LAMANRIAU.COM – Selama operasi militer Israel di Gaza, pejabat pemerintah Israel mengalami serangan siber secara besar-besaran yang dilakukan oleh peretas pro-Palestina. Pejabat Israel mengakui bahwa ponsel mereka diramaikan oleh serangan digital.
Menurut Ynetnews.com, media Israel, para pejabat menghadapi serangkaian serangan termasuk ribuan panggilan telepon, pesan WhatsApp, SMS, dan serangan terhadap akun media sosial mereka. Peretas dan aktivis Pro-Palestina menyampaikan pesan ancaman, mengutuk serangan militer Israel di Gaza, dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pejabat, menteri, dan juru bicara pemerintah.
Pesan-pesan yang dikirim sering kali berisi makian, celaan, dan ancaman serius seperti ‘kami akan membunuhmu dan keluargamu’, ‘Allahu Akbar’, dan ‘bebaskan Palestina’. Selain itu, ada ribuan panggilan WhatsApp, panggilan suara, video, dan penggunaan emoji kasar.
Dampak serangan siber tersebut membuat beberapa orang yang menjadi sasaran memutuskan untuk mematikan perangkat komunikasinya. Langkah ini diambil untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada ponsel mereka yang dapat menyebabkannya tidak dapat beroperasi. Situasi ini menciptakan ketegangan dan kekhawatiran di kalangan pejabat pemerintah Israel selama masa operasi militer di Gaza.
Serangan Warga +62
Belakangan pihak Israel mengidentifikasi bahwa penyerangan siber gencar dilakukan dari Indonesia. Mereka mengidentifikasinya dari kode internasional dengan awalan +62 yang menjadi kode internasional Indonesia.
Pihak Israel mengatakan, gencarnya serangan tersebut diidentifikasi bukan dilakukan secara perorangan, melainkan secara terorganisir.
Juru bicara Pemerintah Israel Eylon Levy menjadi salah satu sasaran serangan siber tersebut. Levy mengaku mendapat serangan yang membanjiri akun media sosialnya hingga akhirnya dinonaktifkan karena serangan pesan tersebut mencapai puluhan ribu.
Selain itu, WhatsApp Levy juga diserang oleh sejumlah pesan dan panggilan telepon yang berasal dari nomor dengan awalan bahasa Indonesia. Layanan Advokasi Nasional kemudian menghubungi National Cyber Array untuk meminta bantuan dan menerima instruksi untuk meningkatkan keamanan semua aplikasi dan jejaring sosial.
Meskipun akun Instagram Levy sudah diaktifkan kembali, namun dia masih harus menonaktifkan sementara ponselnya. Tidak hanya Levy, sejumlah juru bicara lainnya juga mengalami serangan serupa, menyebabkan mereka frustrasi dan bahkan memaksa mereka untuk menonaktifkan ponsel mereka agar tidak terus terganggu.
Mimpi Buruk
Mereka menggambarkan hal tersebut sebagai mimpi buruk dan menyatakan kekecewaannya terhadap ketidakmampuan pemerintah secara efektif memberikan perlindungan terhadap insiden-insiden tersebut.
Dalam perkembangannya, para peretas telah membagikan database yang dicuri di berbagai forum online, disertai dengan dorongan eksplisit bagi pengguna web dari negara-negara seperti Indonesia, Pakistan, Bangladesh, dan negara-negara pro-Palestina lainnya untuk mengeksploitasi informasi ini terhadap Israel.
Saat ini, serangan siber telah berkembang menjadi lebih terfokus dengan identifikasi khusus terhadap nomor telepon yang terkait dengan tokoh elite masyarakat. Kampanye ini menargetkan dengan lebih spesifik, di mana para peretas secara khusus mengidentifikasi nomor telepon yang terkait dengan tokoh masyarakat tingkat tinggi, termasuk pembicara senior, pejabat pemerintah, menteri, dan anggota parlemen.***
Editor: Fahrul Rozi/Penulis: M.Amrin Hakim