Sihir Harut Marut

Turun Gunung

Kelap kelip intan permata
bertaburan di air jernih
sihir kuasa membungkam fakta
faktanya hitam dikatakan putih

Sungguh manis buah markisa
diberi makan si anak panda
sihir kuasa terus memaksa
positif negatif menjadi agenda

Manis rasanya buah matoa
ditelan dua belum terasa
dalam tahajud teruslah berdoa
semoga sihir-kuasa luluh binasa

SALAM aqal cerdas.

Apa khbar pembaca yang arif nan budiman. Semoga senantiasa sehat. Amin.
Sejak awal perlu disampaikan jika tulisan ini bermaksud untuk ‘menggairahkan’ bukan indra perasa, penciuman, pendengaran dan atau penglihatan, melainkan ‘indera kecerdasan bawah sadar’ (di atas indera keenam, namun bukan ketujuh, kedelapan dan seterusnya?!). Menurut penilaian Jengah Jenguk Cendekia (J2C) dalam kondisi kekinian pentingnya mengaktifkan kembali ‘indera kecerdasan bawah dasar’.

Dalam konteks menggairahkan itu pula, maka dinilai relevan manakala ‘Sihir Harut Marut’ J2C memberikan tajuknya. Harut Marut (H-M), tidak sama pun bukanlah karut marut. Apalagi carut marut. Karut marut sama dengan kusut (kacau), tidak karuan, rusuh dan bingung yang berhubungan dengan pikiran, hati dan lainnya. Begitulah sederhana maknanya merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KB2I) ihwal karut marut.

Lain pula dengan carut marut. Yang ini dimaknai dengan bermacam-macam perkataan yang keji. Pengertian ini sejalan dengan rujukan dalam KB2I. Merujuk dari sini bermakna yang amat sangat tidak boleh dilakukan. Sebab jika dilakukan berkonsekwensi hukum yang menanti. Tidak percaya! Silakan saja memaki-maki seseorang dengan perkataan keji. Dijamin pasti…?! Mohon dilanjutkan.

Berbeda dengan karut marut apalagi carut marut, walaupun diakhiri sama-sama dengan dua huruf u dan t (ut). Seperti pantun dan syair. Misalnya, pantun dua kerat yang sampiran dan isi diakhiri dengan bunyi seirama.

Mengulas-jenak ihwal Harut Marut (H-M) ini berklid-klindan dengan konsep-istilah (kata) sihir. Kata sihir inilah yang kalau keliru (kurang tepat) dimaknai akan membawa konsekwensi yang selain sensi juga ‘uka-uka’ (istilah yang selalu dihubung-kaitkan dengan keberadaan makhluk ‘tak sakat mata’ alias astral). Uka-uka ini pula yang banyak diminati dalam acara infotaimen di negeri ini. Bukan hal aneh, namun uniq!?

Merujuk KB2I, sihir sederhananya dimaknai [1]. Perbuatan ajaib yang dilakukan dengan pesona dan kekuatan gaib (seperti dengan guna-guna, mantra, dan sebagainya). Contoh, ia terdiam seperti kena?! [2]. Ilmu tentang penggunaan kekuatan gaib. Contoh, ilmu gaib (teluh, tuju, dan sebagainya).

Sementara itu Harut Marut adalah nama malaikat. Ada juga pendapat lain yang mengatakan nama orang saleh yang berilmu tinggi. Ulas-ringkasnya, kisah Harut dan Marut memiliki banyak versi. Yang terkenal salah satunya bahwa keduanya (H-M) merupakan malaikat yang diutus Allah SWT turun ke Kota Babil. Saat itu warga Babil diliputi kegelisahan sekaligus kesyirikan akibat tersebarnya sihir.

Menurut kisahnya kota yang dipimpin Raja Nebucadnezar kala itu berantakan. Sihir yang menyebar bahkan menimbulkan penyakit serta perceraian antara suami dan istri. Dikisahkan (sudah banyak dijelaskan. Silakan ditelesur kakek google) bahwa penyebaran sihir berawal saat Raja Nebudcanezar menahan orang-orang Yahudi setelah menyerang Palestina. Ketika sampai di Babil, para tawanan itu mulai memainkan sihir. Mereka lalu membuat warga Babil takut dengan membuat lingkaran besar sebagai lingkaran sihir.

Beraltar ulas-kisah H-M tersebut, J2C tidak mempersoalkan perbedaannya, melainkan ihwal esensi keberadaan sihirnya. Diutusnya H-M adalah untuk mengajarkan sihir kepada warga Babil. Hanya saja bukan untuk berbuat jahat, melainkan menjelaskan hakikat sihir. Keduanya (H-M) mendatangi warga Babil untuk menjalankan tugasnya. Mereka berdua (H-M) mengingatkan warga Babil supaya tidak menyalahgunakan sihir yang dipelajari. Apalagi untuk berbuat syirik.

Hemat saya menjadi esensi ihwal konsep-istilah sihir dan keberadaan H-M sebagai personifikasi kekuatan ‘supranatural’ yang dapat menaklukan, melemahkan pun memanipulasi ‘kecerdasan bawah sadar’ umat. Wujud sihir dalam konteks dahulu (waktu H-M diutus) dengan saat ini menjadi penting untuk diulas-cermati walaupun sekilas.

Mengulas dus menceramti merupakan upaya awal (pengantar) ketika terkesan adanya hegemoni dan dominannya narasi khusus tentang empat hal yakni: pandemi, virus, pcr dan vaksin yang mutlak bersumber hanya dari kekuasaan (penyelenggara pemerintahan negara). ‘Narasi Pandemi’, misalnya hampir pasti tidak ada sanding-bandingannya. Begitu pun ‘Narasi Virus, PCR dan Vaksin’.

Menguak kembali keberadaan H-M adalah representasi juga personifikasi ‘perlawanan narasi’ jangan sampai ‘kecerdasan bawah sadar’ umat selain terhegemoni, terdominasi juga termanipulasi’ kekuatan sihir. Pertanyaannya sihir apa?

Belajar meneladani kisah Nabi Musa AS ketika berperang melawan Firaun menjadi penting disaat menghadapi ‘perang narasi yang berkekuatan sihir’ saat ini. Teladan sekaligus iktibar terkait (manakala) Firaun yang diwakili oleh para penyihirnya (tukang sihir). Pertarungan yang sudah sering didengar juga dikisahkan dalam Alquran adalah ‘tongkat yang memakan ular’. Narasi ular yang berklindan dengan sihir inilah esensi penting belajar dari kisah H-M sesuai tajuk J2C ini. Lalu apa hubungannya dengan kondisi kekinian?

Ulas-akhir di luar dugaan seorang kawan bertanya: “Apakah ada hubungan antara sihir dan ular pada kisah H-M melawan sihir dan Nabi Musa AS melawan Firaun, dengan logo sebuah organisasi besar dunia yang ada ularnya sedang membelit tiang atau tongkat?”

Wallahu a’lam bishawab. ***

Baca : Neo-Cortex Atau Neo Makar

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *