Cerpen Hamidah: Idulfitri Terakhir Bersama Ayah

PENGHUJUNG Ramadan telah tiba, sekarang adalah hari terakhir di bulan Ramadhan. Aku bahagia karena Idul Fitri telah tiba. Namun, aku juga sedih karena Ramadhan akan pergi.

Aku berharap dan berdoa supaya tahun depan aku dan keluargaku masih dapat bertemu kembali dengan Ramadan, dan menjalani Ramadhan bersama-sama lagi.

Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB ibuku memasak ketupat sayur di dapur, seperti lebaran sebelumnya pasti selalu ada ketupat sayur di rumahku untuk disantap bersama-sama oleh keluarga.

Aku membantu ibuku menyiapkan bumbu-bumbu ketupat, sedangkan ayahku sedang mengecat pagar rumah agar terlihat lebih asri, kakak laki-lakiku sedang mencuci motornya di doorsmeer.

Aku sangat senang hawa-hawa seperti ini jarang sekali ditemui, tetanggaku yang juga mengecat rumahnya, ada juga yang menggunakan gorden baru, serta keset baru.

Ibu memanggilku, “Aulia! Sini ke dapur, bantu Ibu memasak ketupat sayur. Coba kamu potongin wortel dan daun bawangnya” ujar ibu.

“Baik, Bu.” Sahutku.

Kemudian aku memotong wortel dan daun bawang sesuai yang ibu inginkan.

Kemudian datang keponakanku yang berumur 2 tahun, dengan tingkahnya yang konyol dan menggemaskan ia meminta air minum kepadaku, akhirnya aku memberinya minum.

Suasana sangat bahagia pada saat itu.
Kurasa waktu begitu terburu-buru, kini langit sudah berubah warna menjadi gelap, pertanda bahwa hari sudah berganti malam. Gaung takbir pun telah terdengar, “Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar Walillahilham..”

Sejak tadi sore aku dan keluargaku tidak berhenti-hentinya menyiapkan dan merapikan rumah untuk menyambut lebaran esok hari, kue-kue lebaran sudah disiapkan beserta ketupat sayur yang sudah matang, baju lebaran sudah disetrika.

Setelah itu, aku, ibu, dan ayahku saling menggemakan takbir di rumah.

Aku sudah tidak sabar untuk hari lebaran, biasanya setiap lebaran aku dan keluargaku keliling kampung untuk bersalaman dan bermaaf-maafan.

Kakakku setiap malam takbiran selalu mengikuti lomba takbir dan Alhamdulillah ia dan timnya mendapatkan juara 2 untuk tahun ini.

Hari telah berganti, hari yang ku tunggu-tunggu sudah tiba. Namun, ada yang aneh pada pagi hari ini. Aku terbangun karena mendengar suara tangisan ibuku. Suara itu terdengar dari kamar ayah dan ibuku.

“Ayah, bangun, Yah jangan tinggalkan kami.” Kata ibu bersamaan dengan isak tangisnya.

“Ayah, bangun!” Kata kakakku.

Aku segera berlari menuju kamar ayah dan ibu, ternyata ayahku sudah pergi mendahului kami.

Aku sangat tidak menyangka, sekujur tubuhku lemas atas kejadian itu,

Innalilahi wa innailaihi raji’un” ucapku dalam hati.
Bibirku tidak sanggup untuk mengeluarkan satu kata pun, hanya air mata yang mengalir deras di pipiku.

Ibu memelukku dan mencoba menenangkan aku yang sudah tidak berdaya. Lalu kakakku segera pergi ke rumah RT dan pergi ke masjid untuk memberikan informasi atas meninggalnya ayah kami.

Hati kami begitu hancur, di hari raya yang fitri nan suci, kami berharap akan bahagia bersama keluarga besar, ternyata ayah sudah pergi dijemput Sang Ilahi. Hanya doa yang bisa kupanjatkan, semoga ayah dapat tenang di alam sana, dan ayah dapat masuk ke dalam surga-Nya Allah SWT, Aamiin.

Ternyata Ramadan tahun ini adalah Ramadan terakhir bersama ayah, begitu juga untuk Idul Fitri tahun ini, ayah tidak lagi menemani.

Ayah membiarkan kami merayakan lebaran tanpa dirinya. Hatiku hancur, belum sempat diri ini meminta maaf kepadanya. Belum sempat diri ini membahagiakan dirinya. Kini aku hanya memiliki satu orang tua, yaitu Ibuku.

Aku selalu berdoa agar ibuku diberi umur yang panjang dan sehat selalu, agar kami bisa selalu bersama-sama dan aku dapat membuat bangga serta memberi kebahagiaan kepada ibuku selama di dunia.

Kebiasaan kami untuk berkeliling kampung saat Idul Fitri pun tidak terlaksana pada tahun ini, karena kami harus mengurus dan mengubur jenazah ayah. “I love you, Ayah. Nanti kita kumpul lagi, ya di surga-Nya Allah. Aamiin.” Kataku, lalu menyium kening ayah sebelum dimasukkan ke dalam keranda oleh para tetanggaku. Aku melihat ibu mencoba untuk tetap tegar, kakakku yang ikut mengangkat jenazah ayah pun mencoba untuk terlihat baik-baik saja, walaupun aku tahu dalam hatinya begitu hancur atas kepergian ayah.

Tahun ini Idul Fitri terakhirku bersama ayah. ***

** Hamidah, Universitas Negeri Jakarta

Baca: Cerpen Warits Rovi: Lebaran, Ibu, dan Seekor Kucing

*** Laman Cerpen terbit setiap hari Minggu dan menghadirkan tulisan-tulisan menarik bersama penulis muda hingga profesional. Silakan mengirim cerpen pribadi, serta terjemahan dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected]. Semua karya yang dikirim merupakan tanggunjawab penuh penulis, bukan dari hasil plagiat,- [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews