Bahasa

Bang Long

Bismillah,
Semua orang tahu bahwa bahasa sangat penting. Tanpa bahasa, interaksi sosial bisa mati. Bahasa pun bisa menimbulkan kecamuk sosial. Sebagai alat komunikasi, pemakai bahasa tentu memiliki marwah tersendiri ketika berkomunikasi. Marwah bahasa bergantung pada pemakainya. Karena pentingnya bahasa itulah, M. Yamin menempatkan bahasa (Melayu) pada konsep Sumpah Pemuda. Kemudian, Muhammad Tabrani mengajukan konsep bahasa Melayu itu berubah menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dalam teks Sumpah Pemuda. Jauh sebelum itu, secara historis Bapak Bahasa sesungguhnya adalah Raja Ali Haji yang melakukan pembinaan terhadap bahasa Melayu (Indonesia) melalui berbagai karyanya.

Raja Ali Haji (1809-1873) dalam Gurindam 12, Pasal 5, Ayat Pertama menuliskan, ”Jika hendak mengenal orang berbangsa, lihat kepada budi bahasa.” Budi bahasa menjadi syarat kalau kita mau mengenal orang berbangsa. Budi bahasa merupakan kesantunan berbahasa. Kesantunan berkaitan dengan bahasa dan perangai (perilaku). Raja Ali Haji dalam Bustan al Katibin (1267 M/1850 M) menulis bahwa adab dan sopan itu daripada tutur kata juga asalnya, kemudian kelakuan (lihat Al Azhar yang menukil Hasyim bin Musa, 2005:5). Jelas sekali bahwa budi bahasa itu adalah tutur kata.

Frasa orang berbangsa memiliki dua pengertian. Pertama, menandai makna seseorang itu berasal dari bangsa (tamadun) mana? Misalnya, bangsa Melayu, Indonesia, Malaysia, Inggris, dan sebaginya yang sekaligus menunjukkan negara atau kaum tertentu. Ketika seseorang berbahasa Melayu (Indonesia), maka hakikatnya kita mengenal bahwa seseorang itu berbangsa Melayu (Indonesia) meskipun tidak mutlak. Kedua, dalam tamadun Melayu, diksi bangsa pada frasa orang berbangsa bisa merujuk pada perangai seseorang. Bangsa (bangse dalam bahasa Melayu) bermakna merujuk kepada apa perangai menusia tersebut. Artinya, pemakaian bahasa oleh seseorang akan menampilkan siapa sebenarnya seseorang tersebut. Misalnya, jika seseorang berkata kasar dan tidak senonoh, itulah yang menjadi gambaran dirinya. Bahasa menunjukkan bangsa. Bahasa sebagai cermin diri, pantulan dari diri pemakainya. Di sinilah, letak makna manusia sebagai makhluk sosial.

Dalam berbahasa atau bertutur kata, kita hanya punya dua pilihan: senonoh (santun) atau tidak senonoh (tidak santun). Bahasa yang mengatakan bahwa Rempang tidak berpenghuni, memiting rakyat, dan membolduser pemdemo, dan sejenisnya menjadi misal bahasa yang tidak senonoh karena mengandung unsur ketidakngertian sejarah dan kekasaran. Dalam kehidupan sehari-hari, kita pun sering mendengar orang berbahasa menyumpah-seranah dengan berbagai kata hewan dan setan, itu pun menunjukkan ketidaksenonohan dalam berbahasa. Berbahasa tidak senonoh dalam lingkup berbangsa dan bernegara akan menciptakan kecamuk dan perpecahan. Elok dan terbilangnya seseorang itu karena santunnya, bukan sebab jabatannya.

Bukankah Tunjuk Ajar Melayu (Tenas Efendy) berpesan: Berbuah kayu rindang daunnya/ Bertuah Melayu terbilang santunnya. Elok kayu karena daunnya/ Elok Melayu karena santunnya (Kesantunan Melayu, 2010:1). Bijaksana, terpuji, terbilang, berpikiran luas, dan bertuah pun bermuara dari tutur kata yang senonoh. Selanjutnya Tunjuk Ajar Melayu menjelaskan, tanda orang yang bijaksana/ tahu memilih merangkai kata. Tanda orang yang terpuji/ bahasanya tepat pahamnya tinggi. Tanda orang yang terbilang/ bahasanya elok maknanya terang. Tanda orang berpikiran luas/ bahasanya teratur maknanya jelas. Apa tanda orang bertuah/ budinya halus bahasanya indah. Berbudi halus dan berbahasa indah merupakan kunci utamanya kesantunan berbahasa.

Keluar dari kaidah kesantunan, tidak senonoh pula jika bertanam tebu di bibir. Seirama dengan buaian diguncang, anak dicubit. Lain di mulut lain di hati. Mulut manis hati berkait. Jangan pula seperti lebah, mulut membawa madu, pantat membawa sengat. Kata Imam Ghazali, lidah itu sangat kecil dan ringan, tapi bisa mengangkatmu ke derajat paling tinggi dan bisa menjatuhkanmu di derajat paling rendah.”

Tak perlu memelihara harimau dalam mulutmu! ***

Alhamdulillah.
Bengkalis, Selasa, 9 Rabiul Akhir 1445 / 24 Oktober 2023.

Baca: Sirih

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews