Statistik Komat-Kamit

Turun Gunung

Menulis pantun karya sastra
pantun disusun penuh inspiratif
dikala statistik menjadi mantra
berkomat-kamit pun positif negatif

Bunga kamboja daun selada
kembang melati berdaun pala
perancang peramal susah membeda
jaringan media-ortodok terus membela

Buah rambutan dibuat manisan
manisan dihidang berbuka puasa
doa teraniaya terus kumandangkan
semoga perancang peramal binasa

SALAM aqal cerdas.

Pembaca yang arif, budiman nan bijaksana. Apa khabar hari ini? Tentua saja semoga hari-harinya senantiasa diliputi kebahagian juga kesehatan. Amin.

Jengah Jenguk Cendekia hari ini bertujuan menjelas-ringkas pun mengulas-awal ihwal “Statistik Komat-Kamit”.

Jengah Jenguk Cendekia tak akan lelah mengingatkan untuk mengasah-tajamkan ‘indra kecerdasan bawah sadar’ kita semua. Menurut hemat J2C, keadaan aktual-kinian amat penting terus mengaktifkan ‘indra kecerdasan bawah dasar’. Paling tidak hari ini untuk mengulas-cermat ihwal hubungan Statistik dengan Komat-Kamit. Semoga bermanfaat bagi pembaca!?

Statistik begitulah kata-konsep ini populer pada bidang kalkulasi-hitung dalam logika kuantitatif (angka-angka). Merujuk KB2I (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Statistik dimaknai sebagai [1]. Catatan angka-angka (bilangan), perangkaan. [2]. Dimaknai sebagai data yang berupa angka yang dikumpulkan, ditabulasi, digolong-golongkan sehingga dapat memberi informasi yang berarti mengenai suatu masalah (gejala). Dalam bahasa sederhananya Statistik merupakan data bersandar pada angka yang [1]. Dikumpulkan; [2]. Ditabulasi; [3]. Digolong-golongkan; [4]. Dapat memberikan informasi, dan [5]. Informasi terkait suatu masalah (fenomena).

Sementara itu, Komat-kamit merujuk KB2I dimaknai sebagai [1]. Bergerak-gerak (tentang mulut atau bibir), seperti orang berdoa. [2]. Juga dapat dimaknai sebagai gerak-gerak bibir atau mulut (tanpa mengeluarkan suara). Dalam tindak lanjutnya jika ditambah awalan ber misalnya menjadi berkomat-kamit, dimaknai sebagai menggerak-gerakan bibir (atau mulut).

Lebih esensianya ihwal ke-statistik-an menarik untuk diulas-kaji sejenak menilik sejarahnya pintas. Darrel Huff, pakar statistik dunia pernah menulis sebuah buku yang cukup fenomenal. Tajuknya, “How to Lie with Statistics”. Bukunya sudah lama terbit dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan tajuk, “Berbohong dengan Statistik”. Buku Bung Huff pertama kali terbit tahun1954. Kemudian direvisi pada tahun 1973. Melalui buku ini, Bung Huff ingin menunjukkan bahwa statistik bias atau bahkan sering kali menjadi alat untuk berbohong. Alat untuk berbohong kepada publik yang sangat efektif begitulah esensinya. Yang berminat dengan bukunya sila ditelusur di berbagai tokoh buku online atau toko online.

Terkait hubungan statistik dengan kebohongan ini jika rajin membaca, ternyata tidak hanya Bung Huff yang membongkar kebohonan statistik saja. Seorang ilmuwan lain yang juga pakar statistik dunia, Benjamin Desraeli (1804-1881) pun menyatakan dengan (lebih) sinis bahwa di dunia ini hanya ada tiga macam kebohongan: lies, damned lies, dan statistic (bohong, ngibul, dan statistik).

Ihwal kebohongan dengan statistik inlah sangat esensinya ketika tajuk “Statistik Komat-Kamit” menemukan relevansi kontekstual dan aktual kekinian. Sebelumnya pada J2C tulisan dengan tajuk “Globalisasi Kebohohan” (Senin, 7/2) menjelaskan pernyataan menteri Nazi era Hitler yang juga ahli propaganda Joseph Goebbels: “Sebarkan kebohongan berulang-ulang kepada publik. Kebohongan yang diulang-ulang, akan membuat publik menjadi percaya”.

Jengah Jenguk Cendekia selain mewanti-wanti juga mengingatkan jika Statistik dapat digunakan selain sebagai propaganda juga sebagai alat kebohongan. Dalam konteks kekinian pada era pandemi inilah dapat membangunkan ‘indra kecerdasan bawah sadar’ untuk cermat-kritis meresponnya.

Merujuk-tumpu dalam memaknai hubungan antara kata-konsep Statistik dan Komat-Kamit menjadi “Statistik Komat-Kamit” seolah-olah lebih terkesan pada pengertian (makna) kiasan (majaz), berbanding makna sesungguhnya (hakiki). Walaupun demikian, Statistik Komat-Kamit tetap sangat perlu didefinisikan agar lebih kontekstual berbasis realitas kondisi kekinian. Yang dalam bahasa satir (sindirin), sesungguhnya “Statistik Komat-Komat” adalah ‘angka-angka yang berbicara sendiri atau terus menerus nyerocos’. Dalam konteks meresponnya kaum milenial mengistilahkan dengan sebutan EGP (emangnya gue pikirin).

Ulas-simpul berpasak pada tajuk ini adalah bijak perlunya menjadi bahan renungan di era pandemi yang entah kapan akan berakhir ini. Sebagai ulas-cermat tentu saja selain dalam wujud pertanyaan yang bersifat retorik, atau pun tidak perlu dikemukakan.

Pertanyaan retoriknya dalam hubungan kekinian, misalnya: “Mengapa yang selalu dirilis hanya angka orang-orang (mereka) yang terpapar saja? Mengapa orang-orang (mereka) yang dilacak atau terlacak (tracing) tidak, belum atau jarang dirilis beriringan? Bukankah ada hubungan antara yang dilacak dengan yang terpapar?” Misalnya yang dilacak seratus orang dan yang terpapar juga seratus orang.

Pertanyaannya: “Bagaimana memaknai dalam jumlah yang sama (seratus orang yang dilacak-terlacak sama dengan yang terpapar) bersandar pendekatan studi statistik? Apakah statistiknya akan berkomat-kamit? Atau justru ‘alat tesnya’ yang akan berkomat-kamit?”

Semoga saja tidak akan berkomat-kamit.

“Apanya?” Ehmmm. ***

Baca : Globalisasi Kebohongan

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *