Lidah

Bang Long

Bismillah,
Mungkin ada yang pernah membaca atau mendengar cerita rakyat bertajuk Si Pahit Lidah? Kisah ini berasal dari Sumatera Selatan. Dalam satu versi, julukan Si Pahit Lidah diberikan kepada Pangeran Serunting yang sakti. Alkisah, di kampung Banding Agung, selain Si Pahit Lidah, ada pendekar lain bernama Si Mata Empat. Mereka terlibat adu kesaktian karena ingin menjadi pendekar yang tak terkalahkan. Dalam adu kesaktian tersebut, tewaslah Si Pahit Lidah. Si Mata Empat jadi penasaran mengapa lawannya itu dijuluki Si Pahit Lidah. Dia langsung mendekati jasad lawannya yang sudah tidak bernyawa itu. Dibuka mulutnya. Lalu, dia sentuh lidah Si Pahit Lidah dengan jarinya. Kemudian, die mencicipi bekas lidah dijarinya itu. Memang pahit. Seketika, Si Mata Empat tewas dengan tubuh membiru. Pada lidah yang pahit itu, ada racun mematikan. Selanjutnya, kita bisa juga membaca cerpen bertajuk Lidah yang Menjulur karya Taufik Muntasir. Betapa lidah menjadi penjilat yang lihai.

”Lidah kita ini memang bagaikan racun. Dia bisa membunuh. Hati-hati dengan lidahnmu,” pesan Emak lagi.

Lidah dikurung. Dia dipasung dalam mulut. Dia dipagar dengan gigi. Lalu, lidah dikunci dengan bibir. Lidah dihadang oleh langit-langit atas dan bawah. Bukankah itu bermakna agar kita menggunakan lidah dengan cermat dan cerdas? Juga bermakna agar kita menjaga lidah agar tidak melukai atau membunuh orang lain. Lidah memang tak bertulang. Karena itulah, dia bisa memorakporandakan pasung, pagar, dan kunci pada mulut. Lidah lebih tajam daripada pedang apa pun. Karena itu, dia mampu menembusi pasung sekokoh apa pun. Begitu hebatnya, tidak seorang pun yang mampu menangkap lidah meskipun lidahnya sendiri.

Meskipun lidah tak bertulang, tetapi ia melayangkan kalam. Ketika lidah melayangkan kalam, ia mampu meremukkan hati. Lidah bagaikan angin yang mampu merobohkan pepohonan. Lidah seumpama keris yang menembus jantung. Lidah laksana tangan yang menampar muka. Lidah seperti mantera yang menyihir tubuh. Lidah pun bak neraka yang berkobar.
”Lidah tidak bertulang, tetapi bisa mematahkan hati,” kata Ed Sheeran.
”Sihir lidah paling berbahaya daripada semua mantera,” timpal Edward George Earle Bulwer-Litton.
”Jadikanlah lidah mike seperti embun. Lembut dan menyejukkan,” sergah Emak dari balik pintu.

Kata Emak, ada beragam lidah di dunia ini. Pertama, lidah fitnah. Ke mana arah, lidah ini kerjanya suka memfitnah. Lidah ini menjalar ke lidah-lidah lain. Dia terus mengabarkan kebohongan. Tanpa usul periksa. Lantas, lidah-lidah lain pun menjulur ke lidah-lidah yang lain lagi. Juga mengabarkan kebohongan. Lidah-lidah itu seperti berlidah di lidah orang. Boleh juga dikatakan berniaga di ujung lidah. Banyak orang berkuasa membeli lidah fitnah. Mereka membelinya dengan harga mahal untuk mencapai keuntungan yang melimpah. Mereka bayar lidah fitnah itu untuk menjual kebohongan kepada manusia bebal yang tak mampu melihat kebenaran.

Kedua, lidah ghibah. Lidah ini nyaris sama dengan lidah fitnah. Lidah ini juga menjalar ke mana-mana. Sambil menjulur, lidah ini mengabarkan kebenaran tentang aib orang lain. Menggunjing! Lidah ini menjual aib orang lain dan tak nampak aibnya sendiri. Gajah di seberang lautan nampak, tapi tungau di pelupuk mata tidak nampak. Terkadang, lidah ghibah ini menjulur bersama lidah fitnah di sepanjang gang, jalan, rumah, dan mal. Mereka menjadi kawan yang akrab. Kedua lidah ini menjilat bersama dalam penipuan dan tertipu akan kepuasan.
”Lidah penipu akan pandai memutarbalikkan kebenaran,” ungkap Dennis Adonis.
”Keaiban orang jangan dibuka. Keaiban diri hendaklah sangka,” petuah Raja Ali Haji dalam Gurindam Dua belas, Pasal Pasal Kedelapan, Ayat Ketujuh.

Ketiga, lidah manis. Lidah manis terpasung dalam puji dan janji. Pujian merangkak di setiap kesenangan, kebahagiaan, kegemerlapan, dan keberhasilan manusia. Dia lalai memuji keagungan Ilahi. Lidah ini suka mengangkat lampah. Pengampu. Dia mengampu ke sana-sini dengan maksud tertentu. Ada udang di sebalik batu. Lidah jenis ini pun suka memuji diri. Dia terbangkan dirinya ke langit sombong. Lalu, bongkahan kesalahan ditimpakannya kepada orang lain.
”Lidah yang suka membenarkan dirinya, daripada yang lain dapat kesalahannya,” begitu peringatan Raja Ali Haji dalam Gurindam Duabelas, Pasal Kedelapan, Ayat Ketiga.

Di tabir lain, lidah ini memberikan jambu: janji busuk! Dia lemparkan jambu kepada pemilik kedaulatan, kepada kesetiakawanan, kepada kemiskinan, perkampungan, dan perkotaan. Dia melemparkan jambu pada pesta tahta. Dia ingin duduk di tahta itu. Lidah ini lalai dalam amanah. Dia terlilit hutang pagi dan petang.

Keempat, lidah pahit. Inilah lidah kebenaran. Semua yang dihujahnya adalah kebenaran. Lidah ini sangat kritis. Tidak termasuk aib. Telinga merasakan pahit ketika mendengarkan lidah ini. Dia menjulur pada setiap ketidakbenaran. Lidah ini menyampaikan suara Allah Taala dari inti hati: lubuk hati terdalam.
”Biarkan lidahmu mengatakan apa yang dipikirkan hatimu,” ungkap Davy Crockertt.
”Hati itu tempat berkumpul semua jenis kecerdasan. Di situlah kebenaran bertahta. Lidahlah yang mengeluarkannya,” ungkap Abah di suatu senja.
”Apabila terpelihara lidah, niscaya dapat daripadanya faedah,” tulis Raja Ali Haji dalam Gurindam Duabelas Pasal Ketiga, Ayat Ketiga. ***

Alhamdulillah.
Bengkalis, Selasa,

Baca: Kaki

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews