LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Puluhan atau seratus dua ratus tahun lagi bisa saja bangsa Melayu tersingkir di buminya sendiri, menjadi Sakai dan Kedayan, terbenam dalam hamparan kebun sawit, kata Rida K Liamsi.
Tokoh masyarakat Riau dan budayawan Melayu ini mengungkapkan keprihatinannya itu pada seminar internasional perdana, Sabtu 3 September 2022 di Riau Abdurrab Malay Heritage Institute Rumah Adat Raja Ahmad Engku Haji Tua bin Raja Haji Fiilsabilillah di lingkungan Kampus-2 Unirab, Jalan Bakti, Pekanbaru.
“Bagaimana menghadapi ancaman akan tersingkirnya Melayu dan budayanya oleh hamparan sawit, jadi Sakai dan Kedayan? Tegakkan pancang-pancang budaya Melayu, seperti yang dilakukan Yayasan Abdurrab ini,” tambah Rida.
Selain Rida K Liamsi, tampil sebagai pembicara dalam seminar Dr Syamsuddin Arif – peneliti insists dan dosen pascasarjana Universitas Darussalam Gontor, M Syukri Rosli, M. Phil dari Akademi Jawi Malaysia, dan Mahroso Doloh M. Pd – budayawan Melayu Pattani – Thailand. Khairul Ashdiq, Lc. M. HSc (Ph.D Cand) sejarawan Universitas Abdurrab, Riau, sebagai pemandunya. Acara seminar ini diselinginya juga dengan penampilan baca puisi ilmiah dua penyair Riau Mosthamir Thalib dan Murpausaulian, sebagai pemanas seminar budaya dan Pembacaan Puisi Mengenang O’Ngah Tabrani pada malam harinya.
Menurut Rida, Jepang pernah hancur lebur oleh bom atom, tetapi mereka bangkit, tak sampai 45 tahun sudah jadi lebih hebat lagi. “Apa sebabnya? Karena mereka menjaga tradisi. Teknologi macam apa pun hebatnya tidak menjatuhkan mereka”. Riau Abdurrab Malay Heritage Institute menguatkan pembangunan karakter Melayu.
“Membangun karakter Melayu banyak sekali sumbernya. Setelah membaca Raja Ali Haji, banyak juga membaca tunjuk ajar Melayu dari buku-buku Tennas Effendy. Karya-karya Pak Tennas sangat bagus,” ujarnya.
Menurut Rida, ada lima yang dapat disimak tentang karakter Melayu dalam buku tunjuk ajar Melayu. Pertama, kerdasan – orang Melayu itu cerdas berlogika kalau tidak mereka bisa menyusun syair pantun. Kedua, terbuka, bisa menyesuaikan diri dengan siapa pun dan dalam situasi kondisi apa, sehingga Melayu pun mudah diterima. Ketiga, kekuatan. Keempat, kearifan lokal yang bisa jadi benteng. Kelima, kesetiaan pada konsep hidup dan tidak serakah.
Islam Nusantara
Sementara Dr Syamsuddin Arif menyebutkan yang bisa menghilangkan rumpun Melayu, antara perusakan akidah, seperti munculnya Islam nusantara, pemurtadan oleh agama lain, dan pengaruh perkembangan zaman. Karakter Bangsa Melayu ke depan bisa saja tidak sebati lagi dengan Kemelayuan.
Mahroso Doloh, pembicara dari Pattani Thailand mengungkapkan, ada upaya-upaya penghilangan budaya dari karakter Melayu Pattani di buminya sendiri oleh penguasa.
“Seperti tidak boleh memakai nama berbau Melayu dan Islam. Apabila ingin untuk tetap memakai nama Melayu Islam mesti diselewengkan sedikit, sehingga tidak serupa dengan aslinya,” ujarnya.
Menghadapi tekanan begini, menurut Mahroso, mereka bergerak dengan berbagai cara, ada yang kreatif melakukan perlawanan lewat kegiatan agama dan budaya, ada juga yang sekalangan melakukan perlawanan dengan senjata. “Semua perlawanan ini sebagai wakil dari aspirasi masyarakat Pattani,” katanya.
Melayu Terbesar Kedua
M Syukri Rosli, M. Phil dari Akademi Jawi Malaysia menyebutkan, rumpun Melayu merupakan penganut Islam terbesar dunia setelah Arab, begitu pemakaian bahasa Melayu, termasuk yang terbesar du dunia.
“Sayangnya negara rumpun Melayu tidak kompak menjadikan Bahasa Resmi Asia Tenggara. Malaysia ingin pakai nama Bahasa Melayu, Indonesia ingin pakai istilah Bahasa Indonesia,” ujar Syukri.
Ikut menerangkan masalah ini, Rida K Liamsi menjelaskan ketika mendapat pertanyaan dari audien, di sini kurang pahamnya pemerintah Indonesia, “Bahasa Indonesia itu ya Melayu. Berasal dari Bahasa Melayu,” katanya.***