang sampai menemukan hakikat jati diri amatlah krusial dalam bingkai tranformasi diri menjadi manusia paripurna.

Siapakah diri kita (manusia) sesungguhnya? Manusia adalah makhluk ALLAH yang paling mulia, sebagaimana dinyatakan dalam firman ALLAH s.w.t: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam….” (QS. Al-Isra:70).

Namun, manusia tidak mengetahui bagaimana awal mula dirinya diciptakan. Tidak satu pun jin atau manusia yang menyaksikan penciptaannya sendiri, juga tidak ada peninggalan bersejarah yang menunjukkan itu (Ahmad Syauqi Ibrahim, 2012).

Hakikat kemanusiaan manusia hanya dapat dipahami melalui pemahaman hubungan roh dan janin. Rahasia kemanusiaan manusia ada dalam roh, termasuk rahasia kesadaran dan pengetahuannya.

Roh adalah potensi bercahaya (nur) dari ALLAH s.w.t. yang tidak menyuruh untuk berbuat baik dan tidak pula mencegah dari berbuat mungkar. Nur Ilahi adalah percikan-percikan sifat Ilahiah dalam batas kemampuan insani yang dibawa sejak lahir.

Manusia dapat menguasai raganya dengan jiwanya; menguasai jiwanya dengan akalnya, dan menguasai akal dengan rohnya.

Sepanjang hayat dikandung badan, manusia akan terus berhubungan dengan potensi jati dirinya, yaitu jiwa, akal, dan roh yang dititipkan oleh ALLAH kepada tubuhnya yang berwujud materi.

Jiwa, akal, dan roh adalah tiga potensi anak cucu Adam yang selamanya tidak terpisahkan, masing-masing di antaranya menyempurnakan fungsi dua potensi lainnya.

Sifat-sifat dasar manusia yang murni tersebut merupakan potensi yang dapat mencuat-tumbuh-dan berkembang dalam hati yang bersih dan sehat untuk bertransformasi menjadi pribadi unggul pemimpin perubahan.

Dalam hati yang kotor, potensi Ilahiah tersebut tidak dapat memancar keluar sehingga kita sukar mengenal jati diri kita yang hakiki.

Seseorang yang telah menemukan atau mengenal jati dirinya bermakna bahwa dia telah mengenal hakikat penciptaannya.

Dia telah mengenal fitrah kemanusiaan dalam rohnya yang bermuatan sifat-sifat dasar manusia, murni dari Tuhan (Nur Ilahi).

Gurindam Dua Belas Raja Ali Haji Pasal 1, Ayat 4 mengatakan:

“Barang siapa mengenal diri,
Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari

Apa Maciam…? ***

Baca: Berharap Magfirah

#Kolom19

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Respon (1)

  1. “Barang siapa mengenal diri,
    Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari”

    Zaman sekarang banyak yg bukan lg mengenal diri tp tak tau diri.
    Betol ape betol … ??

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *