Adat Penghulu Berpadang Luas, Beralam Lapang

Bismillah,
Ada tiga frasa dalam judul tulisan ini. Pertama, adat penghulu yang menggambarkan bahwa penghulu memiliki tugas dan tanggung jawab tersendiri dalam membangun peradaban negeri. Kedua, berpadang luas menggambarkan aspek empiris sosok pemimpin negeri, sepak terjang lintas wilayah, pergaulan, dan banyak atau tidaknya asam garam kehidupan. Ketiga, beralam lapang menggambarkan unsur kekayaan penguasaan ilmu, keterampilan, dan sikap sebagai pemimpin.

Fokus tulisan ini adalah diksi penghulu. Bentuk dasar diksi penghulu adalah hulu yang berarti pegangan, pangkal, awal. Penghulu memiliki berarti pemimpin, orang yang bisa dijadikan tempat berpaut, pegangan, tempat mengadu. Jika di wilayah desa, maka dia adalah kepala desa. Jika di wilayah kecamatan, dia adalah camat. Di wilayah kabupaten dan kota, dia adalah bupati atau walikota. Dalam wilayah provinsi, adalah gubernur. Di suatu negara, dia adalah raja, sultan, atau presiden.

Dalam tamadun Melayu, pemimpin merupakan orang yang dititipkan amanah. Amanah tersebut mesti dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Taala. Keberadaan pemimpin sangat penting dalam adat Melayu. Karena itu, sosok pemimpin sering digunakan perumpamaan, kisah atau lambang untuk menyatakan sesuatu secara tersirat.

Raja Ali Haji dalam karyanya Tsamarat al-Muhimmah (1858) menjelaskan bahwa seorang pemimpin yang baik harus memenuhi konsep tritunggal, yaitu khalifah, sultan, dan imam. Makna simbolik ‘khalifah’ adalah kewajiban mendirikan agama berdasarkan al-Qur’an, sunnah nabi, dan ijmak. Pemimpin sebagai ‘sultan’ bermakna kewajiban menegakkan hukum secara adil berdasarkan pedoman Allah dan rasul-Nya. Kandungan makna ‘imam’, yaitu pemimpin harus berada paling depan di dalam situasi apa pun sehingga menjadi ikutan semua orang di bawah kepemimpinannya.

Hendak menjadi pemimpin mestilah punya adat dan beradab. Adat berkaitan dengan tata cara yang mesti diikuti oleh pemimpin. Adab berkelindan dengan perangai ketika ketika adat diterapkan. Penghulu/pemimpin mesti memahami dan menerapkan adat sebenar adat, adat yang teradat, dan adat yang diadatkan. Dalam adat Melayu, pemimpin dikiaskan dengan ungkapan seperti tua (bertuah rumah ada tuanya), pucuk (bertuah daun ada pucuknya), adat kampung ada penghulunya), pumpunan talu (pucuk jala pumpunan tali), payung (tua menjadi payung negeri), dan pohon (bagai pohon besar di tengah padang).

Peribahasa Melayu dalam judul tulisan ini pun mengarahkan bahwa pemimpin dituntut fleksibel, terbuka, dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Zaman terus berubah. Pemimpin pun dituntut berubah tanpa lepas dari akar pohonnya. Pemimpin yang berpadang luas dan beralam lapang akan berstatus menjadi orang patut sebab telah melalui fase penguasaan ilmu, sikap, dan adab, serta fase wibawa dan marwah.

Sesuai dengan konsep peribahasa dalam tersebut, pemimpin masa depan akan berkaitan dengan manajemen perubahan, penyesuaian diri, dan pertahanan jati diri sebagai bangsa Melayu. Pemimpin yang hebat akan semakin mengikatkan dirinya dengan adat sebagai kearifan lokal. Padang dan alam sebagai simbolik bahwa pemimpin dalam tradisi Melayu selalu mengutamakan alam semesta sebagai unsur kesejahteraan rakyat.***

Alhamdulillah.

Duri, 14 Jumadil Akhir 1446 H / 16 Desember 2024

Baca: Lanun Alang Tiga: Nasionalisme, Patriotisme, dan Cinta

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews