Riau  

Webinar MUI Riau Kupas Soal Radikalisme dan Intoleransi Beragama

LAMANRIAU.COM , PEKANBARU – Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Sholahudin MA menegaskan, Islam satariah merupakan kunci terwujud kehidupan yang rahmatan lilalamin. Dengan menumbuh rasa kasih dan sayang antar umat beragama.

“Islam sangat menjunjung tinggi nilai kemajemukan dan multikultural yang menjadi perekat bagi keanekaragaman dan kebhinekaan suku yang mendiami wilayah Indonesia,” ujar Sholahudin saat menjadi pembicara webinar yang ditaja MUI Riau secara online, Kamis (29/9/2022).

Mewakili gubernur Riau yakni Kepala Kesbangpol, Jendri Salmon Ginting mengatakan, Pemprov Riau serius dalam mengantisipasi radikalisme dan intoleransi.

Upaya ini dilaksanakan semua lini. Termasuk terhadap siswa dan siswi SMA/SMK di 12 kabupaten dan kota se-Riau.

“Saat ini telah dilakukan sosialisasi bahaya terhadap radikalisme dan intoleransi terhadap 2.400 siswa SMA dan SMK se- Riau. Termasuk, tentang bahaya narkoba kepada peserta didik tingkat SMA dan SMk mencapai 2.000 peserta,” jelas Jendri.

Sementara Ketua MUI Riau, Prof Dr Ilyas Husti mengatakan, untuk menanggulangi radikalisme dan intoleransi dapat dilakukan melalui edukasi pemahaman tentang bahaya dari paham intoleransi, radikalisme dan teroris.

Upaya ini melalui lembaga keagamaan, lembaga dakwah, pondok pesantren dan ormas Islam kepada masyarakat.

“Moderasi beragama memiliki intonasi pada toleransi kebangsaan, anti-kekerasan, penerimaan terhadap tradisi dan komitmen kebangsaan,” sebut Ilyas.

Kapolda Riau diwakili Direktur Intelkam, Aris Prasetyo Indaryanto memaparkan, pihak Polda Riau dalam penanggulangan dan pencegahan intoleransi, radikalisme dan terorisme mengunakan dua pendekatan.

Pertama soft approach dan kedua hard approach.
Soft approach melalui pengalangan dan dekalisasi terhadap jaringan radikal.

“Apabila telah ada dan tumbuh di wilayah masing-masing baik kelompok dan perseorangan dengan memberdayakan tokoh masyarakat,” ujar jebolan Akabri 1993.

Dilanjutnya, selain soft juga terdapat hard approach yakni memback up dan menangkap daftar pencarian orang (DPO) berdasarkan dukungan informasi dan pengejaran yang konsisten terhadap tindak pidana teror yang kemungkinan ada di wilayah masing-masing.

Seorang yang ditetapkan DPO cenderung menjadi ganas dan membalas, seperti bom masjid Poresta Cirebon.

Menurut Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Riau, Dr Husni Thamrin MSi, radikalisme, intoleransi dan terorisme tidak dipengaruhi faktor tunggal. Melainkan ada faktor lain yakni pemahaman ilmu agama yang dangkal.

“Pengetahuan agama yang rendah, wawasan yang kurang luas dalam kehidupan berbangsa khususnya kebhinekaan di Indonesia,” ungkap Husni.

Dilanjutkan Husni, wawasan yang kurang luas terkait dari maksud diturunkan agama yang sesungguhnya menarik orang pada kebaikan dan menghindarkan dari keburukan.

Ia menilai isu toleransi dan radikalisme dan terorisme di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata.

“Paham ini tidak sesuai dengan budaya bangsa terbukti,mampu membuat genarasi muda menjadi interansi dan terpecah belah di masyarakat. Termasuk kasus penodaan agama dan intoleransi dengan mengatasnamakan agama,” tandas Husni.

Acara webinar dipandu oleh Dr Agustiar MA, Dr Fitra Lestari ST MEng, Dr Kodarni MPd, Afdal MPdi dan Mhd Abror MAg. (rls)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews