Hukrim  

KPK Beberkan Istilah ‘Negara Mengkorupsi Negara’

LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarief mengungkap istilah state capture atau ‘negara mengkorupsi negara’.

Kasus e-KTP, jadi contoh kasus yang pas dengan istilah negara mengkorupsi negara.

“Contoh state capture yang paling bagus itu e-KTP. Negara mengkorupsi negara,” kata Syarief dalam acara diskusi ‘Quo Vadis Korupsi Sumber Daya Alam Indonesia’ di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (16/7/2019).

Syarief kemudian menjabarkan, perencanaan awal pemerintah yang diwakili Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencanangkan program Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP), salah satunya untuk mencegah korupsi atau kejahatan lainnya. Namun, program tersebut justru dijadikan bahan bancakan.

“Dalam kasus megakorupsi e-KTP dia tahu persis bahwa e-KTP ini adalah program untuk antikorupsi suap ada single identity number. Tetapi oleh pemrakarsanya Kementerian Dalam Negeri, parlemen itu sudah menggorengnya,” terangnya.

Rancangan korupsi dalam kasus e-KTP yang dilakukan secara sistematik. Dimana, saat itu sejumlah pihak sudah merencanakan untuk menggelembungkan harga (mark-up) mulai dari perencanaan hingga proses produksi e-KTP.

“Akhirnya Rp2,3 triliun ruginya itu dirancang dari awal siapa yang akan (melakukan), sistematis dan terukur. Thats it. Contoh nyata dari state capture,” ucapnya.

Tak hanya di kasus e-KTP, kata Syarief, state capture juga banyak terjadi di kasus korupsi sektor Sumber Daya Alam (SDA). Syarief mengambil contoh ‘negara mengkorupsi negara’ di sektor SDA terkait kasus korupsi kehutanan yang menyeret mantan Bupati Pelalawan, Riau, Tengku Azmun Jaafar.

“Contoh kalau di bidang hutan Tengku Azmul Jaafar, Bupati Pelalawan ini mengeluarkan mungkin 20 izin pemanfaatan hutan, tapi 8 untuk keluarganya sendiri. Itu contoh biasa,” katanya.

Bidang SDA merupakan sektor yang berpotensi paling banyak dikorupsi. Potensi korupsi di sektor SDA dinilai Syarief, sudah dimulai sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.

“Di setiap sumber daya alam itu paling banyak. Sehingga dirancang dari awal untuk dicuri itu barang untuk kepentingan pribadi. Jadi dengan negara, dengan kekuasaan yang ada padanya, dia mengambil itu yang seharusnya untuk bagian negara diambil untuk dirinya,” paparnya. (ilc)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *